Perkembangan seni pertunjukan di Indonesia

Seni pertunjukan adalah suatu karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu dipertontonkan kepada khalayak umum.[1] Seni pertunjukan melibatkan empat unsur yaitu, waktu, ruang, tubuh seniman, dan penonton.

Waktu adalah unsur penting yang melibatkan adanya interaksi secara langsung antara penonton dengan seniman yang menampilkan karya seni. Walaupun sekarang ini seni pertunjukan sudah menggunakan kecanggihan teknologi. Waktu yang diperlukan lebih fleksibel. penonton bisa berinteraksi kepada seniman kapan saja melalui teknologi.

Ruang adalah tempat yang digunakan untuk pementasan sebuah karya seni.[2]

Bentuk adalah tempat pertunjukan, bisa berbentuk panggung pertunjukan atau hanya sekedar altar.[3] Altar ini biasanya digunakan pada seni pertunjukan tradisional, seperti tayub, kecak, jaranan, reog, dan sebagainya.  Panggung pertunjukan biasanya digunakan oleh seni pertunjukan modern.

Tubuh sebagai media utama dalam mewujudkan sebuah karya seni. Pada gerakan sebagai hasil karya. Seni musik  tubuh sebagai penggerak alat musik agar bisa memainkan karya seni musik yang indah. Teater, gerak tubuh sebagai media pengungkapan karya seni disertai dengan  dialog. Dimulai dari bahasa tubuh, lalu lahir kata, dan kembali pada tubuh yang sampai sekarang masih terus dieksplorasi menjadi media utama teater.[4]

Penonton adalah sekumpulan orang yang menikmati suatu pertunjukan.[5] Dikatakan seni pertunjukan apabila ada yang ditonton dan juga ada yang menonton.

Pada zaman dahulu, seni pertunjukan itu bersifat sederhana, sebelum ada gamelan iringan yang digunakan hanya sorak-sorai,  tepukan tangan, bebatuan atau benda-benda alam lainnya. Pertunjukan dilaksanakan di altar dengan bentuk penonton melingkar. Tanpa adanya kelas bagi penonton. Dilakukan oleh masyarakat sekitar. Cerita atau gerakan diperoleh dari contoh orang sebelumnya. Tidak menggunakan naskah atau perencanaan secara detail dan pola cerita tetap.[6]

Perkembangan masa kerajaan

Pada masa kerajaan seni pertunjukan terbagi menjadi seni pertunjukan untuk rakyat jelata atau tradisional dan seni pertunjukan di kalangan keraton. Di keraton, bahasa yang digunakan lebih halus. Bukan menggunakan bahasa sehari-hari. Mempunyai aturan yang sangat ketat bahasa antar tokoh. Contohnya bahasa klasik puja-sastra (wayang orang). Dipertunjukkan hanya dikhususkan untuk orang-orang yang berada di dalam keraton, tidak untuk khalayak ramai.[7]

Perkembangan pada masa penyebaran Islam

Pada masa penyebaran agama Islam seni pertunjukan dipakai sebagai alat untuk mengumpulkan masyarakat. Seni pertunjukan disipi khotbah tentang ajaran agama. seni pertunjukan yang bisa disisipi ajaran agama ada seni tari dan wayang kulit.[8]

Seni Pertunjukan Masa  Penjajahan

Pada masa penjajahan Jepang seni pertunjukan dilakukan secara bebas,  bahkan di Semarang ditemui orang yang mengamen menggunakan boneka potehi di mana-mana.[9] Masyarakat Kalimantan Timur seni pertunjukan digunakan sebagai alat untuk menyamarkan latihan gerakan bela diri.  Jurus pencak silat disamarkan menjadi gerakan-gerakan tari  agar tetap bisa berlatih.[10]

Seni Pertunjukan Di Masa Sekarang.

Cerita yang disampaikan sudah bertema sangat luas sesuai perkembangan zaman. Lebih mementingkan karya pribadi seseorang. Menggunakan perencanaan secara detail. Menggunakan  kecanggihan teknologi sesuai perkembangan. Interaksi antara penonton  tidak secara langsung. Pelaku bukan lagi masyarakat setempat.[11]

Referensi

  1. ^ "TINJAUAN HAKEKAT OBYEK STUDI" (PDF). 2017. 
  2. ^ "BENTUK RUANG PERTUNJUKAN". Media Referensi & Informasi Pekerja Acara. Diakses tanggal 2023-04-14. 
  3. ^ Naing, Naidah; Hadi, Abdul Karim; Djamereng, Asdar (2019-11-04). "Makna Ruang Sakral pada Tata Ruang Dalam Rumah Panggung Tradisional Bugis". Jurnal Permukiman. 14 (2): 62. doi:10.31815/jp.2019.14.62-72. ISSN 2339-2975. 
  4. ^ Supartono, Tony (2017). [jurnal.isbi.ac.idhttps://jurnal.isbi.ac.id/index.php/panggung/article/view/177 "Penciptaan Teater Tubuh"]. InstitutSeni Indonesia Yogyakarta. 
  5. ^ Kurniadi, Moch Rizky Prasetya (2023-04-14). "2 Arti Kata Penonton di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)". KBBI. Diakses tanggal 2023-04-14. 
  6. ^ "Pengertian Seni Pertunjukan, Sejarah, Ciri-ciri, Unsur dan Contoh Secara Lengkap" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-04-14. 
  7. ^ Basuki, Ribut. Penelitian Seni Pertunjukan. Rajawali Pers. 
  8. ^ drs.h.moh Suryana, Drs Anwar Kurnia. Sejarah SMP kelas 7. 
  9. ^ Redaksi Majalah Adiluhung. "Wayang, Keris, Batik dan Kuliner Tradisional". Majalah Adiluhung. 
  10. ^ Satyawati Surya, Kiftiawati, Asril Gunawan. Warisan Budaya Kalimantan Timur. hlm. 76. 
  11. ^ https://books.google.co.id/books?id=sFKeEAAAQBAJ&pg=PA75&dq=ciri+seni+pertunjukan+zaman+sekarang&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjCn6aWl6j-AhXq8DgGHYcSDXQQ6AF6BAgHEAI#v=onepage&q=ciri%20seni%20pertunjukan%20zaman%20sekarang&f=falseLenong: Masa Lampau, Masa Kini dan Masa Depan - Komedi Betawi Syaiful Amri, Syaiful. Masa Lampau, Masa Kini dan Masa Depan - Komedi Betawi.  line feed character di |last= pada posisi 307 (bantuan)