Abah Anom

Seyikh Mursyid Thoriqoh Qadiriah Naqsabandiyah Suryalaya

Al-'Alim Al-'Alamah Al-Faqih Ash-Shufi Al-Imam Al-Quthubul Akwan Hadrotul Mukarrom Syeikh Ahmad Shohibulwafa Tajul 'Arifin QS. wa RA. atau biasa dipanggil Pangersa Abah Anom adalah seorang Ulama Kharismatik, Mursyid Kamil Mukammil, sekaligus Guru Spiritual Thoriqoh Qadiriyah wa Naqshabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya.

Hadrotul Mukarrom Syeikh Ahmad Shohibulwafa Tajul 'Arifin QS. wa RA.
Pangersa Abah Anom
Berkas:Gus Dur ngaras ke Pangersa Abah Anom.jpg
KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mencium tangan Pangersa Abah Anom ketika datang bersilaturahmi ke Pondok Pesantren Suryalaya. Pada Muktamar NU ke-29 di Cipasung, Kota Tasikmalaya tahun 1994, Gus Dur ngaras terlebih dahulu ke Madrasah Pangersa Abah di Kajembaran Rahmaniyyah Suryalaya.
NamaHadrotul Mukarrom Syeikh Ahmad Shohibulwafa Tajul 'Arifin QS. wa RA.
NisbahGuru Mursyid Kamil Mukammil
KeturunanH. Tutu Ruhiyat Mintapradja (Putra Tiri Pangersa Abah Anom), KH. Dudun Noor Sa'iduddin 'Arifin, H. Aos Husnifalah 'Arifin, Hj. N. Nonong 'Arifin, H. Didin Ahmad Khidir 'Arifin, Hj. Oneng Hesyati 'Arifin, H. Endang Ja'far Shiddiq 'Arifin, Hj. Othin Siti Khodijah Chabit 'Arifin, KH. Kankan Zulkarnaen Tajul 'Arifin, H. Memet Ruhimat 'Arifin, Hj. Ati Unsuryati 'Arifin, Hj. Aneu Uthiya Rohayaneu 'Arifin, KH. Baban Ahmad Jihad Suryabuana 'Arifin, Hj. Nia Iryanti 'Arifin, Ujang Muhammad Mubarok Qodiri (Ahmad Masykur Firdaus).

Kelahiran

Pangersa Abah Anom lahir pada hari Jum'at tanggal 1 Januari 1915 di Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniyyah. Beliau adalah Putra kelima Pangersa Abah Sepuh (Syeikh Abdullah Mubarok bin Noor Muhammad), Mursyid, sekaligus Pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya. dari Ibu yang bernama Hj. Siti Zuhriyah.[1]

Pendidikan

 
Syeikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin memberikan jubah dan tongkat kepada Prof. DR. Abdul Malik Karim Amrullah saat jadi Ketua Majelis Ulama Indonesia.

Pada usia delapan tahun Abah Anom masuk Sekolah Dasar (Verfolg School) di Ciamis antara tahun 1923-1928. Kemudian ia masuk Sekolah Menengah semacam Tsanawiyah di Ciawi Tasikmalaya. Pada tahun 1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu agama Islam secara lebih khusus.[butuh rujukan] Ia belajar ilmu fiqih dari seorang Kyai terkenal di Pesantren Cicariang Cianjur, kemudian belajar ilmu fiqih, nahwu, sorof dan balaghah kepada Kyai terkenal di Pesantren Jambudipa Cianjur.[butuh rujukan] Setelah kurang lebih dua tahun di Pesantren Jambudipa, ia melanjutkan ke Pesantren Gentur, Cianjur yang saat itu diasuh oleh Mama Ajengan Ahmad Syathibi.[butuh rujukan]

Dua tahun kemudian (1935-1937) Abah Anom melanjutkan belajar di Pesantren Cireungas, Cimelati Sukabumi.[butuh rujukan] Pesantren ini terkenal sekali terutama pada masa kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang ahli hikmah dan silat. Dari Pesatren inilah Abah Anom banyak memperoleh pengalaman dalam banyak hal, termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah pesantren.[butuh rujukan] Kegemarannya menuntut ilmu, menyebabkan Abah Anom menguasai berbagai ilmu keislaman saat berumur 18 tahun. Didukung ketertarikan pada dunia pesantren, ayahnya yang sesepuh TQN mengajarinya zikir tarekat. Sehingga ia menjadi wakil "talqin" Abah Sepuh pada usia relatif muda.[butuh rujukan] Sejak itulah, ia lebih dikenal dengan sebutan Abah Anom.[butuh rujukan]

