Begalan

tradisi budaya masyarakat suku Jawa
Revisi sejak 28 Januari 2023 04.19 oleh Jei Eux (bicara | kontrib) (Memperbaiki kesalahan ketik)

Begalan adalah salah satu tradisi budaya masyarakat Jawa, utamanya Banyumas yang dilaksanakan sebagai bagian dari prosesi pernikahan. Begalan kali pertama diperkenalkan semasa Bupati Banyumas XIV, Raden Adipati Tjokronegoro (tahun 1850). Tradisi yang hanya ditampilkan apabila mempelai laki-laki merupakan putra sulung, ini berupa perarakan pengantin, para penari, penabuh gamelan, dilengkapi dengan usungan berupa perabot rumah tangga.[1][2]

Asal usul

Menurut para pakar budaya di Banyumas, tra­disi begalan muncul sejak Pemerintah Bupati Ba­nyumas ke XIV, saat itu Raden Adipati Tjokronegoro (tahun 1850). Pada zaman itu Adipati Wirasaba berhajat mengawinkan puteri bung­sunya, Dewi Sukesi, dengan Pangeran Tirtokencono, putra sulung Adipati Ba­nyumas. Satu minggu se­telah pernikahannya Sang Adipati Banyumas ber­kenan memboyong kedua mempelai dari Wirasaba ke Kadipaten Banyumas (ngun­duh temanten), berjarak kurang lebih 20 km.

Setelah menyeberangi Sungai Serayu dengan me­nggunakan perahu tambang, rombongan yang dikawal sesepuh dan pengawal Kadi­paten Wirasaba dan Ba­nyumas, di tengah per­jalanan yang angker di­hadang oleh seorang begal (perampok) berbadan tinggi besar, hendak merampas semua barang bawaan rombongan pengantin. Maka terjadilah peperangan antara para pengawal melawan begal raksasa yang mengaku sebagai penunggu daerah tersebut.

Pada saat pertempuran akhirnya begal dapat di­kalahkan. Kemudian lari menghilang masuk ke dalam Hutan yang angker dan wingit. Perjalanan dilanjut­kan kembali, melewati desa Sokaweradan Kedunguter. Sejak itu para leluhur daerah Banyumas berpesan kepada anak-cucu agar menaati tata cara persyaratan perkawinan yang dikandung maksud semoga kedua mempelai terhindar dari marabahaya.

Proses begalan

Upacara ini diadakan apabila mempelai laki-laki merupakan putra sulung. Begalan merupakan kombinasi antara seni tari dan seni tutur atau seni lawak dengan iringan gending. Sebagaimana layaknya tari klasik, gerak tarinya tak begitu terikat pada patokan tertentu yang penting gerak tarinya selaras dengan irama gending. Jumlah penari dua orang, seorang bertindak sebagai pembawa barang-barang (peralatan dapur) yang bernama Gunareka, dan seorang lagi bertindak sebagai pembegal/perampok yang bernama Rekaguna. Barang-barang yang dibawa antara lain ilir, cething, kukusan, saringan ampas, tampah, sorokan, centhong, siwur, irus, kendhil dan wangkring. Barang bawaan ini biasa disebut brenong kepang. Pembegal biasanya membawa pedang kayu atau 'wlira. Kostum pemain cukup sederhana, umumnya mereka mengenakan busana Jawa.

Begalan dilaksanakan sebelum rombongan Gunareka memasuki tempat resepsi, di mana ada Rekaguna yang mencegat. Dialog diatur seolah serupa pertengkaran dan sedikit adegan tantang-menantang. Rekaguna pun menanyakan maksud rombongam Gunareka, termasuk apa saja barang bawaan mereka. Gunareka kemudian menyampaikan maksud kedatangan dan menjelaskan barang bawaan secara simbolis berisi falsafah Jawa bagi pengantin dalam berumah tangga nantinya. Singkat cerita, akhirnya Rekaguna mengizinkan rombongan Gunareka memasuki ruang resepsi.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "Tradisi "Begalan" Banyumas". Budaya Jawa. Diakses tanggal 18 Maret 2019. [pranala nonaktif permanen]
  2. ^ "Begalan : Ritual dalam Pernikahan Adat Banyumas". Kanal Baca. Diakses tanggal 18 Maret 2019. [pranala nonaktif permanen]