Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

taman nasional di Indonesia bukan tempat serangga

Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (disingkat TN Babul) adalah sebuah taman nasional yang ditunjuk menjadi kawasan konservasi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK 398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004. TN Babul memiliki luas ± 43.750 ha yang secara admnistratif pemerintahan mencakup tiga wilayah kabupaten yang saling berbatasan, yaitu Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, dan Kabupaten Bone di Sulawesi Selatan.[1] Secara letak astronomis, TN Babul terletak antara 119°34’17”–119°55’13” Bujur Timur dan antara 4°42’49”–5°06’42” Lintang Selatan. TN Babul merupakan hasil merger lima unit kawasan konservasi yang sebelumnya sudah ada pada era 1970-1980, yaitu Taman Wisata Alam Bantimurung, Taman Wisata Alam Gua Pattunuang, Cagar Alam Bantimurung, Cagar Alam Karaenta, dan Cagar Alam Bulusaraung. Selain itu terdapat kawasan hutan seluas 31.843,10 ha dengan rincian Hutan Lindung seluas 21.343,10 ha, Hutan Produksi Terbatas seluas 145 ha, dan Hutan Produksi Tetap seluas 10.355 ha.[2] Taman nasional ini merupakan taman nasional yang kedua setelah Taman Nasional Taka Bonerate yang ada di Sulawesi Selatan hingga saat ini. Taman nasional ini telah menjadi satu-satunya taman nasional berupa kawasan karst di Indonesia.[2]

Taman Nasional
Bantimurung-Bulusaraung
IUCN Kategori II (Taman Nasional)
Pemandangan tebing di TN Babul
Logo TN Babul
Peta memperlihatkan letak Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung
Peta memperlihatkan letak Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung
TN Babul
Lokasi di Sulawesi
LetakKabupaten Maros, Kabupaten Pangkep & Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Indonesia
Kota terdekatKota Turikale (13 km)
Kota Makassar (28 km)
Koordinat4°54′S 119°45′E / 4.900°S 119.750°E / -4.900; 119.750
Luas43.750 ha (437,50 km²)
Didirikan2004
Pihak pengelolaBalai TN Babul KLHK (pengelola utama)

Pemkab Maros (bagian wilayah Maros

Pemkab Pangkep (bagian wilayah Pangkep)
Situs webwww.tn-babul.org
Air terjun Bantimurung
Air terjun Bantimurung pada tahun 1883-1889 (litografi berdasarkan lukisan oleh Josias Cornelis Rappard)

Sebagai salah satu kawasan konservasi, TN Babul memegang peranan penting dalam mendukung implementasi arah kebijakan dan strategi pembangunan nasional pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang dititikberatkan pada Pembangunan Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana. Fokus prioritas pembangunan tersebut diarahkan pada upaya-upaya yang berkaitan dengan konservasi sumber daya hutan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang berkelanjutan, dan pelaksanaan pembangunan lintas bidang, yaitu terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Sejarah

