Lubuk Benteng, Bathin III, Bungo
Lubuk Benteng adalah sebuah desa di Kecamatan Bathin III, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, Indonesia.
Lubuk Benteng | |
---|---|
Desa | |
Motto: | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jambi |
Kabupaten | Bungo |
Kecamatan | Bathin III |
Desa | Lubuk Benteng |
Pemerintahan | |
• Jenis | Republik |
• Presiden | Ir.H. Joko Widodo |
• Wakil Presiden | Prof. Dr. (H.C.) K. H. Ma'ruf Amin |
• Gubernur | Dr. H. Al Haris, S.Sos., M.H |
• Bupati | H.Mashuri,SP.,ME |
• Rio | Hairul |
Populasi | |
• Jenis Kelamin | ( laki-laki perempuan) |
• Persentase | % laki-laki dan % perempuan |
Zona waktu | UTC+7 (GMT) |
Kode Pos | 37211 |
Dikukuhkan melalui PERDA Kabupaten Bungo Nomor 09 Tahun 2005 tanggal 20 Desember 2005
Sejarah
Sajarah Dusun Lubuk Benteng dimulai sejak turunnya serombongan dari Desa Empelu sembilan kepala keluarga H. Kuris, Ismael, H. Talib, Hasan Bilal Mpul, H. Junit, H. Karem, Mat Dinai dan Petok yang di pimpin seorang Penghulu bernama Haji Karamo Jayo yang bergelar Rajo Pengulu. Turun mencari tanah pilih, untuk dibuat dusun atau negri. Tiba disuatu tempat bernama Dusun Teluk Panjang yang dipimpin oleh seorang Rio yang bernama Rio Sari. Kepala rombongan datang menghadap Datuk Rio Sari meminta sesuatu; yang tida lapuk oleh hujan tidak lekang oleh panas; tempat berdiam bertempat tinggal, tempat bercocok tanam bersawah ladang. Maka Datuk Rio Sari bertitah menunjuk sehamparan tanah disepanjang pinggiran Sungai Batang Tebo dari Lebak Benteng sampai ke Lubuk Kapa Gedang. Disitulah sembilan orang kepala keluarga itu membuka sawah ladang serta mendirikan rumah tempat tinggal, beberapa tahun berikutnya menyusul lagi tiga orang kepala keluarga yaitu Tuo Yet, Mat Baro dan Kadi. Kemudian sejak tahun 1935 wilayah ini dikenal sebagai Empelu Baru.
Kemudian datang pendudukan Jepang, kehidupan dan penghidupan morak-marit, di antara rombongan yang sembilan keluarga itu ada yang bertahan dan ada pula yang kembali ke tempat asalnya Desa Empelu, Sampai tahun 1957. Dimasa kerisis itu nama Empelu Baru berubah menjadi Dusun Teluk Panjang Baru yang dipimpin seorang kepala kampung Rang Tuo Yet. Semasa kepala kampung Rang Tuo Yet, maka berkembanglah menjadi Dusun yang kokoh di bawah kekuasaan Rio Teluk Panjang.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979, maka status kampung dibawah kekuasaan Rio menjadi Desa yang langsung dibawah kekuasaan Camat Muara Bungo, dengan nama Desa Baru Teluk Panjang, kepala Desanya yang pertama iyalah Adnan Bin H. Karamo Jayo Rajo Pengulu.
Setelah berlaku Undang-undang nomor 32 Tahun 2004, dalam rangka sosialisasi pemekaran kecamatan – kecamatan dalam Kabupaten Bungo sesuai anjuran dari narasumber sosialisasi tersebut bahwa nama – nama Desa, Kecamatan, Kabupaten Dan Kota harus melatar belakangi historis wilayah tersebut. Atas dasar itulah Desa Baru Teluk Panjang dirubah menjadi Desa Lubuk Benteng.
Latar belakang Desa Lubuk Benteng
Konon kabarnya pada zaman dahulu dibelakang Desa Lubuk Benteng sekarang dipinggir sungai Batang Tebo ada sebuah lebak yang bernama Lebak Benteng. Lebak Benteng tersebut menurut lagenda merupakan sebuah Benteng pertahanan sewaktu perang Raja Mataram yang berkedudukan di Tanah Periuk, melawan tentara Komring yang datang dari Palembang, kalau dikaitkan dengan sejarah nasional mungkin tentara komring itu adalah tentara kerajaan Sri Wijaya. Namun diterima atau tidaknya kisah ini nyatanya cerita tersebut ada ditengah – tengah masyarakat.
Kata Lebak diganti menjadi kata Lubuk berdasarkan pengertian analisa lapangan yakni Lebak adalah suatu tempat berkumpulnya air yang pada musim kemarau airnya kering dan di aduk-aduk orang untuk mencari ikan. Kalau dijadikan nama Desa mungkin mengakibatkan penilaian yang tidak baik mudah diintimidasi dari luar. Sedangkan kata Lubuk adalah sekumpulan air yang dalam, walaupun musim kemarau tidak akan kering, banyak mendatangkan rizki (banyak ikannya) ada buaya penunggu yang tidak mungkin akan diganggu oleh buaya lain.
Jadi menurut seluko adat : “Adat berguru kealam terbentang”. Maka tepatlah kata lubuk dipakai untuk nama Desa, sesuai dengan kata orang alim “Sebuah nama adolah Do’a"