Batuan sedimen

batuan yang terbentuk karena deposisi dan sementasi material

Batuan sedimen atau batuan endapan[1] adalah batuan yang terbentuk di permukaan bumi pada kondisi temperatur dan tekanan yang rendah. Batuan ini berasal dari batuan yang lebih dahulu terbentuk, yang mengalami pelapukan, erosi, dan kemudian lapukannya diangkut oleh air, udara, atau es, yang selanjutnya diendapkan dan berakumulasi di dalam cekungan pengendapan, membentuk sedimen. Material-material sedimen itu kemudian terkompaksi, mengeras, mengalami litifikasi, dan terbentuklah batuan sedimen.[2]

Perlapisan batuan sedimen di Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia.

Batuan sedimen meliputiputi 24

dari permukaan bumi. Diperkirakan batuan sedimen mencakup 8% dari total volume kerak bumi.[3]

Studi tentang urutan strata batuan sedimen adalah sumber utama untuk pengetahuan ilmiah tentang sejarah bumi, termasuk Paleogeografi, paleoklimatologi dan sejarah kehidupan. Disiplin ilmu yang mempelajari sifat-sifat dan asal batuan sedimen disebut sedimentologi. Sedimentologi adalah bagian dari baik geologi maupun geografi fisik dan tumpang tindih sebagian dengan disiplin lain dalam ilmu bumi, seperti pedologi, geomorfologi, geokimia dan geologi struktur.

Batuan sedimen terjadi akibat pengendapan materi hasil erosi. Materi hasil erosi terdiri atas berbagai jenis partikel yaitu ada yang halus, kasar, berat dan ada juga yang ringan. Cara pengangkutannya pun bermacam-macam seperti terdorong (traction), terbawa secara melompat-lompat (saltation), terbawa dalam bentuk suspensi, dan ada pula yang larut (solution).

Batuan Sedimen di Mars, hasil investigasi NASA menggunakan Curiosity Mars Rover
Batugamping, jenis umum batuan sedimen

Klasifikasi batuan sedimen berdasarkan genesannya

sunting

Berdasarkan proses yang bertanggung jawab untuk pembentukan mereka, batuan sedimen dapat dibagi menjadi empat kelompok: batuan sedimen klastik, batuan sedimen biokimia (atau biogenik), batuan sedimen kimia dan kategori keempat untuk "kategori lainnya" adalah untuk batuan sedimen yang dibentuk oleh dampak vulkanisme, dan proses-proses minor lainnya.

Batuan sedimen klastik

sunting

Batuan sedimen klastik terdiri dari mineral silikat dan fragmen batuan yang diangkut menggunakan fluida yang bergerak (sebagai bed load, suspended load, atau sebagai sedimen aliran gravitasi) dan terendapkan ketika fluida ini berhenti. Batuan sedimen klastik sebagian besar terdiri dari kuarsa, feldspar, fragmen batuan (litik), mineral lempung, dan mika; banyak mineral lainnya dapat hadir sebagai mineral aksesoris dan mungkin penting secara lokal.

Sedimen klastik, dan akhirnya menjadi batuan sedimen klastik, dibagi sesuai dengan ukuran partikel yang dominan (diameter). Kebanyakan ahli geologi menggunakan skala ukuran butir Udden-Wentworth dan membagi sedimen terkonsolidasi menjadi tiga fraksi: kerikil (diameter> 2 mm ), pasir (diameter 1/16 hingga 2 mm ), dan lumpur (lempung berdiameter <1/256 mm sedang lanau berdiameter antara 1/16 dan 1/256 mm). Klasifikasi batuan sedimen klastik sejajar skema ini; konglomerat dan breksi sebagian besar terbuat dari kerikil, batupasir sebagian besar terbuat dari pasir, dan batulumpur sebagian besar terbuat dari lumpur. Subdivisi tripartit ini mirip dengan pembagian kategori pada literatur yang lebih tua yakni rudit, arenit, dan lutit.

Sub bagian tiga kategori luas ini didasarkan dari perbedaan dalam bentuk klas (konglomerat dan breksi), komposisi (batupasir), ukuran butir dan/atau tekstur (batulumpur).

Batuan sedimen biokimia

sunting

Batuan sedimen biokimia terbentuk ketika biota menggunakan bahan terlarut di udara atau air untuk membangun jaringan mereka. Contohnya termasuk:

  • Sebagian besar batugamping yang terbentuk dari kerangka biota berkapur seperti karang, moluska, dan foraminifera.
  • Batubara, terbentuk dari tanaman yang menghilangkan karbon dari atmosfer dan mengkombinasikannya dengan unsur-unsur lain untuk membentuk jaringannya.
  • Endapan rijang terbentuk dari akumulasi kerangka mengandung silika dari biota mikroskopis seperti radiolaria Dan diatom.

Batuan sedimen kimia

sunting

Batuan sedimen kimia terbentuk ketika konstituen mineral dalam larutan menjadi jenuh dan terpresipitasi secara anorganik . Batuan sedimen kimia yang umum meliputi batugamping oolitik dan batuan-batuan yang terdiri dari mineral evaporit, seperti halit (batuan garam), silvit, barit dan gypsum.

Lain-lain

sunting

Kategori keempat ini termasuk batuan yang terbentuk oleh arus piroklastik, breksi impact, breksi vulkanik, dan proses relatif jarang lainnya.

Skema klasifikasi batuan sedimen berdasarkan komposisi

sunting

Alternatif klasifikasi batuan sedimen dapat dibagi menjadi grup-grup komposisional berdasarkan mineraloginya:

Deposisi dan diagenesis

sunting
 
cross bedding dan scour di batupasir pada formasi logan, Ohio, Amerika Serikat

Transportasi sedimen dan deposisi (pengendapan)

sunting

Batuan sedimen terbentuk ketika sedimen diendapkan dari udara, es, angin, gravitasi, atau air mengalir yang membawa partikel dalam bentuk suspensi. Sedimen ini sering terbentuk ketika pelapukan dan erosi memecah batuan di daerah sumber (provenans) menjadi material . Material kemudian diangkut dari daerah sumber ke daerah pengendapan. Jenis sedimen yang diangkut tergantung pada keadaan geologi dari hinterland (daerah sumber sedimen). Namun, beberapa batuan sedimen, seperti evaporit, terdiri dari material yang terbentuk di tempat pengendapan. oleh karena itu, sifat batuan sedimen, tidak hanya tergantung pada pasokan sedimen, tetapi juga pada lingkungan pengendapan sedimen di mana ia terbentuk.