Kronik pembentukan

Pada Juli–Oktober 1857, Alfred Russel Wallace melakukan eksplorasi di Bantimurung. Tahun 1869, ia mempublikasikan hasil penelitiannya The Malay Archipelago. Setelahnya, banyak peneliti tertarik melakukan penelitian di lokasi ini. Pada Era 1970—1980, di Kawasan Karst Maros-Pangkep telah ditunjuk atau ditetapkan lima unit kawasan konservasi seluas ± 11.906,90 ha, yaitu Taman Wisata Alam Bantimurung, Taman Wisata Alam Gua Pattunuang, Cagar Alam Bantimurung, Cagar Alam Karaenta, dan Cagar Alam Bulusaraung. Pada 1989, Kanwil Dephut Sulsel mengusulkan pembentukan taman nasional dengan nama TN Hasanuddin. Pada 1993, Kongres XI International Union of Speleology merekomendasikan Karst Maros-Pangkep sebagai Warisan Dunia. Pada 1995 memuat calon TN Hasanuddin seluas 86.682 ha. Pada 1997, Seminar Lingkungan Karst PSL-UNHAS merekomendasikan perlindungan Karst Maros-Pangkep. Pada 1999, Unit KSDA Sulsel I & Unhas melaksanakan penilaian potensi calon TN Hasanuddin. Pada Mei 2001, IUCN Asia Regional Office dan UNESCO World Heritage Center mengadakan The Asia-Pasific Forum on Karst Ecosystems and World Heritage di Gunung Mulu, Serawak, Malaysia. Forum ini memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Indonesia agar mengkonservasi kawasan Karst Maros-Pangkep. Pada November 2001, Bapedal Regional III mengadakan Simposium Karst Maros-Pangkep dan forum ini merekomendasikan status taman nasional dan warisan dunia. SK Menhut Nomor 70/Kpts-II/2001 mengatur Tim Terpadu untuk perubahan fungsi kawasan hutan yang dimulai dari awal 2002. Tim Terpadu dibentuk oleh Pemprov Sulsel ;2002-2004, Tim terpadu melaksanakan tugasnya sampai dengan terbitnya rekomendasi dari Bupati, DPRD & Gubernur; 2004, Menhut menerbitkan SK 398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Pada Kelompok Hutan Bantimurung-Balusaraung seluas ± 43.750 ha terdiri dari Cagar Alam seluas ± 10.282,65 ha, Taman Wisata Alam seluas ± 1.624,25 ha, Hutan Lindung seluas ± 21.343,10 ha, Hutan Produksi Terbatas seluas ± 145 ha, dan Hutan Produksi Tetap seluas ± 10.355 ha terletak di Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan sebagai TN Babul.

TN Babul dibentuk dari penggabungan beberapa lokasi kawasan konservasi dan hutan lindung serta hutan produksi. SK Menhut berisi tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Tetap menjadi TN Babul. Penunjukan menjadi taman nasional melalui proses yang cukup panjang. Proses tersebut dimulai pada tahun 1993 oleh desakan UNESCO kepada Pemerintah Indonesia untuk segera melindungi ekosistem karst melalui penetapan kawasan konservasi, untuk selanjutnya diusulkan menjadi Situs Warisan Dunia (World Heritage Site). Taman nasional ini memiliki luas 43.750 ha yang terdiri dari wilayah Cagar Alam Karaenta seluas ± 1.226 ha, wilayah Cagar Alam Bantimurung seluas ± 1.000 ha, wilayah Taman Wisata Alam Bantimurung seluas ± 1.000 ha, wilayah Taman Wisata Alam Gua Pattunuang seluas ± 118 ha, dan wilayah Cagar Alam Bulusaraung seluas ± 5.690 ha.

Pada 25 Oktober 2019, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung ditetapkan sebagai kawasan Taman Warisan ASEAN (ASEAN Heritage Park). Penetapan ini dilakukan pada acara Sixth ASEAN Heritage Park Conference yang diselenggarakan di Laos, 21-25 Oktober 2019.

Penamaan

Sebelum secara resmi dinamakan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, taman nasional ini diwacanakan dengan nama Taman Nasional Hasanuddin. Penamaan Taman Nasional Hasanuddin erat kaitannya dengan tokoh pahlawan nasional asal Sulawesi Selatan, yakni Sultan Hasanuddin. Namun, lambat laun tahun 2004 taman nasional ini secara resmi dinamakan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung karena taman nasional ini berada pada dua kawasan gugusan pegunungan karst, yakni gugusan pegunungan karst Bantimurung di Kabupaten Maros dan gugusan pegunungan karst Bulusaraung di Kabupaten Pangkep.

Kondisi geografis

Geologi

Secara geologis, perbukitan karst yang ada di kawasan TN Babul didominasi oleh sebaran batugamping yang terbentuk di dasar laut sejak awal masa eosen dan terangkat ke permukaan laut selama periode waktu yang panjang. Sifat batugamping yang mudah tertembus air memungkinkan terbentuknya rongga-rongga yang selanjutnya membentuk fenomena gua-gua alam. Setelah ribuan atau bahkan jutaan tahun berlalu, bersamaan pula dengan surutnya air laut, maka gua-gua tersebut dijadikan sebagai tempat hunian yang ideal oleh manusia pada saat itu. Bukti-bukti temuan seperti alat-alat maros point, flakes, blade, microlith, sampah dapur, dan perhiasan dapat memperkuat teori fungsi gua pada suatu masa tertentu (masa prasejarah).

