Mika

Revisi sejak 2 Mei 2023 13.55 oleh Minthesiez (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Mika atau abrak (serapan Bahasa Sansekerta) adalah sejenis mineral. Kata "mika" berasal dari kata bahasa Latin micare, "bergemerlapan", sebab mineral satu ini terlihat gemerlap (khususnya saat berskala kecil).

Batu bermika
Pelat mika
Serpihan mika

Mika memiliki bentuk lamela berkilap hitam.

Klasifikasi mika

sunting

Mika memiliki rumus umum kimia [1]

X2Y4–6Z8O20(OH,F)4
dengan X biasanya adalah K, Na, atau Ca, tetapi dapat pula Ba, Rb, atau Cs;
Y terutama adalah Al, Mg, atau Fe, dan dapat pula Mn, Cr, Ti, Li, dsb.;
Z terutama sekali adalah Si atau Al, tetapi bisa pula mencakup Fe3+ atau Ti.

Secara struktural, mika bisa digolongkan sebagai disoctahedral (Y = 4) dan trisoctahedral (Y = 6). Jika ion X adalah K atau Na, maka mika itu termasuk golongan common. Tapi apabila ion X adalah Ca, maka mika digolongkan sebagai mika rapuh.

Mika dengan antarlapisan yang tidak mencukupi

sunting

Mika yang berjaringan sangat halus dengan muatan ion dan air yang biasanya lebih bervariasi secara informal dijuluki mika lempung, diantaranya:

  • Hidro-muskovit dengan H3O+ bersama-sama dengan K dalam tempat X;
  • Ilit dengan kekurangan K dalam tempat X dan lebih banyak Si dalam tempat Z;
  • Fengit dengan Mg atau Fe2+ menggantikan Al dalam tempat Y site dan peningkatan Si dalam tempat Z.

Deposit

sunting
 
Output Mika dalam 2005

Dalam laporan British Geological Survey tahun 2005, India memiliki deposit mika terbesar sedunia. China adalah produsen mika terbesar karena sepertiga mika di dunia ini dihasilkan olehnya, dibayang-bayangi dengan ketat oleh AS, Korea Selatan, dan Kanada. Deposit Lempeng Mika yang banyak pernah ditambang di New England dari abad 19 sampai 1960-an. Tambang mika yang besar berada di Connecticut, New Hampshire, dan Maine.

Mika didistribusikan secara luas dan terdapat di daerah batuan beku, batuan metamorf, dan batuan sedimen. Kristal-kristal mika berukuran besar yang digunakan untuk berbagai aplikasi biasanya ditambang dari pegmatit granit.

Sampai abad ke-19, kristal-kristal mika berukuran besar lumayan langka dan mahal sebagai akibat dari suplai yang terbatas di Eropa. Namun harganya lumayan dramatis saat cadangan mika yang besar ditemukan dan ditambang di Afrika serta Amerika Selatan pada awal 1800-an. Lempengan mika terbesar yang pernah ditambang berasal dari sebuah tambang di Denholm, Quebec, Kanada.[2]

Kikisan dan lempengan tipis (serpihan) mika diproduksi di banyak tempat. Mika serpihan berasal dari beberapa sumber: batu metamorf bernama sekis sebagai sebuah produk sampingan dari pengolahan sumber feldspar dan kaolin, dari endapan letakan, dan dari pegmatit. Deposit mika lempengan lebih sedikit daripada mika serpihan dan kikisan. Mika lempengan kadang-kadang didapatkan dari penambangan mika kikisan dan serpihan. Sumber mika lempengan yang terpenting adalah cadangan pegmatit.

Sifat dan Kegunaan

sunting

Karena memiliki kuat dielektrik yang tinggi dan stabilitas kimiawi yang sempurna, mika sering dijadikan bahan pembuatan kondensator untuk penerapan frekuensi radio. Selain digunakan sebagai insulator dalam alat listrik tegangan tinggi, mika yang juga merupakan bias ganda biasanya digunakan untuk membuat lempeng gelombang paruh.

Karena tahan panas, mikalah yang digunakan (bukannya kaca) dalam berbagai jendela untuk kompor dan pemanas minyak tanah. Mika juga dipakai untuk memisahkan konduktor listrik dalam kabel yang dirancang untuk memiliki sebuah tingkat tahan api agar menyediakan integritas sirkuit. Idenya adalah mencegah bersatunya konduktor yang terbuat dari logam agar tidak terjadi korsleting sehingga kable tetap operasional saat kebakaran terjadi, ini penting untuk berbagai aplikasi seperti penerangan darurat.

