Bahasa Jawa Malang

bagian dari rumpun bahasa Austronesia
Revisi sejak 24 Mei 2023 10.26 oleh Anggoro Arie Dewanto (bicara | kontrib) (Tambahan kosakata)

Bahasa Jawa Malang atau Dialek Malang (bahasa Jawa: ꦧꦱꦗꦮꦩꦭꦁ, translit. Basa Jawa Malang) disebut juga sebagai Osob Kiwalan atau Boso Walikan adalah sebuah dialek bahasa Jawa yang dituturkan di kawasan Malang Raya. Dialek ini memiliki ciri khas berupa membalikkan posisi huruf pada kosakata bahasa Jawa ataupun bahasa Indonesia pada umumnya, kecuali pada konsonan rangkap, afiks dan gabungan suku kata yang tidak memungkinkan bisa dibalik.[2]

Bahasa Jawa Malang
  • ꦧꦱꦗꦮꦩꦭꦁ
    Basa Jawa Malang
  • ꦄꦱꦧ꧀ꦏꦶꦮꦭꦤ꧀
    Asab Kiwalan
Dituturkan diIndonesia
WilayahMalang Raya (Jawa Timur)
EtnisJawa
Penutur
Lihat sumber templat}}
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman ini
Klasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Posisi bahasa Jawa Malang dalam harap diisi Sunting klasifikasi ini 

Catatan:

Simbol "" menandai bahwa bahasa tersebut telah atau diperkirakan telah punah
Aksara Jawa
Abjad Pegon
Alfabet Latin
Status resmi
Diatur olehBalai Bahasa Provinsi Jawa Timur
Kode bahasa
ISO 639-3
Glottologmala1493[1]
Lokasi penuturan
Peta
Peta
Perkiraan persebaran penuturan bahasa ini.
Koordinat: 7°58′48″S 112°37′12″E / 7.98000°S 112.62000°E / -7.98000; 112.62000 Sunting ini di Wikidata
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat
Spanduk dengan bahasa walikan di Malang

Dialek Malang banyak digunakan dan dipopulerkan oleh kalangan pemuda, baik dari dalam maupun luar Malang. Dalam percakapan sehari-sehari dialek ini telah menjadi salah satu ciri khas orang Malang. Selain itu, kelompok pendukung klub sepak bola asal Malang, Aremania, juga turut andil dalam mempopulerkan dialek Malang, melalui penggunaannya dalam berbagai bentuk dukungan kepada klub ataupun dalam percakapan sehari-hari.[3]

Sejarah

Sejarah Boso Ngalam berasal dari pemikiran para pejuang tempo doeloe yaitu kelompok Gerilya Rakyat Kota (GRK). Bahasa khusus ini dianggap perlu untuk menjamin kerahasiaan, efektivitas komunikasi sesama pejuang selain juga sebagai pengenal identitas kawan atau lawan. Metode pengenalan ini sangat penting karena pada masa Clash II perang kemerdekaan sekitar akhir Maret 1949 Belanda banyak menyusupkan mata-mata di dalam kelompok pejuang Malang. Mata-mata ini banyak yang mampu berkomunikasi dalam bahasa daerah dengan tujuan menyerap informasi dari kalangan pejuang GRK. penyusupan ini terutama untuk memburu sisa laskar Mayor Hamid Rusdi yang gugur pada 8 Maret 1949 dalam pertempuran dukuh Sekarputih (sekarang Wonokoyo).

Seorang tokoh pejuang Malang pada saat itu yaitu Suyudi Raharno mempunyai gagasan untuk menciptakan bahasa baru bagi sesama pejuang sehingga dapat menjadi suatu identitas tersendiri sekaligus menjaga keamanan informasi. Bahasa tersebut haruslah lebih kaya dari kode dan sandi serta tidak terikat pada aturan tata bahasa baik itu bahasa nasional, bahasa daerah (Jawa, Madura, Arab, Cina) maupun mengikuti istilah yang umum dan baku. Bahasa campuran tersebut hanya mengenal satu cara baik pengucapan maupun penulisan yaitu secara terbalik dari belakang dibaca kedepan.

Pada saat itu, banyak sekali mata-mata Belanda yang berasal dari orang pribumi sendiri. Otomatis, komunikasi dalam Bahasa Jawa menjadi hal yang riskan karena para mata-mata itu juga pasti akan paham lantas akan membocorkannya pada pihak Belanda. Karena itu para pejuang menggunakan boso walikan untuk mengelabui para mata-mata sekaligus untuk meminimalisir bocornya strategi perjuangan para gerilyawan.