Topografi

Sebagaimana pada umumnya kawasan dengan lanskap karst, bentuk permukaan kawasan TN Babul bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit sampai dengan bergunung. Bagian kawasan yang bergunung terletak pada sisi timur laut kawasan atau terletak pada blok Pegunungan Bulusaraung di Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros dan Gunung Bulusaraung sendiri di Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep. Puncak tertinggi terletak pada ketinggian 1.565 mdpl di sebelah utara Pegunungan Bulusaraung. Puncak Gunung Bulusaraung sendiri terletak pada ketinggian 1.353 mdpl. Sisi ini dicirikan oleh kenampakan topografi relief tinggi, bentuk lereng yang terjal dan tekstur topografi yang kasar. Daerah perbukitan dicirikan oleh bentuk relief dan tekstur topografi halus sampai sedang, bentuk lereng sedang sampai rendah, bentuk bukit yang tumpul dengan lembah yang sempit sampai melebar. Daerah perbukitan ini dikelompokkan ke dalam perbukitan intrusi, perbukitan sedimen, dan perbukitan karst. Kawasan dengan topografi dataran dicirikan oleh bentuk permukaan lahan yang datar sampai sedang dan sedikit bergelombang, relief rendah dan tekstur topografi halus. Bentuk permukaan seperti ini banyak dijumpai diantara perbukitan karst yang berbentuk menara.

Batas wilayah

TN Babul memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Berbatasan
utara Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru & Kabupaten Bone
selatan Kabupaten Maros
barat Kabupaten Maros & Kabupaten Pangkep
timur Kabupaten Maros & Kabupaten Bone

Lokasi administratif

Potensi

Sebagai tempat wisata

TN Babul memiliki berbagai keunikan, yaitu karst, gua-gua dengan stalaknit dan stalakmit yang indah, dan yang paling dikenal adalah kupu-kupu. Bantimurung oleh Alfred Russel Wallace dijuluki sebagai The Kingdom of Butterfly (Kerajaan Kupu-kupu). Antara tahun 1856-1857, Alfred Russel Wallace menghabiskan sebagian hidupnya di kawasan tersebut untuk meneliti berbagai jenis kupu-kupu. Menurutnya, di lokasi ini terdapat sedikitnya 250 spesies kupu-kupu. Taman nasional ini juga diperuntukan sebagai tempat tujuan wisata yang menyuguhkan wisata alam berupa lembah bukit kapur yang curam dengan vegetasi tropis, air terjun, dan gua yang merupakan habitat beragam spesies termasuk kupu-kupu endemik.

Taman nasional ini memang menonjolkan kupu-kupu sebagai daya tarik utamanya. Di tempat ini sedikitnya ada 20 jenis kupu-kupu yang dilindungi pemerintah dan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Beberapa spesies unik bahkan hanya terdapat di kawasan ini, yaitu Troides Helena Linne, Troides Hypolitus Cramer, Troides Haliphron Boisduval, Papilo Adamantius, dan Cethosia Myrana. Lokasi wisata ini juga memeliki dua buah gua yang bisa dimanfaatkan sebagai wisata minat khusus. Kedua gua itu adalah Gua Batu dan Gua Mimpi.[3] Selain di kawasan Bantimurung, TN Babul memiliki berbagai macam lokasi ekowisata yang menarik. Di sana terdapat lebih dari 80 Gua alam dan Gua prasejarah yang tersebar di kawasan karst TN Bantimurung-Bulusaraung.

Flora dan fauna

Flora

Flora TN Babul merupakan jenis-jenis dari vegetasi karts dan hutan daratan rendah, antara lain:

  • Palanqium sp (habitat karts)
  • Calophilum sp (habitat karts)
  • Leea indica (habitat karts)
  • Sapotaceae (habitat karts)
  • Polyalthia insignis (habitat karts)
  • Pangium edule (habitat karts)
  • Aleurites moluccana (habitat karts)
  • Celastroceae (habitat karts)
  • Cinamomum sp (habitat karts)
  • Leea aculata (habitat karts)
  • Vitex cofassus (bitti, habitat hutan daratan rendah)
  • Palaquium obtusifolium (nyato, habitat hutan daratan rendah)
  • Pterocarpus indicus (cendrana, habitat hutan daratan rendah)
  • Ficus sp (beringin, habitat hutan daratan rendah)
  • Sterquila foetida (habitat hutan daratan rendah)
  • Dracontomelon dao (Dao, habitat hutan daratan rendah)
  • Dracontomelon Mangiferum (habitat hutan daratan rendah)
  • Arenga pinnata (aren, habitat hutan daratan rendah)
  • Colona sp (habitat hutan daratan rendah)
  • Dillenia serrata (habitat hutan daratan rendah)
  • Alleurites moluccana (kemiri, habitat hutan daratan rendah)
  • Diospyros celebica (kayu hitam, habitat hutan daratan rendah)
  • Buchanania Arborescens (habitat hutan daratan rendah)
  • Antocepalus cadamba (habitat hutan daratan rendah)
  • Myristica sp (habitat hutan daratan rendah)
  • Kneam sp (habitat hutan daratan rendah)
  • Calophyllum inophyllum (habitat hutan daratan rendah)

Fauna

Fauna TN Babul merupakan jenis yang khas dan endemik, antara lain:

  • Enggang sulawesi (Ryticeros cassidix)
  • Enggang kerdil (Peneloppides exahartus)
  • Musang sulawesi (Macrogolidia mussenbraecki)
  • Kelelawar
  • Kera sulawesi (Macaca maura)
  • Kuskus (Phalanger celebencis)
  • Tarsius (Tarsius sp)
  • Papiliio blumei
  • Papilio polites
  • Papilio satapses
  • Troides halipron
  • Troides helena
  • Troides hypolites
  • Graphium androcles
  • Ikan buta (Bostrychus spp)
  • Kumbang buta (Eustra sp)
  • Jangkrik gua (Rhaphidophora sp)
  • Tungau buta (Trombidiidae)

Gua

Di antara kokohnya pegunungan kapur, kiranya menyimpan potensi yang sangat menarik bagi wisatawan dengan minat khusus. Tercatat sekitar 400 gua berada dalam kawasan karst tersebut, 89 diantaranya merupakan gua prasejarah sebagai peninggalan manusia purba yang pernah tinggal dan hidup di gua tersebut ribuan tahun yang silam. Gua yang terdapat di TWA Bantimurung diantaranya adalah Gua Batu dan Gua Mimpi yang banyak dikunjungi khususnya para pelajar dan mahasiswa atau para remaja yang senang akan wisata dengan tantangan yang cukup ekstrem. Gua-gua tersebut memiliki stalaktit, stalakmit, flowstone, helektit, pilar, dan sodastraw. Tekstur dan bentuk-bentuknya menakjubkan, bagai ukiran patung dalam galeri, bagai lampu-lampu kristal yang bergelantungan, sementara dinding gua bagai bergordyn berlipat indah dan lantai bergelombang yang terkadang berpasir kering dan lembut merata seolah permadani alam, nan nyaman. Ornamen-ornamen tersebut dikenal sebagai ornaman terindah yang pernah ada. Di sini pengelola menempatkan juru kunci dan jasa pemandu serta lampu penerang (senter) bagi pengunjung yang ingin mengenal lebih jauh tentang gua tersebut. Bentang alam yang memiliki keunikan dan keindahan merupakan salah satu karunia yang dapat dikelola sebagai daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Juga dapat dimanfaatkan dalam rangka pemberdayaan masyarakat di sekitarnya. Tentunya pengelolaan tersebut secara bersama dari pihak-pihak terkait, agar tetap terjaga kelestariannya secara berkesinambungan.

Pengelolaan

Balai TN Babul

Balai TN Babul adalah organisasi pelaksana teknis pengelolaan taman nasional setingkat eselon IIIA pada Kementerian Kehutanan yang berada dibawah dan bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Sejak didirikan pada November 2006, Balai TN Babul baru beroperasi secara efektif pada April 2007. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007, Balai TN Babul bertugas melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas, Balai TN Babul menyelenggarakan fungsi:

  1. Penataan zonasi, penyusunan rencana kegiatan, pemantauan, dan evaluasi pengelolaan kawasan taman nasional;
  2. Pengelolaan kawasan taman nasional;
  3. Penyidikan, perlindungan, dan pengamanan kawasan taman nasional;
  4. Pengendalian kebakaran hutan;
  5. Promosi dan informasi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
  6. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
  7. Kerjasama pengembangan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta pengembangan kemitraan;
  8. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan taman nasional;
  9. Pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pariwisata alam; serta
  10. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Berdasarkan klasifikasi pengelola taman nasional, Balai TN Babul adalah Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional Kelas II, sedangkan berdasarkan tipologi organisasi, Balai TN Babul adalah Balai Taman Nasional Tipe B. Secara struktural, Balai TN Babul terdiri dari Kepala Balai dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang berkedudukan di Bantimurung, Kabupaten Maros, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I yang berkedudukan di Balocci, Kabupaten Pangkep, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II yang berkedudukan di Camba, Kabupaten Maros, serta Kelompok Jabatan Fungsional (Polisi Kehutanan, Pengendali Ekosistem Hutan, dan Penyuluh Kehutanan) yang berkedudukan pada setiap lini. Dalam rencana kegiatan pengelolaan jangka panjang Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (2008-2027), yaitu:

  1. Pemantapan Kawasan;
  2. Perencanaan;
  3. Pengembangan Sarana dan Prasarana;
  4. Pengelolaan Data dan Informasi;
  5. Pengelolaan Potensi Kawasan;
  6. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan;
  7. Pengelolaan Kegiatan Penelitian dan Pendidikan;
  8. Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan;
  9. Pengembangan Integrasi, Koordinasi dan Kolaborasi;
  10. Pengembangan dan Pembinaan Daerah Penyangga;
  11. Restorasi, Rehabilitasi dan Reklamasi Ekosistem; dan
  12. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan.

Substansi inti pembangunan nasional dan prioritas bidang pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang terkait dengan tugas dan fungsi Kementerian Kehutanan, maka sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis di Lingkup Direktorat Jenderal PHKA, maka Balai TN Babul menetapkan Arah Kebijakan dan Strategi sebagai berikut:

  1. Kebijakan pengembangan dan pengelolaan kawasan TN Babul diprioritaskan pada upaya untuk:
    1. Meningkatkan pemantapan status hukum dan prakondisi pengelolaan kawasan;
    2. Menata dan mengembangkan kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam;
    3. Menyelesaikan permasalahan tumpang tindih penggunaan kawasan, klaim kepemilikan lahan, dan klaim kepemilikan tanaman di dalam kawasan;
    4. Meningkatkan upaya konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar;
    5. Mewujudkan penataan pengelolaan TN Babul berbasis resort;
    6. Memantapkan kelembagaan pengelolaan TN Babul, yang meliputi organisasi, mekanisme kerja, SDM, sarana dan prasarana, dan dukungan teknis lainnya secara optimal menuju kemandirian dan produktifitas;
  2. Pembiayaan-pembiayaan program konservasi keanekeragaman hayati dan perlindungan hutan yang dijabarkan dalam Kegiatan Pengembangan dan Pengelolaan Taman Nasional pada Balai TN Babul bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Pemkab Maros

Berdasarkan Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan memberikan kewenangan kepada tiap kabupaten untuk membentuk Peraturan Daerah. Salah satu Perda yang dibentuk adalah Perda Nomor 5 Tahun 2009 tentang Kehutanan Masyarakat. Adapun landasan yang mendasari Perda ini karena Kabupaten Maros merupakan wilayah pegunungan yang terdapat banyak hutan.

Dishutbun Maros

Pengelolaan kehutanan masyarakat di Kabupaten Maros adalah tanggung jawab Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros. Selain dari dinas tersebut juga terdapat pengelolaan taman nasional oleh Balai TN Babul yang juga berada di Kabupaten Maros. Kebijakan pengelolaan kehutanan masyarakat di Kabupaten Maros oleh Dinas Kehutan Dan Perkebunan berpedoman pada dua regulasi, yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 5 Tahun 2009 tentang Kehutanan Mayarakat dan Pencadangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Kabupaten Maros oleh Menteri Kehutanan Nomor SK 273/Menhut-VI/2008 tanggal 8 Agustus 2008 seluas 8.580 ha. Dalam skala Pemerintah Daerah Kabupaten Maros dalam hal ini Dishutbun bertanggung jawab penuh atas kebijakan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2009 tentang kehutanan masyarakat. Sedangkan Balai TN Babul sebagai perpanjangan tangan Kementerian Kehutanan melaksanakan kebijakan dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang kehutanan dan perkebunan. Dinas ini berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada bupati melalui sekretaris daerah. Susunan organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Maros dan Peraturan Bupati Maros Nomor 71/XII/2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas, dan Tata Kerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan kabupaten Maros. Struktur organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros terdiri atas Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, Bidang Kehutanan, Bidang Perkebunan, Bidang Program, Bidang Perlindungan dan Pengamanan, Unit Pelaksanan Teknis Dinas dan Kelompok Jabatan Fungsional.