Diagenesis

sunting
 
tekanan larutan bekerja pada batuan sedimen klastik

Istilah diagenesis digunakan untuk menggambarkan semua perubahan kimia, fisik, dan biologis, termasuk sementasi, yang dialami oleh sedimen setelah deposisi awal, eksklusif pada pelapukan permukaan. Beberapa dari proses ini menyebabkan sedimen terkonsolidasi: membentuk substansi solid dan kompak dari material lepas. Batuan sedimen muda, terutama mereka yang berusia Kuarter (periode terbaru dari skala waktu geologi) sering masih belum terkonsolidasi. Ketika deposisi sedimen terjadi, pembebanan (overburden) menyebabkan tekanan meningkat, dan proses yang dikenal sebagai litifikasi berlangsung.

Batuan sedimen sering terjenuhkan dengan air laut atau air tanah, di mana mineral dapat terlarut atau terendapkan. Mengendapnya mineral mengurangi ruang pori dalam batuan, proses yang biasa disebut sementasi. Karena penurunan ruang pori, cairan bawaan asli terusir atau dikeluarkan. Mineral yang diendapkan membentuk semen dan membuat batuan lebih kompak dan kompeten. Dengan cara ini, klas-klas yang semula longgar dalam batuan sedimen dapat menjadi "terpaku" bersama-sama.

Seiring sedimentasi berlangsung, lapisan batuan yang lebih tua menjadi terkubur lebih dari sebelumnya. Tekanan litostatik dalam batuan meningkat seiring meningkatnya beban dari sedimen di atasnya. Hal ini menyebabkan Kompaksi (pemadatan), sebuah proses di mana butir-butir klas ter-reorganisasi. Kompaksi adalah proses diagenesa yang penting dalam pembentukan - misalnya- batulempung, yang awalnya dapat terdiri dari 60% air. Selama pemadatan, air interstitial ini ditekan keluar dari ruang pori. Kompaksi juga dapat terjadi sebagai hasil dari pelarutan butiran akibat larutan tekanan. Material terlarut akan terendapkan lagi di ruang pori terbuka, yang berarti akan ada aliran material ke dalam pori-pori. Namun, dalam beberapa kasus, mineral tertentu larut dan tidak mengendap lagi. Proses ini, disebut pencucian (leaching), meningkatkan ruang pori di batuan.

Beberapa proses biokimia, seperti aktivitas bakteri, dapat mempengaruhi mineral dalam batuan dan oleh karena itu dianggap sebagai bagian dari diagenesis. Jamur dan tanaman (oleh akarnya) dan berbagai organisme lain yang hidup di bawah permukaan juga dapat mempengaruhi diagenesis.

Penguburan (overburden) batuan akibat sedimentasi yang sedang berlangsung menyebabkan peningkatan tekanan dan temperatur, yang merangsang reaksi kimia tertentu. Contohnya adalah reaksi di mana bahan organik menjadi lignit atau batubara. Ketika suhu dan peningkatan tekanan lebih jauh, ranah diagenesis membuat jalan bagi metamorfosis, proses yang membentuk batuan metamorf.

Sifat-sifat batuan sedimen

sunting

Sifat-sifat yang dapat diidentifikasi dari batuan sedimen adalah sebagai berikut:

 
Sepotong banded iron fomation.Sejenis batuan yang terdiri dari perselingan lapisan besi (III) oksida (merah) dan lapisan besi (II) oksida (abu-abu). Batuan ini biasa terbentuk pada zaman prekambrian, ketika atmosfer masih memiliki sedikit oksigen. Afrika Selatan

Warna dari batuan sedimen sebagian besar ditentukan oleh besi yang terkandung didalamnya, yang merupakan unsur dengan dua oksida utama: besi (II) oksida dan besi (III) oksida. Besi (II) oksida hanya terbentuk dalam keadaan anoxic dan menyebabkan batuan berwarna abu-abu atau kehijauan. Besi (III) oksida sering muncul dalam bentuk mineral hematit dan menyebabkan batuan berwarna kemerahan hingga kecoklatan. Dalam iklim kering benua, batuan berada dalam kontak langsung dengan atmosfer di mana oksidasi adalah proses penting, sehingga menyebabkan batuan berwarna merah atau oranye. Sekuen tebal batuan sedimen berwarna merah yang terbentuk di iklim arid sering disebut red bed. Namun, warna merah tidak selalu berarti bahwa batuan tersebut terbentuk di lingkungan benua atau di iklim kering.[4]

Kehadiran bahan organik dapat mewarnai batuan menjadi hitam atau abu-abu. Bahan organik di alam terbentuk dari organisme mati yang sebagian besar tanaman. Biasanya, bahan tersebut akhirnya meluruh oleh oksidasi atau aktivitas bakteri. Meskipun begitu, dalam keadaan anoxic, bahan organik tidak dapat membusuk, dan menjadi sedimen gelap yang kaya bahan organik tersebut. Hal ini dapat terjadi misalnya di bagian bawah laut dalam dan danau. Hanya terdapat sedikit aliran air di lingkungan tersebut, sehingga oksigen dari air permukaan tidak dibawa turun, dan sedimen yang terendapkan disana biasanya adalah batulempung. Oleh karena itu batuan gelap kaya bahan organik yang sering terbentuk adalah serpih.[4][5]

Tekstur

sunting
 
Diagram di atas menggambarkan butiran dengan sortasi baik (kiri) dan butiran dengan sortasi buruk (kanan)

Ukuran, bentuk dan orientasi klas atau mineral dalam batuan disebut tekstur. Tekstur adalah sifat-sfiat skala kecil dari batuan, namun tekstur juga cukup banyak ditentukan oleh sifat-sifat batuan skala besar, seperti kepadatan, porositas atau permeabilitas.[6]