Percobaan ini tampaknya juga menjadi ancang-ancang bagi persiapan memperoleh pengetahuan dan pengalaman keagaman pada masa mendatang. Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa keagamaannya diperdalam lagi di Pesantren Citengah, Panjalu, yang dipimpin oleh H. Junaedi yang terkenal sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.[butuh rujukan]

Setelah menginjak usia dua puluh tiga tahun, Abah Anom menikah dengan Euis Siti Ru’yanah. Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah Suci.[butuh rujukan] Sepulang dari Makkah, setelah bermukim kurang lebih tujuh bulan (1939), dapat dipastikan Abah Anom telah mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang mendalam.[butuh rujukan] Pengetahuannya meliputi tafsir, hadits, fiqih, kalam, dan tasawuf yang merupakan inti ilmu agama. Oleh Karena itu, tidak heran jika ia fasih berbahasa Arab dan lancar berpidato, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda, sehingga pendengar menerimanya di lubuk hati yang paling dalam. Ia juga amat cendekia dalam budaya dan sastra Sunda setara kepandaian sarjana ahli bahasa Sunda dalam penerapan filsafat etnik Kesundaan, untuk memperkokoh Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.[butuh rujukan] Bahkan iapun terkadang berbicara dalam bahasa Jawa dengan baik.[butuh rujukan]

Abah Anom resmi menjadi mursyid (pembimbing) TQN di pesantren sejak tahun 1950.[butuh rujukan]

Ketika Abah Sepuh Wafat, pada tahun 1956, Abah Anom harus mandiri sepenuhnya dalam memimpin pesantren.[butuh rujukan] Dengan rasa ikhlas dan penuh ketauladan, Abah Anom gigih menyebarkan ajaran Islam.[butuh rujukan] Pondok Pesantren Suryalaya, dengan kepemimpinan Abah Anom, tampil sebagai pelopor pembangunan perekonomian rakyat melalui pembangunan irigasi untuk meningkatkan pertanian, membuat kincir air untuk pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain. Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Suryalaya tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang di antara isinya adalah taat kepada perintah agama dan negara. Maka Pondok Pesantren Suryalaya tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu berada di belakangnya.[butuh rujukan]

Di samping melestarikan dan menyebarkan ajaran agama Islam melalui metode Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.[butuh rujukan] Abah Anom juga sangat konsisten terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Maka sejak tahun 1961 didirikan Yayasan Serba Bakti dengan berbagai lembaga di dalamnya termasuk pendidikan formal mulai TK, SMP Islam, SMU, SMK, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Aliyah keagamaan, Perguruan Tinggi (IAILM) dan Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiyah serta Pondok Remaja Inabah. Didirikannya Pondok Remaja Inabah sebagai wujud perhatian Abah Anom terhadap kebutuhan umat yang sedang tertimpa musibah. Berdirinya Pondok Remaja Inabah membawa hikmah, di antaranya menjadi jembatan emas untuk menarik masyarakat luas, para pakar ilmu kesehatan, pendidikan, sosiologi, dan psikologi, bahkan pakar ilmu agama mulai yakin bahwa agama Islam dengan berbagai disiplin Ilmunya termasuk tasawuf dan tarekat mampu merehabilitasi kerusakan mental dan membentuk daya tangkal yang kuat melalui pemantapan keimanan dan ketakwaan dengan pengamalan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Abah Anom menunjuk tiga orang pengelola, yaitu KH. Noor Anom Mubarok BA, KH. Zaenal Abidin Anwar, dan H. Dudun Nursaiduddin.[butuh rujukan]

Setelah menjalani masa yang cukup panjang Abah Anom sebagai Guru Mursyid Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah dengan segala keberhasilan yang dicapainya melalui perjuangan yang tidak ringan dipanggil Al Khaliq kembali ke Rahmatullah pada hari Senin tanggal 05 September 2011 pukul 11.55 dalam usia 96 tahun. [butuh rujukan]

Rujukan

  1. ^ "Abah Anom; Wali Sakti dari Tanah Sunda". nu.or.id. Diakses tanggal 2022-05-16. 

Pranala luar