Program pembangunan kehutanan dan perkebunan yang dilaksanakan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros di TN Babul adalah:

  1. Pemanfaatan potensi sumberdaya hutan;
  2. Rehabilitasi hutan dan lahan;
  3. Perlindungan dan konservasi sumberdaya hutan;
  4. Pembinaan dan penertiban industri hasil hutan;
  5. Penetapan prakondisi pengelolaan hutan;
  6. Perencanaan dan pengembangan hutan;
  7. Pemanfaatan potensi produk dan jasa sumberdaya hutan;
  8. Pengembangan agribisnis tanaman perkebunan;
  9. Peningkatan pemasaran hasil produksi perkebunan; dan
  10. Peningkatan produksi perkebunan.

Pelayanan umum yang diberikan kepada masyarakat mengacu pada tugas pokok dan fungsi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros, yaitu:

  1. Pelayanan informasi/konsultasi masyarakat;
  2. Pelayanan administrasi umum perkantoran;
  3. Pelayanan rekomendasi izin penebangan kayu rakyat dan hasil hutan bukan kayu;
  4. Pelayanan rekomendasi izin usaha perkebunan; dan
  5. Pelayanan penyuluhan masyarakat.

Beberapa regulasi yang mendukung upaya pengelolaan potensi kehutanan di Kabupaten Maros, yaitu:

  1. Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 5 Tahun 2009 tentang Kehutanan Mayarakat;
  2. Pencadangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Kabupaten Maros oleh Menteri Kehutanan Nomor SK 273/Menhut-VI/2008 tanggal 8 Agustus 2008 seluas 8.580 ha; dan
  3. Pengusulan pencanangan areal Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan seluas 3.100 ha yang tersebar pada hutan lindung dan hutan produksi.

Dalam upaya pembangunan kehutanan dan perkebunan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros menetapkan beberapa jenis komoditas sebagai unggulan untuk pengembangannya berdasarkan potensi dan agroklimat di masing-masing kecamatan, yaitu komoditas kopi, kakao, jambu mete, kelapa, kemiri, kapuk, murbei, bambu, getah pinus, dan lebah madu.

Disbudpar Maros

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Maros merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang kebudayaan dan pariwisata. Dinas ini berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada bupati melalui sekretaris daerah. Disbudpar Maros turut mengelola kawasan TN Babul, terutama yang diperuntukan untuk tempat wisata.

Balai TN Babul bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Maros mengelola TWA Bantimurung sebagai tempat rekreasi dan pendidikan, sekaligus mendukung pemberdayaan masyarakat sekitar dalam pengelolaan taman wisata alam guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Di sisi lain, masyarakat turut memelihara, menjaga serta mempertahankan kawasan tersebut secara berkelanjutan.

Untuk mendukung keberadaan sebuah wisata alam tentunya diperlukan fasilitas-fasilitas yang memadai guna untuk menarik pengunjung dari berbagai daerah maupun wisatawan manca negara. Fasilitas TWA dibangun oleh pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Maros. Adapun fasilitas yang tersedia dalam TWA Bantimurung antara lain guest house, pintu gerbang dan loket, balai pertemuan, panggung hiburan, mushola, kolam renang, shelter, pusat informasi, kantor pengelola, MCK, lapangan tennis, out bond, flying fox, jalan trail, pos keamanan dan polhut, toko souvenir dengan aneka jenis, warung makan dengan aneka masakan, dan areal parkir yang cukup luas.