Batuan sedimen klastik memiliki 'tekstur klastik', yang berarti mereka terdiri dari klas-klas. Orientasi tiga dimensi dari klas-klas disebut fabrik batuan. Antara setiap klas-klas, batuan dapat terdiri dari matriks atau semen (yang terakhir dapat terdiri dari kristal yang berasal dari satu atau lebih mineral presipitasi). Ukuran dan bentuk klas-klas dapat digunakan untuk menentukan kecepatan dan arah arus di lingkungan pengendapan di mana batuan itu terbentuk; batulempung gampingan berbutir halus hanya terendapkan di air tenang sementara kerikil dan klas-klas yang lebih besar hanya terendapkan oleh air yang bergerak cepat.[7][8] Ukuran butir batuan biasanya dinyatakan dengan skala Wentworth, namun skala alternatif kadang-kadang digunakan. Ukuran butir dapat dinyatakan sebagai diameter atau volume, dan selalu nilai rata-rata karena batuan terdiri dari klas-klas dengan ukuran yang berbeda. Distribusi statistik dari ukuran butir yang berbeda untuk jenis batuan yang berbeda dijelaskan dalam sifat yang disebut pemilahan batuan (sortasi). Ketika semua klas kurang lebih berukuran sama, batuan disebut 'sortasi baik', dan ketika ada variasi yang cukup besar dari ukuran klas/butir, batuan disebut 'sortasi buruk'.[9][10]

 
Kebundaran (rounding) dan kebulatan (sphericity)

Bentuk butiran dapat mencerminkan asal batuan.

Coquina, batuan yang terdiri dari klas kerang yang rusak, hanya dapat terbentuk dalam air energetik. Bentuk klas dapat dijelaskan dengan menggunakan empat parameter:[11][12]
  • Tekstur permukaan menggambarkan relief skala kecil permukaan butiran yang terlalu kecil untuk dapat mempengaruhi bentuk umumnya.
  • Kebundaran atau roundness menggambarkan kehalusan bentuk butir
  • Kebulatan atau sphericity menggambarkan sejauh mana bentuk butir atau klas mendekati bola.
  • Bentuk butir menggambarkan bentuk tiga dimensi dari butir.
Batuan sedimen kimia memiliki tekstur non-klastik, yang terdiri sepenuhnya dari kristal. Untuk menggambarkan tekstur batuan tersebut, hanya ukuran rata-rata kristal dan fabrik yang diperlukan.

Mineralogi

sunting

Kebanyakan batuan sedimen mengandung baik kuarsa (terutama batuan silisiklastik) maupun kalsit ( terutama batuan karbonat). Berbeda dengan batuan beku dan batuan metamorf, batuan sedimen biasanya mengandung sangat sedikit mineral utama yang berbeda. Namun, asal usul mineral dalam batuan sedimen sering lebih kompleks daripada dalam batuan beku. Mineral dalam batuan sedimen dapat (telah) dibentuk oleh presipitasi selama sedimentasi maupun ketika terjadi diagenesis. Dalam kasus diagenesis, mineral presipitasi dapat tumbuh di atas semen yang lebih tua satu generasi .[13] Sejarah diagenesis kompleks dapat dipelajari di mineralogi optik, menggunakan mikroskop petrografi.

Batuan sedimen karbonat dominan terdiri dari mineral karbonat seperti kalsit, aragonit atau dolomit. Baik semen maupun klas/butir (termasuk fosil dan ooid) dari batuan karbonat dapat terdiri dari mineral karbonat. Mineralogi dari batuan sedimen klastik ditentukan oleh material yang dipasok dari daerah sumber, cara transportasi ke tempat pengendapan dan stabilitas mineral tertentu. Stabilitas mineral pembentuk utama batuan (ketahanan terhadap pelapukan) dinyatakan oleh seri reaksi Bowen. Dalam seri ini, kuarsa adalah yang paling stabil, diikuti oleh feldspar, mika, dan mineral kurang stabil lainnya yang hanya hadir ketika telah terjadi sedikit pelapukan .[14] Jumlah pelapukan terutama bergantung pada jarak ke daerah sumber, iklim lokal dan waktu yang dibutuhkan untuk sedimen yang akan diangkut sana. Di sebagian besar batuan sedimen, mika, mineral feldspar dan mineral kurang stabil lainnya telah bereaksi dengan mineral lempung seperti kaolinit, illite atau smektit.

 
Lapisan kaya fosil di batuan sedimen, California, Amerika Serikat

Di antara tiga jenis utama dari batuan, fosil paling sering ditemukan di batuan sedimen. Tidak seperti kebanyakan batuan beku dan batuan metamorf, batuan sedimen terbentuk pada suhu dan tekanan yang tidak merusak sisa-sisa fosil. Seringkali fosil ini mungkin hanya terlihat ketika belajar di bawah mikroskop (mikrofosil) atau dengan kaca pembesar atau lup.

Organisme mati di alam biasanya cepat dihapus oleh binatang pemakan bangkai dan bakteri, maupun akibat pembusukan dan erosi. Namun, sedimentasi dapat berkontribusi untuk keadaan tertentu di mana proses alami yang tadi disebutkan tidak mampu bekerja, sehingga menyebabkan fosilisasi. Kesempatan fosilisasi jauh lebih tinggi ketika: tingkat sedimentasi sangat tinggi (menyebabkan bangkai cepat terkubur), di lingkungan anoxic (di mana hanya terjadi sedikit aktivitas bakteri), maupun jika organisme memiliki kerangka yang keras. fosil terawat berukuran besar relatif jarang.

 
Galian (burrow) di turbidit, dibuat oleh krustacea, Pyrenees

Fosil dapat berbentuk sisa-sisa langsung atau jejak organisme dan kerangka mereka. Paling umum diawetkan adalah bagian keras dari organisme seperti tulang, tempurung, dan jaringan kayu dari tanaman. Jaringan lunak memiliki kesempatan yang jauh lebih kecil untuk diawetkan dan terfosilisasi, dan jaringan lunak dari hewan yang lebih tua dari 40 juta tahun sangat jarang.[15] Jejak dari organisme yang dibuat saat masih hidup disebut fosil jejak. Contohnya adalah liang, jejak kaki, dll

Menjadi bagian dari batuan sedimen atau metamorf, fosil menjalani proses diagenesa yang sama seperti batuan. Misalnya, sebuah tempurung terdiri dari kalsit dapat melarutkan sementara semen silika kemudian mengisi rongga. Dengan cara yang sama, mineral-mineral presipitasi dapat mengisi rongga-rongga yang sebelumnya ditempati oleh pembuluh darah, jaringan pembuluh darah atau jaringan lunak lainnya. Hal ini dapat mempertahankan bentuk organisme tetapi mengubah komposisi kimia, proses yang disebut permineralization.[16][17] Mineral yang paling umum di semen permineralisasi adalah karbonat (terutama kalsit), berbagai bentuk silika amorf (kalsedon, flint, rijang) dan pirit. Dalam kasus semen silika, proses ini disebut litifikasi.