Ilit atau mika lempung memiliki kapasitas tukar kation untuk lempung 2:1. Ion-ion K+ di antara lapisan-lapisan mika mencegah pembengkakan dengan menghalangi molekul air.

Karena bisa ditekan menjadi film (saput) tipis, mika sering digunakan pada tabung Geiger-Muller untuk mendeteksi penetrasi rendahnya partikel Alfa.

Aventurin merupakan salah satu variasi kuarsa dengan inklusi mika yang digunakan sebagai sebuah batu permata.

Pelat mika hasil kempaan sering digunakan sebagai pengganti kaca dalam rumah kaca.

Beberapa merk pasta gigi menyertakan mika putih serbuk yang berfungsi sebagai sebuah ampelas (abrasi) yang ringan untuk membantu pemolesan permukaan gigi, serta menambahkan keindahan bersifat kosmetik ke pasta gigi yang tampak lebih berkilauan. Gemerlap dari mika digunakan pula dalam riasan, karena membuat kulit tampak “berseri-seri” dengan jernih atau menolong menyamarkan ketidaksempurnaan.

Pelat mika digunakan pula untuk menyediakan struktur bagi kawat pemanas (seperti Kanthal, Nikrom, dll.) dalam unsur pemanasan dan bertahan sampai 900 °C (1,650 °F).[3][4][5]

Penggunaan mika yang lain adalah sebagai substrat dalam produksi permukaan saput tipis yang ultra flat (seperti permukaan emas). Meski permukaan saput terendapkan masih kasar dikarenakan kinetik endap, bagian belakangnya saput (film) pada antarmuka mika-film menyediakan kedataran yang amat sangat (ultra flat), ketika saput dihilangkan dari substrat.

Mika muskovit merupakan substrat paling umum bagi penyiapan sampel untuk atomic force microscope. Permukaan mika yang baru saja dibelah telah digunakan sebagai substrat pencitraan yang bersih dalam atomic force microscope, sebagai misal membolehkan pencitraan berbagai saput/lapisan bismut,[6] glikoprotein plasma,[7] membran sel,[8] dan berbagai molekul asam deoksiribonukleat.[9]

Penyekat yang terbuat dari mika digunakan dalam elektronika untuk menyediakan penyekat elektrik di antara sebuah komponen penghasil panas dengan heat sink (sungap bahang) yang dipakai untuk mendinginkannya.[10] Kata yang sama kadang-kadang digunakan oleh para teknisi sebagai istilah bagi karet atau getah sintetik (biasanya biru atau abu-abu) yang digunakan untuk tujuan yang sama, tetapi tidak terdiri dari mineral silikat.

Peran mika dalam kehidupan primitif

sunting

Helen Hansma, seorang ilmuwan peneliti yang berafiliasi dengan University of California, mengemukakan bahwa sifat-sifat mika yang uniklah yang memungkinkan terbentuknya kehidupan di dalam lautan berjuta-juta tahun yang lalu.[11] [12] Dalam atomic force microscope, sampel biologis diletakkan di atas mika karena atom-atomnya yang datar. Bahkan molekul asam deoksiribonukleat (DNA) lugas akan terlihat sebagai tepian (rabung) yang kecil. Saat mengamati mika dengan menggunakan mikroskop, disarankan untuk menggunakan sedikit alga serta bahan-bahan organik yang lain guna mengetahui apakah berbagai molekul kehidupan awal bisa jadi berevolusi di dalam mika pada masa-masa sebelum evolusi membran sel atau vesikel lipid. Mika menyediakan sebuah tempat yang beruang serta berwaktu dan perlindungan dari lautan terbuka. Penelitian lebih jauh akan memberikan sejumlah prediksi tambahan mengenai energi serta entropi untuk kehidupan. Mika merupakan batu tua—sejumlah bukti sel-sel kehidupan paling primitif ditemukan di Pulau Akilia, Greenland, dimana biotit, sebuah common mica juga ditemukan. Ion-ion Kalium, yang menyatukan pelat-pelat mika, yang dibutuhkan pula oleh sel. Sup primordial (yang juga disebut sup purba atau sup prabiotik) berasam amino serta sejumlah balok bangunan kehidupan yang sederhana mungkin telah terserap di antara pelat-pelat mika hidrofil. Wilayah planar yang besar di antara pelat telah mengfasilitasi terbentuknya rantai molekul yang panjang. Ruang negatif yang menyimpan ion potasium di mika terpisah sepanjang 0,5 nm, sama halnya dengan asam amino di dalam protein. Sementara lempung juga menyediakan penjarakan yang mendorong proses tersebut, tetapi wilayah planarlah yang mendorong proses tadi dengan lebih baik lagi. Pemuain serta pemendekan yang disebakan perubahan suhu dan arus laut menyediakan daya mekanis yang menolong penyusunan kembali molekul serta memicu pembentukan ikatan kimia.