Pesona TWA Bantimurung sebagai aset alam yang dimiliki Kabupaten Maros di kawasan TN Babul. Potensi-potensi yang ada baik wisata tirta, keanekaragaman hayati serta keindahan tebing karstnya sebagai wisata alam dengan minat khusus perlu untuk tetap dijaga serta dipertahankan eksistensinya. Sedangkan potensi yang kiranya masih terpendam dan belum teridentifikasi, perlu untuk digali dan dilakukan peneltian lebih lanjut sebagai bahan pengembangan wisata selanjutnya.

Kawasan karst yang telah diusulkan sebagai warisan dunia, khususnya potensi ornamen yang terdapat dalam setiap gua, perlu untuk lebih dilindungi dari gangguan tangan jahil yang dapat merusak dan atau mengotori keindahan tersebut seperti yang terjadi selama ini. Meningkatkan pengawasan terhadap setiap pengunjung yang memasuki goa, agar tidak membawa benda tajam, alat tulis, cat dan sejenisnya yang dapat dipergunakan untuk mengganggu keberadaan stalaktit dan stalakmit maupun ornamen-ornamen yang memakan waktu lama dalam pembentukannya.

Pemkab Pangkep

Dishutbun Pangkep

Disbudpar Pangkep

Permasalahan

Kebijakan pengelolaan kehutanan masyarakat di Kabupaten Maros diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2009. Kebijakan ini sangat penting karena kondisi wilayah Kabupaten Maros yang merupakan wilayah pegunungan dan terdapat banyak hutan. Selain itu, terdapat cagar alam yang merupakan hutan lindung yang menjadi penyangga ekosistem dan menjaga kelestarian flora dan fauna yang ada didalamnya. Namun pada 2004, cagar alam ini diintegrasikan ke dalam TN Babul. Hal inilah yang kemudian menjadikan pengelolahan antara hutan masyarakat dan taman nasional mendapatkan perhatian khusus baik itu dalam hal regulasi, pelaksanaan kebijakan maupun pengawasan. Karena disatu sisi potensi kehutanan di Kabupaten Maros sangat besar dan keberadaan taman nasional menjadi sesuatu yang penting, namun justru kenyataannya kesejahteraan masyarakat terancam.

Pelaksanaan kebijakan pengelolaan kehutanan masyarakat di sekitar TN Babul belum berjalan secara efektif. Hal ini karena keberadaan kebijakan ini belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan secara signifikan dan konflik pengelolaan hutan masyarakat dan taman nasional juga belum terselesaikan. Konflik itu meliputi tapal batas taman nasional yang belum jelas, klaim kepemilikan lahan dan pelarangan masyarakat mengelola hasil hutan. Adapun faktor penghambat dari pelaksanaan kebijakan ini, yaitu peraturan daerah ini belum dijabarkan dalam kebijakan yang lebih teknis, adanya tumpang tindih kebijakan antara Dishutbun Kabupaten Maros dan Balai TN Babul, kurangnya sosialisasi kebijakan, terbatasnya sumber daya manusia dan anggaran, rendahnya kesadaran masyarakat akan aturan, tidak adanya program pengelolaan hasil hutan yang inovatif, dan banyaknya instansi yang berkepentingan.