Pada suhu dan tekanan yang tinggi, bahan organik dari organisme mati mengalami reaksi kimia di mana zat-zat mudah menguap (volatil) seperti air dan karbon dioksida akan dikeluarkan. Fosil tersebut, pada akhirnya, terdiri dari lapisan tipis karbon murni atau bentuk mineralisasinya, grafit. Jenis fosilisisasi ini disebut karbonisasi. Hal ini sangat penting untuk fosil tanaman.[18] Proses yang sama bertanggung jawab untuk pembentukan bahan bakar fosil seperti lignit atau batubara lainnya.

Struktur sedimen primer

sunting
 
Perlapisan - Silang siur batupasir fluviatil, Kepulauan Shetland

Struktur di batuan sedimen dapat dibagi ke dalam struktur 'primer' (terbentuk selama pengendapan) dan struktur 'sekunder' (terbentuk setelah pengendapan). Tidak seperti tekstur, struktur selalu berbentuk fitur skala besar pada batuan yang dapat dengan mudah dipelajari di lapangan. Struktur sedimen dapat menunjukkan sesuatu tentang lingkungan pengendapan sedimen atau dapat berfungsi untuk mengindikasi di bagian mana batuan tersebut berada ketika sebelum terjadi pembalikan maupun gaya tektonik lainnya.

 
Flute cast, salah satu tipe sole mark, Utah, Amerika Serikat

Batuan sedimen yang tersusun berlapis-lapis disebut lapisan atau strata. Sebuah lapisan didefinisikan sebagai lapisan batuan yang memiliki litologi dan tekstur yang seragam . Lapisan terbentuk oleh pengendapan lapisan sedimen di atas satu sama lain. Urutan lapisan yang mencirikan batuan sedimen disebut perlapisan.[19][20] Lapisan tunggal dapat memiliki ketebalan dari beberapa sentimeter hingga beberapa meter. Lapisan yang lebih halus dan kurang terlihat disebut laminae, dan struktur yang terbentuk di batuan disebut laminasi. Ketebalan laminae biasanya kurang dari beberapa sentimeter.[21] Meskipun perlapisan dan laminasi umumnya dimulai dalam keadaan horizontal di alam, hal ini tidak selalu terjadi. Pada beberapa lingkungan tertentu, lapisan-lapisan diendapkan pada sudut tertentu . Kadang-kadang beberapa set lapisan dengan orientasi yang berbeda berada di batuan yang sama, struktur yang disebut perlapisan- silang siur ( cross bedding).[22] Perlapisan - silang siur terjadi ketika erosi skala kecil terjadi selama deposisi, memotong bagian perlapisan. Perlapisan yang baru lalu terjadi membentuk sudut terhadap perlapisan yang lebih tua.

Kebalikan dari perlapisan - silang siur adalah paralel laminasi, di mana setiap lapisan sedimen saling sejajar satu sama lain.[23] Pada laminasi, perbedaan umumnya disebabkan oleh perubahan siklus dalam pasokan sedimen yang disebabkan, misalnya, oleh perubahan musiman dalam curah hujan, suhu atau kegiatan biokimia . Lamina yang mewakili perubahan musim (mirip dengan lingkaran pohon) disebut varve. Setiap batuan sedimen terdiri dari lapisan dengan skala milimeter bahkan lebih halus lagi yang diberi nama dengan istilah umu laminit. Beberapa batuan tidak memiliki laminasi sama sekali; karakter struktural mereka disebut struktur masif.

Perlapisan berusun (graded bedding) adalah struktur dimana lapisan dengan ukuran butir yang lebih kecil terjadi di atas lapisan dengan butiran lebih besar. Struktur ini terbentuk ketika air yang mengalir cepat berhenti mengalir. Klas - klas yang lebih besar dan berat mengendap lebih dulu baru kemudian klas - klas yang lebih kecil. Meskipun perlapisan bersusun dapat terbentuk dalam berbagai lingkungan yang berbeda, struktur ini adalah karakteristik utama pada arus turbidit.[24]

 
Tanda riak (ripple mark) ditemukan di Bavaria, Jerman

Bentuk lapisan (bedform atau bentuk permukaan perlapisan tertentu) dapat menjadi indikasi untuk lingkungan sedimen tertentu juga. Contoh - contoh bentuk lapisan termasuk bukit (dune) dan tanda riak (ripple mark). Tapak riak (sole mark), seperti tanda alat (tool mark) dan cetakan suling (flute cast), merupakan hasil galian pada lapisan sedimen yang diawetkan. Bentuknya memanjang dan sering digunakan sebagai indikasi arah aliran pada saat proses pengendapan berlangsung.[25][26]

Tanda riak juga terbentuk dalam air yang mengalir. Ada dua jenis: gelombang riak asimetris (asymmetric wave ripples) dan arus riak simetris (symmetric current ripples). Lingkungan di mana saat ini berada dalam satu arah, seperti sungai, menghasilkan riak asimetris. Semakin lama sayap riak tersebut berorientasi berlawanan dengan arah arus.[27][28][29] Gelombang riak terjadi dalam lingkungan di mana arus terjadi pada semua arah, seperti permukaan pasang surut.

Lumpur retak atau mudcrack terbentuk akibat dehidrasi sedimen yang kadang-kadang terjadi di atas permukaan air. Struktur seperti ini umumnya ditemukan di permukaan pasang surut atau titik bar (point bar) di sepanjang sungai.

Struktur sedimen sekunder

sunting

Struktur sedimen sekunder adalah struktur pada batuan sedimen yang terbentuk setelah pengendapan. Struktur tersebut terbentuk oleh proses kimia, fisika dan biologi di dalam sedimen. Mereka bisa menjadi indikator untuk keadaan lingkungan setelah deposisi. Beberapa dapat digunakan sebagai kriteria umur relatif batuan.