Mika pada zaman kuno

sunting
 
Ukiran tangan yang terbuat dari mika dan berasal dari tradisi Hopewell

Manusia menggunakan mika sejak zaman prasejarah. Penggunakan mika paling awal ditemukan dalam sejumlah lukisan gua dari zaman Paleolitik tua (40.000 SM sampai 10.000 SM). Warna pertama adalah merah (besi oksida, hematit, atau oker merah) dan hitam (dioksid manggan, pyrolusite), kendati hitam dari juniper (sejenis semak) maupun zat arang pohon cemara juga telah ditemukan saat itu. Terkadang putih dari kaolin (tanah liat) atau mika digunakan.

Beberapa kilometer sebelah timur lautnya Ciudad de México terdapat situs purba Teotihuacan. Struktur Teotihuacan yang penampilannya paling menarik perhatian adalah piramid matahari yang menjulang tinggi. Piramid itu berisikan banyak sekali mika dari tambang lokal dalam lapisan-lapisan yang tebalnya sampai 30 cm.[13]

Selama berabad-abad, bubuk halus dari mika digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk untuk dekorasi. Gulal dan Abeer berwarna yang digunakan penganut Agama Hindu di India Utara dalam festival holi mengandung kristal-kristal kecil yang halus dari mika. Istana Padmanabhapuran di Thiruvananthapuram, India, memiliki jendela-jendela mika berwarna.

Rujukan

sunting
  1. ^ Deer, W. A., R. A. Howie and J. Zussman (1966) An Introduction to the Rock Forming Minerals, Longman, ISBN 0-582-44210-9
  2. ^ "Denholm" (dalam bahasa French). MRC de La Vallée-de-la-Gatineau. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-09-15. Diakses tanggal 2008-08-27. 
  3. ^ "Precision Pressed Products". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-09. Diakses tanggal 2008-10-23.  071103 precisionv-1mica.com
  4. ^ "S & J Trading Inc : Mica Products". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-01-26. Diakses tanggal 2008-10-23.  071103 sjmica.com
  5. ^ "Mica Products". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-02-18. Diakses tanggal 2008-10-23.  071103 indiamart.com
  6. ^ Weisenhorn, A. L. (1991). "Atomically resolved images of bismuth films on mica with an atomic force microscope". Journal of Vacuum Science & Technology, B: Microelectronics and Nanometer Structures. 9 (2): 1333–1335. doi:10.1116/1.585190. 
  7. ^ Marchant, Roger E. (1992). Journal of Colloid and Interface Science. 148 (1): 261–272. doi:10.1016/0021-9797(92)90135-9.  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan)
  8. ^ Singh, Seema (1991). "Atomic force microscopy of supported planar membrane bilayers". Biophysical Journal. 60 (6): 1401–1410. PMC 1260200 . 
  9. ^ Thundat, T.; Allison, D. P.; Warmack, R. J.; Brown, G. M.; Jacobson, K. B.; Schrick, J. J.; Ferrell, T. L. Scanning Microscopy (1992), 6(4), 911-18
  10. ^ See pictures and use on [1] Diarsipkan 2008-08-28 di Wayback Machine. [2] Diarsipkan 2008-10-20 di Wayback Machine. [3] Diarsipkan 2008-08-04 di Wayback Machine. [4][pranala nonaktif permanen]
  11. ^ Life On Earth May Have Originated As The Organic Filling In A Multilayer Sandwich Of Mica Sheets
  12. ^ NPR: Life on Earth May Have Begun In Between Rocks
  13. ^ Fagan, Garrett G. (2006). Archaeological Fantasies: How Pseudoarchaeology Misrepresents the Past and Misleads the Public. New York: Routledge. hlm. p. 102. ISBN 0415305934. 

Pranala luar

sunting