Kawasan TN Babul memiliki potensi keanekaragaman hayati yang tinggi dengan jenis-jenis flora dan fauna endemik, unik dan langka; memiliki keunikan fenomena alam yang khas dan indah; serta ditujukan untuk perlindungan sistem tata air. Potensi yang dimiliki kawasan TN Babul mengundang berbagai pihak untuk ikut memanfaatkan potensi yang ada. Kepentingan berbagai pihak dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam dalam kawasan TN Babul cukup beragam, ada yang sejalan dan ada pula yang bertentangan dengan tujuan konservasi. Dengan demikian, masyarakat perlu diberikan pemahaman mengenai aturan tentang pemanfaatan kehutanan masyarakat. Sosialisasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2009 ini perlu untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat hal ini dikarenakan bahwa sekitar 40% wilayah Kabupaten Maros masuk kawasan hutan baik dalam kategori hutan lindung maupun hutan produksi. Pengelolaan taman nasional terdapat dua konflik utama yang terjadi, yaitu pertama, konflik tata batas kawasan TN Babul berawal dari adanya perbedaan persepsi antara masyarakat dengan pihak kehutanan (Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros) pada saat pengukuran dan pemancangan batas kawasan hutan yang terjadi antara tahun 1980-an sampai dengan tahun 1990-an, dan antara masyarakat dengan pihak TN Babul pada saat dilakukan rekonstruksi tata batas tahun 2007. Dan kedua, Konflik dalam pemanfaatan sumber daya alam hutan. Konflik dalam pemanfaatan lahan terjadi karena adanya perbedaan pemahaman antara masyarakat dengan pemerintah tentang peruntukan lahan dalam kawasan hutan. Bagi masyarakat sekitar hutan, lahan yang ada baik lahan yang terdapat dalam kawasan hutan maupun yang terdapat di luar kawasan hutan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan jalan membuka kebun atau sawah. Bagi pemerintah lahan yang ada khususnya yang terdapat dalam kawasan hutan diperuntukan sesuai dengan fungsinya (fungsi produksi, lindung, dan konservasi) dan terkadang bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat. Demikian pula, dalam hal pemanfaatan tanaman yang terdapat dalam kawasan hutan, bagi masyarakat semua yang dihasilkan oleh tanaman (kayu dan non kayu) dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa memandang fungsi hutan tersebut (fungsi produksi, lindung, dan konservasi). Akan tetapi bagi pemerintah, pemanfaatan tanaman yang ada dalam kawasan hutan harus disesuaikan dengan fungsi hutan tersebut. Dari sudut pandang kebijakan, permasalahan mendasar dari segi implementasi kebijakan peraturan daerah ini. Pertama, adanya dua instansi pemerintah yang bertanggungjawab atas pengelolaan kehutanan di Kabupaten Maros karena adanya TN Babul. Dengan adanya dua instansi ini menyebabkan kewenangan yang dimiliki saling tumpang tindih. Seperti penentuan tapal batas taman nasional yang dikeluarkan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar banyak mencaplok lahan milik masyarakat. Sedangkan kebijakan yang digunakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros adalah Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2009 yang tetap mengakui kepemilikan lahan masyarakat. Kedua, koordinasi pelaksana kebijakan peraturan daerah dengan instansi lain seperti badan pelaksana penyuluhan dan ketahanan pangan tidak dalam bentuk impelementasi peraturan daerah tapi dalam bentuk program. Ketiga, tidak adanya sosialisasi peraturan daerah secara instensif membuat banyak pihak tidak mengerti isi peraturan daerah termasuk masyarakat di sekitar hutan sehingga mereka tidak merespon kebijakan tersebut, keempat, tidak adanya anggaran khusus untuk pelaksanaan peraturan daerah tersebut yang menyebabkan sulitnya terimplementasi dengan baik, kelima, tidak adanya inovasi dari pelaksana untuk memberikan arahan kepada masyarakat tentang pengelolaan hasil hutan yang bisa dimanfaatkan masyarakat misalnya madu dan tuak manis yang masih dijual secara eceran di sepanjang Jalan Poros Maros–Bone tanpa dikelola terlebih dahulu.

Kondisi sumber daya kehutanan dan perkebunan di Kabupaten Maros tidak terlepas dari permasalahan. Permasalahan atau ancaman dalam pembangunan kehutanan dan perkebunan di Kabupaten Maros yang menjadi tantangan, antara lain:

  1. Degradasi hutan dan lahan kritis yang tinggi;
  2. Perilaku eksploitatif terhadap sumber daya hutan dan kebun yang akan mengancam kelestarian lingkungan hidup;
  3. Konflik kepemilikan lahan dalam kawasan hutan;
  4. Produksi dan produktivitas tanaman perkebunan yang menurun akibat tanaman sudah tua dan kurang terpelihara serta hama dan penyakit;
  5. Masih rendahnya investasi di sektor kehutanan dan perkebunan.

Galeri foto

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Situs Taman Nasional Bantimurung-Balusaurung
  2. ^ a b Ahmad, Amran; A. Siady Hamzah (2016). Database Karst Sulawesi Selatan 2016 (PDF). Makassar: Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. hlm. 1 & 5. 
  3. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-11. Diakses tanggal 2011-11-26.