 
Konkresi rijang di cyprus

Kehadiran material organik dalam sedimen dapat meninggalkan jejak lebih dari sekadar fosil. Jejak- jejak terawetkan dan liang (burrow) adalah contoh jejak fosil (juga disebut ichnofossil).[30] Beberapa jejak fosil seperti cetakan kaki dinosaurus atau manusia purba dapat menangkap imajinasi manusia, tetapi jejak tersebut relatif jarang. Kebanyakan fosil jejak adalah liang moluska atau arthropoda. Burrowing ini disebut bioturbasi oleh ahli sedimentologi. Bioturbasi dapat menjadi indikator yang berharga dari lingkungan biologi dan ekologi setelah sedimen diendapkan. Di sisi lain, aktivitas burrowing organisme dapat menghancurkan struktur-struktur sedimen primer lain, yang membuat rekonstruksi menjadi lebih sulit.

Struktur sekunder juga dapat terbentuk oleh diagenesis atau pembentukan tanah (pedogenesis) ketika sedimen tersingkap di atas permukaan air. Contoh struktur diagenesa umum dalam batuan karbonat adalah stylolit.[31] Stylolit adalah bidang yang tidak teratur di mana material terlarutkan menjadi pori-pori fluida di dalam batuan. Hasil presipitasi dari spesies kimia tertentu dapat mewarnai batuan, atau disebut juga pembentukan konkresi (concretion). Konkresi merupakan kurang lebih tubuh konsentris dengan komposisi yang berbeda dari batuan induk. Pembentukan mereka dapat terjadi akibat presipitasi lokal akibat perbedaan kecil dalam komposisi atau porositas batuan induk, seperti di sekitar fosil, di dalam liang atau di sekitar akar tanaman.[32] Pada batuan karbonat seperti batugamping dan rijang, konkresi mudah ditemukan. Sedangkan batupasir terestrial dapat memiliki konkresi besi. Konkresi kalsit di batulempung disebut konkresi septarian.

Setelah pengendapan, proses fisik dapat merusak sedimen, membentuk struktur-struktur sekunder kelas tiga. Kontras densitas antar setiap lapisan sedimen yang berbeda, seperti antara pasir dan lempung, bisa mengakibatkan struktur api (flame structure) atau cetakan beban (load cast), yang dibentuk oleh diapirisme terbalik.[33] Diapirisme menyebabkan lapisan atas yang lebih padat tenggelam ke dalam lapisan lainnya. Kadang-kadang, kontras densitas dapat terjadi ketika salah satu satuan batuan mengalami dehidrasi. Lempung dapat dengan mudah dikompresi sebagai akibat dari dehidrasi, sedangkan pasir mempertahankan volume yang sama namun menjadi relatif kurang padat akibat dehidrasi. Di sisi lain, ketika tekanan fluida pori di dalam lapisan pasir melampaui titik kritis, pasir dapat mengalir melalui lapisan lempung di atasnya, membentuk tubuh diskordan dari batuan sedimen yang disebut dike sedimen (proses yang sama dapat membentuk gunung berapi lumpur di permukaan).

Sebuah dike sedimen juga dapat terbentuk di iklim dingin di mana tanah secara permanen beku selama hampir sepanjang tahun. Pelapukan frost dapat membentuk retakan di tanah yang dapat terisi dengan puing-puing dari atas. Struktur tersebut dapat digunakan sebagai indikator iklim urutan pembentukan.[34]

Kontras padatan juga dapat menyebabkan patahan skala kecil, bahkan saat sedimentasi berlangsung (syn-sedimentaru fault).[35] faulting tersebut juga dapat terjadi ketika massa besar sedimen tak terlitifikasi tersimpan di lereng, seperti di sisi depan dari delta atau lereng benua. Ketidakstabilan dalam sedimen tersebut dapat mengakibatkan longsor (slumping). Struktur yang dihasilkan pada batuan akibat proses tersebut yakni lipatan dan patahan sinsedimentasi, yang sulit sekali dibedakan dengan patahan dan lipatan yang diakibatkan oleh gaya tektonik.

Lingkungan Pengendapan Batuan Sedimen

sunting

Situasi di mana batuan sedimen terbentuk disebut lingkungan pengendapan. Setiap lingkungan pengendapan memiliki kombinasi karakteristik proses geologi dan situasi yang berbeda. Jenis sedimen yang diendapkan tidak hanya bergantung pada sedimen yang diangkut ke suatu tempat, tetapi juga bergantung pada lingkungan pengendapan itu sendiri.[36]

Lingkungan pengendapan laut atau marin bermakna bahwa batuan tersebut terbentuk di laut atau samudra. Seringkali, Lingkungan pengendapan laut dangkal dan laut dalam dibedakan. Laut dalam biasanya mengacu pada lingkungan pengendapan dengan kedalaman lebih dari 200 m di bawah permukaan air. Lingkungan laut dangkal ada yang berdekatan dengan garis pantai dan dapat meluas keluar batas landas kontinen (continental shelf / paparan benua). Air di lingkungan tersebut memiliki energi yang umumnya lebih tinggi daripada di lingkungan laut dalam karena aktivitas gelombang. Ini berarti bahwa partikel sedimen kasar dapat diangkut dan sedimen yang diendapkan bisa lebih kasar daripada di lingkungan laut dalam. Ketika sedimen yang tersedia diangkut dari benua, secara bergantian pasir, lempung, dan lanau diendapkan. Ketika benua terletak sangat jauh, jumlah sedimen yang dibawa tersebut mungkinlebih sedikit, dan proses biokimia mendominasi jenis batuan yang terbentuk. Terutama di iklim hangat, lingkungan laut dangkal yang jauh dari lepas pantai biasanya terdiri dari endapan karbonat. Air dangkal dan hangat merupakan habitat yang ideal bagi banyak organisme kecil yang membangun kerangka karbonat. Ketika organisme ini mati, kerangka mereka tenggelam ke dasar, membentuk lapisan tebal lumpur gampingan yang dapat membatu menjadi batugamping. Lingkungan laut dangkal yang hangat juga merupakan lingkungan yang ideal untuk terumbu karang, yang merupakan sedimen yang terdiri dari kerangka karbonat dari organisme yang lebih besar.[37]

Di lingkungan pengendapan laut dalam, arus air di dasar laut kecil. Hanya partikel halus dapat diangkut ke tempat-tempat ini. Biasanya sedimen yang terendapkan di dasar laut dalam adalah lempung halus atau kerangka-kerangka kecil mikroorganisme. Pada kedalaman 4 km, kelarutan karbonat meningkat secara dramatis (zona kedalaman di mana hal ini terjadi disebut isoklin). Sedimen karbonatan yang tenggelam di bawah lysoklin kemudian larut, sehingga tidak ada batugamping yang dapat dibentuk di bawah kedalaman ini. Namun Kerangka mikro-organisme yang terbentuk dari silika (seperti radiolaria) masih dapat bertahan. Contoh dari batuan yang terbentuk dari kerangka silika adalah radiolarit. Ketika dasar laut memiliki kemiringan kecil, misalnya di lereng benua, endapan sedimen yang ada dapat menjadi tidak stabil, menyebabkan terjadinya arus turbidit. Arus turbidit adalah gangguan mendadak pada lingkungan laut yang cukup dalam dan dapat menyebabkan pengendapan spontan sedimen dalam jumlah besar, seperti pasir dan lanau. Urutan batuan yang terbentuk oleh arus turbidit disebut turbidit.[38]

Lingkungan pengendapan transisi (terminologi amerika serikat = lingkungan pengendapan pantai ) didominasi oleh aksi gelombang. Di pantai, sedimen dominan kasar seperti pasir atau kerikil terendapkan, sering berbaur dengan fragmen tempurung. Dataran pasang surut (tidal flat) dan shoal merupakan tempat-tempat yang kadang-kadang kering karena air pasang. Mereka sering dipotong oleh gully, di mana aliran gully tersebut lebih besar dan juga ukuran butir material yang terbawa dan terendapkan lebih besar. Dimanapun di sepanjang pesisir (baik pesisir dari laut atau danau) badan air yang dimasuki sungai, delta dapat terbentuk. Delta adalah akumulasi besar sedimen yang diangkut dari benua ke tempat-tempat di depan mulut sungai. Delta umumnya terdiri dari sedimen klastik.

Sebuah batuan sedimen yang terbentuk di benua disebut memiliki lingkungan pengendapan benua. Contoh lingkungan pengendapan benua yaitu laguna, danau, rawa, dataran banjir dan kipas aluvial. Dalam air tenang seperti rawa, danau dan laguna, sedimen halus terendapkan, bercampur dengan bahan organik dari tanaman dan hewan yang mati. Di sungai, energi air jauh lebih tinggi dan bahan yang diangkut terdiri dari sedimen klastik. Selain transportasi air, sedimen di lingkungan benua juga bisa diangkut oleh angin atau gletser. Sedimen yang diangkut oleh angin disebut Aeolian dan batuannya selalu memiliki sortasi yang baik, sedangkan sedimen yang diangkut oleh gletser disebut glasial (glacial till) dan ditandai dengan penyortiran batuan yang sangat buruk.[39]

Fasies sedimentasi

sunting
 
Pergeseran fasies sedimentasi, dalam kasus ini transgresi (atas) dan regresi (bawah)

Lingkungan pengendapan sedimen biasanya berada berdampingan satu sama lain dalam sebuah suksesi alam tertentu. Sebuah pantai, di mana pasir dan kerikil terendapkan, biasanya dibatasi oleh lingkungan laut yang lebih dalam di lepas pantai, di mana sedimen-sedimen yang lebih halus terendapkan pada waktu yang sama. Di belakang pantai, bisa terdapat bukit atau dune (dimana endapan dominannya adalah pasir dengan sortasi baik) atau laguna (di mana lempung halus dan material organik terendapkan). Setiap lingkungan pengendapan memiliki karakteristik endapan sendiri. Batuan khas yang dibentuk dalam lingkungan tertentu disebut fasies sedimen. Ketika lapisan sedimen terakumulasi sepanjang waktu, lingkungan dapat bergeser, membentuk perubahan fasies di bawah permukaan pada satu lokasi. Di sisi lain, ketika lapisan batuan dengan usia tertentu diikuti secara lateral, litologi (jenis batuan) dan fasies akan berubah di titik tertentu.[40]

Fasies dapat dibedakan dengan berbagai cara: yang paling umum adalah dengan litologi (misalnya: batugamping, batulanau atau batupasir) atau dengan konten fosil. Karang misalnya hanya hidup di lingkungan laut hangat dan dangkal dan fosil karang karenanya hanya khas pada fasies laut dangkal. Fasies yang ditentukan oleh litologi disebut lithofasies; facies yang ditentukan oleh fosil disebut biofacies.[41]

Lingkungan pengendapan sedimen dapat menggeser posisi geografis mereka sepanjang waktu. Garis pantai dapat menggeser ke arah laut ketika permukaan laut turun, yakni ketika permukaan naik karena kekuatan tektonik di kerak bumi atau ketika sungai membentuk delta besar. Di bawah permukaan, pergeseran geografis lingkungan pengendapan sedimen dari masa lalu ini terekam dengan baik dalam pergeseran fasies sedimentasi. Ini berarti bahwa fasies sedimen dapat berubah baik sejajar ataupun tegak lurus terhadap lapisan imajiner batuan dengan usia tetap, fenomena yang dijelaskan oleh Hukum Walther.[42]

Situasi di mana garis pantai bergerak ke arah benua disebut transgresi. Dalam kasus transgresi, fasies laut dalam terendapkan di atas facies laut dangkal, sebuah suksesi yang disebut onlap. Regresi adalah situasi di mana garis pantai bergerak ke arah laut. Pada regresi, fasies laut yang lebih dangkal akan terendapkan di atas facies laut yang lebih dalam, situasi yang disebut offlap.[43]

Fasies dari semua batuan dari usia tertentu dapat diplot pada peta untuk memberikan gambaran mengenai paleogeografi. Sebuah urutan peta untuk usia yang berbeda dapat memberikan wawasan dalam pengembangan geografi regional.

Cekungan Sedimentasi

sunting

Tempat dimana sedimentasi skala besar berlangsung disebut cekungan sedimen. Jumlah sedimen yang dapat disimpan di cekungan tergantung pada kedalaman cekungan, yang disebut ruang akomodasi. Kedalaman, bentuk dan ukuran cekungan bergantung pada pergerakan tektonik di litosfer Bumi. Ketika litosfer bergerak ke atas (tectonic uplift), menyebabkan daratan naik ke atas permukaan laut, sehingga erosi menghapus material-material atas permukaan tadi, dan daerah tadi menjadi sumber baru untuk sedimen . Ketika litosfer bergerak ke bawah (tectonic subsidence), sebuah bentuk cekungan dan sedimentasi dapat terbentuk. Ketika litosfer terus bergerak ke bawah, ruang akomodasi baru terus diciptakan.

Suatu jenis cekungan yang dibentuk oleh dua potong benua yang saling bergerak terpisah disebut cekungan keretakan (rift basin). rift basin berbentuk memanjang, sempit dan dalam. Karena gerakan divergen tersebut, litosfer tertarik dan menipis, sehingga astenosfer panas naik dan memanaskan rift basin diatasnya. Karena keadaannya yang terpisah dari sedimen benua, pada rift basin biasanya juga terdapat endapan vulkanik yang merupakan infill. Ketika cekungan tumbuh karena peregangan litosfer terus berlanjut, rift tumbuh dan laut dapat masuk, membentuk endapan laut.

Ketika sepotong litosfer yang dipanaskan dan tertarik tadi mendingin lagi, densitasnya naik, menyebabkan penurunan keseimbangan isostatik. Jika penurunan ini berlanjut cukup lama, terebntuk cekungan yang disebut cekungan sag (sag basin). Contoh cekungan sag adalah daerah di sepanjang tepi benua pasif, tetapi cekungan sag juga dapat ditemukan di pedalaman benua. Dalam cekungan sag berat tambahan dari sedimen yang baru terendapkan sudah cukup untuk menjaga penurunan terjadi dalam lingkaran setan. Sehingga, total ketebalan infill sedimen di cekungan sag bisa melebihi 10 km.

Jenis ketiga dari cekungan sedimentasi ada di sepanjang batas lempeng konvergen - tempat di mana satu lempeng tektonik bergerak menujam ke bawah lempeng yang lain ke dalam astenosfer. Lempeng yang menujam tadi menekuk dan membentuk cekungan fore-arc di depan lempeng yang meniban (overriding plate) - Cekungan yang dalam, asimetris, dan panjang. Cekungan - cekungan fore-arc diisi oleh endapan laut dalam dan sekuen tebal turbidit. Infill tersebut disebut Flysch. Ketika gerakan konvergen dari kedua lempeng menyebabkan kolisi benua, cekungan menjadi dangkal dan berkembang menjadi cekungan tanjung (foreland basin). Pada saat yang sama, pengangkatan tektonik membentuk sabuk pegunungan di lempeng yang meniban (overriding plate), dimana sejumlah besar material dari sabuk pegunungan tersebut tererosi dan terbawa ke cekungan. Material erosi tersebut disebut molase dan terdapat baik di fasies benua maupun fasies samudera. Proses-proses tadi disebut siklus wilson.

Pada saat yang sama, berat yang terus tumbuh dari sabuk pegunungan dapat menyebabkan penurunan litostatik di daerah overriding plate di sisi lain sabuk pegunungan. Jenis cekungan yang dihasilkan dari penurunan ini disebut cekungan busur belakang ( back arc basin) - dan biasanya diisi oleh endapan laut dangkal dan molase.[44]

Tingkat sedimentasi

sunting

Tingkat pengendapan sedimen berbeda tergantung pada lokasi. Sebuah saluran di flat tidal dapat mengalami pengendapan beberapa meter sedimen dalam satu hari, sementara di dasar laut dalam, setiap tahun hanya beberapa milimeter dari sedimen terendapkan. Dapat dibedakan pengendapan akibat sedimentasi normal dan sedimentasi akibat proses katastropisme. Kategori yang terakhir mencakup semua jenis proses yang luar biasa tiba-tiba seperti gerakan massa, longsoran batuan atau banjir. Proses bencana dapat menyebabkan proses pengendapan secara tiba-tiba dari sejumlah besar sedimen. Dalam beberapa lingkungan sedimen, sebagian dari total kolom batuan sedimen dibentuk oleh proses bencana, meskipun lingkungan tersebut secara umum stabil. Lingkungan sedimen lainnya didominasi oleh sedimentasi normal yang sedang berlangsung.[45]

Dalam banyak kasus, sedimentasi terjadi secara perlahan. Di padang pasir, misalnya, angin mengendapkan material silisiklastik (pasir atau lanau) di beberapa tempat, atau banjir katastropik di lembah mungkin menyebabkan pengendapan mendadak sejumlah besar material detrital, tetapi di sebagian besar tempat,erosi eolian yang mendominasi. Jumlah batuan sedimen yang terbentuk tidak hanya bergantung pada jumlah material yang tersedia, tetapi juga pada seberapa baik materi terkonsolidasi. Erosi menghilangkan sedimen yang terendapkan segera setelah pengendapan.[45]

Stratigrafi

sunting

Lapisan batuan muda pada prinsipnya selalu berada di atas lapisan batuan yang lebih tua, hal itu dinyatakan dalam prinsip superposisi. Biasanya ada beberapa gap dalam urutan batuan yang disebut ketidakselarasan. Ketidakselarasan mewakili periode di mana tidak ada sedimen baru yang hadir, atau ketika lapisan sedimen sebelumnya naik ke atas muka air dan tererosi karenanya.

Batuan sedimen berisi mengenai informasi penting tentang sejarah Bumi. Mereka mengandung fosil, sisa-sisa terawetkan dari tanaman purba dan hewan. Batubara dianggap sebagai jenis batuan sedimen. Komposisi sedimen memberikan kita petunjuk ke batuan asal. Perbedaan antara urutan perlapisan menunjukkan perubahan lingkungan dari waktu ke waktu. Batuan sedimen dapat berisi fosil karena, tidak seperti kebanyakan natuan beku dan batuan metamorf, batuan sedimen terbentuk pada suhu dan tekanan yang tidak merusak sisa-sisa fosil.

Klasifikasi lebih lanjut

sunting
  • Berdasarkan proses pengendapannya
    • batuan sedimen klastik (dari pecahan pecahan batuan sebelumnya)
    • batuan sedimen kimiawi (dari proses kimia)
    • batuan sedimen organik (pengedapan dari bahan organik)
  • Berdasarkan tenaga alam yang mengangkut
    • batuan sedimen aerik (udara)
    • batuan sedimen akuatik (air sungai)
    • batuan sedimen marin (laut)
    • batuan sedimen glastik (gletser)
  • Berdasarkan tempat endapannya
    • batuan sedimen limnik (rawa)
    • batuan sedimen fluvial (sungai)
    • batuan sedimen marine (laut)
    • batuan sedimen teistrik (darat)

Penamaan batuan sedimen biasanya berdasarkan besar butir penyusun batuan tersebut. Penamaan tersebut adalah: breksi, konglomerat, batupasir, batulanau, batulempung.

  • Breksi adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih besar dari 2 mm dengan bentuk butitan yang bersudut
  • Konglomerat adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih besar dari 2 mm dengan bentuk butiran yang membudar
  • Batu pasir adalah batuan sedimen dengan ukuran butir antara 2 mm sampai 1/16 mm
  • Batu lanau adalah batuan sedimen dengan ukuran butir antara 1/16 mm sampai 1/256 mm
  • Batu lempung adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih kecil dari 1/256 mm

Bibliografi

sunting
  • Andersen, B. G. & H. W. Borns, Jr. (1994). The Ice Age World. Scandinavian University Press. ISBN 82-00-37683-4.
  • Blatt, H., G. Middleton & R. Murray (1980). Origin of Sedimentary Rocks. Prentice-Hall. ISBN 0-13-642710-3.
  • Boggs, S., Jr. (1987). Principles of Sedimentology and Stratigraphy (1st ed.). Merrill. ISBN 0-675-20487-9.
  • Boggs, S., Jr. (2006). Principles of Sedimentology and Stratigraphy (4th ed.). Upper Saddle River, NJ: Pearson Prentice Hall. ISBN 978-0-13-154728-5.
  • Buchner, K & R. Grapes (2011). "Metamorphic rocks". Petrogenesis of Metamorphic Rocks. Springer. pp. 21–56. doi:10.1007/978-3-540-74169-5_2. ISBN 978-3-540-74168-8.
  • Collinson, J., N. Mountney & D. Thompson (2006). Sedimentary Structures (3rd ed.). Terra Publishing. ISBN 1-903544-19-X.
  • Dott, R. H. (1964). "Wacke, graywacke and matrix - what approach to immature sandstone classification". Journal of Sedimentary Petrology 34 (3): 625–632. doi:10.1306/74D71109-2B21-11D7-8648000102C1865D.
  • Einsele, G. (2000). Sedimentary Basins, Evolution, Facies, and Sediment Budget (2nd ed.). Springer. ISBN 3-540-66193-X.
  • Folk, R. L. (1965). Petrology of Sedimentary Rocks. Hemphill.
  • Levin, H. L. (1987). The Earth through time (3rd ed.). Saunders College Publishing. ISBN 0-03-008912-3.
  • Press, F., R. Siever, J. Grotzinger & T. H. Jordan (2003). Understanding Earth (4th ed.). W. H. Freeman

Referensi

sunting
  1. ^ "Arti kata batuan endapan". Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud. KBBI Daring. Diakses tanggal 19 Juli 2022. 
  2. ^ Syarifin. 2004. Petrologi. Bandung: Universitas Padjadjaran
  3. ^ Buchner & Grapes (2011), p. 24
  4. ^ a b Levin (1987), p. 57
  5. ^ Tarbuck & Lutgens (1999), pp. 145–146
  6. ^ Boggs (1987), p. 105
  7. ^ Tarbuck & Lutgens (1999), pp. 156–157
  8. ^ Levin (1987), p. 58
  9. ^ Boggs (1987), pp. 112–115
  10. ^ Blatt et al. (1980), pp. 55–58
  11. ^ Levin (1987), p. 60
  12. ^ Blatt et al. (1980), pp. 75–80
  13. ^ Folk (1965), p. 62
  14. ^ For an overview of major minerals in siliciclastic rocks and their relative stabilities, see Folk (1965), pp. 62–64
  15. ^ Stanley (1999), pp. 60–61
  16. ^ Levin (1987), p. 92
  17. ^ Stanley (1999), p. 61
  18. ^ Levin (1987), pp. 92–93
  19. ^ Tarbuck & Lutgens (1999), pp. 160–161
  20. ^ Press et al. (2003), p. 171
  21. ^ Boggs (1987), p. 138
  22. ^ Untuk deskripsi mengenai perlapisan - silang siur, lihat Blatt dkk.(1980), p. 128, pp. 135–136; Press dkk. (2003), pp. 171–172.
  23. ^ Blatt et al. (1980), pp. 133–135
  24. ^ Untuk penjelasan mengenai perlapisan bersusun, lihat Boggs (1987), pp. 143–144; Tarbuck & Lutgens (1999), p. 161;Press dkk. (2003), p. 172.
  25. ^ Collinson et al. (2006), pp. 46–52
  26. ^ Blatt et al. (1980), pp. 155–157
  27. ^ Tarbuck & Lutgens (1999), p. 162
  28. ^ Levin (1987), p. 62
  29. ^ Blatt et al. (1980), pp. 136–154
  30. ^ Untuk deskripisi singkat mengenai fosil-fosil jejak, lihat Stanley (1999), p. 62; Levin (1987), pp. 93–95; and Collinson et al. (2006), pp. 216–232
  31. ^ Collinson et al. (2006), p. 215
  32. ^ Untuk konkresi, lihat Collinson dkk. (2006), pp. 206–215.
  33. ^ Collinson et al. (2006), pp. 183–185
  34. ^ Collinson et al. (2006), pp. 193–194
  35. ^ Collinson et al. (2006), pp. 202–203
  36. ^ Untuk penjelasan mengenai lingkungan-lingkungan pengendapan yang berbeda, lihat Press dkk (2003) atau Einsele (2000), part II.
  37. ^ Untuk definisi dari lingkungan pengendapan laut dangkal, lihat levin (2003), p. 63.
  38. ^ Tarbuck & Lutgens (1999), pp. 452–453
  39. ^ Untuk penjelasanmengenai lingkungan pengendapan laut dangkal, lihat Levin (2003), pp. 67–68.
  40. ^ Tarbuck & Lutgens (1999), pp. 158–160
  41. ^ Reading (1996), pp. 19–2
  42. ^ Reading (1996), pp. 20–21
  43. ^ Reading (1996), pp. 20–2
  44. ^ Untuk penjelasan mengenai tipe-tipe cekungan sedimentasi, lihat Press dkk. (2003), pp. 187–189; Einsele (2000), pp. 3–9.
  45. ^ a b Reading (1996), p. 17