Karena keakraban dan pergaulan sehari-hari maka para pejuang dalam waktu singkat dapat fasih menguasai 'bahasa' baru ini. Sedangkan lawan dan para penyusup yang tidak setiap hari bergaul dengan sendirinya akan kebingungan dan selalu ketinggalan istilah-istilah baru. Maka siapapun yang tidak fasih mempergunakan osob walikan ini pasti bukan dari golongan pejuang dan pendukungnya, sehingga kehadiran para penyusup dapat diketahui dengan cepat serta rahasia komunikasi tetap terjaga.

Karena bahasa ini sangat bebas dan longgar aturannya maka kemungkinan pengembangannya sangat luas untuk itu perlu disepakati beberapa istilah penting dikalangan pejuang. Kesepakatan istilah ini diperlukan juga karena banyak kata penting sulit untuk dibaca terbalik sehingga harus dicari istilah dan padanan yang sesuai namun mudah diingat oleh para pelakunya. Contohnya kata 'Belanda' dalam bahasa Jawa disebut 'Londho' yang cukup sulit dibaca terbalik, maka dicari istilah padanannya yaitu 'Nolo'. Demikian juga dengan 'Polisi' bukan menjadi 'Isilop' namun cukup 'Silop'. Kemudian untuk 'mata-mata' bila dibaca terbalik menjadi 'atam'. Namun untuk menentukan bahwa yang dimaksud dalam istilah tersebut adalah antek Belanda maka ditambahi kata 'keat' dari asal kata 'taek' yang dalam bahasa jawa berarti kotoran. 'Keat Atam' atau kotoran mata dalam bahasa jawa disebut 'ketek' adalah sebutan yang pas untuk para penyusup ini.

Begitu juga dengan nama peralatan perang seperti senjata genggam karena sulit menemukan istilah yang pas maka dipakai kode samaran 'Benduk' dan untuk laras panjang (dowo = panjang dalam bahasa Jawa) disebut 'benduk owod' atau disingkat 'owod' saja. Sedangkan untuk menunjuk masyarakat suku / etnik tertentu disebut 'onet' untuk golongan Cina (asal kata 'cino' dalam bahasa Jawa), 'arudam' untuk madura, 'arab' menjadi 'bara' dan seterusnya. Sedang untuk menyebut diri seseorang digunakan 'uka' = aku, 'ayas' = saya, 'umak' = kamu, 'okir' = riko (kamu dalam bahasa madura).

Sedangkan untuk menyebutkan sesuatu yang baik / bagus digunakan istilah 'nez' dari asal kata bahasa arab 'zen'. Begitu pula dalam menyebut orang tua laki-laki (ayah, Bapak) orang arab biasa menyebut dengan 'abah' atau 'sebeh' yang kemudian menjadi 'ebes'. Istilah 'ebes' kemudian menjadi populer ditujukan sebagai gelar kehormatan tidak resmi kepada para komandan, pemimpin atau pembesar dan pemuka masyarakat yang dituakan oleh segenap masyarakat Malang sampai sekarang.

Namun, boso ngalam bukanlah bahasa sandi karena tetap menggunakan bahasa yang lazim digunakan, hanya cara membacanya yang diubah. Kata yang lazimnya dibaca dari kiri ke kanan dalam boso walikan dibaca dari kanan ke kiri. Bahasa yang bisa dibalik juga bisa berasal dari Bahasa Jawa maupun Bahasa Indonesia. Karena itu pula, boso walikan selalu berkembang karena pasti banyak kata-kata yang bisa dibalik. Namun, tentu tidak semua kata bisa seenaknya dibalik karena hanya kata-kata yang umum saja yang biasanya dibaca secara terbalik. Sebagai contoh, kata "komputer" tidak pernah diucapkan sebagai retupmok karena akan sulit pengucapannya dan tidak lazim digunakan.

Suyudi Raharno pada September 1949 gugur disergap Belanda di suatu pagi buta di pinggiran wilayah dukuh Genukwatu (sekarang Purwantoro) walaupun keadaan pada saat itu sedang gencatan senjata. Seminggu sebelumnya, salah seorang kawan akrabnya yang turut mencetuskan 'osob kera ngalam' yaitu Wasito juga gugur dalam pertempuran di Gandongan (Pandanwangi) sekarang. Saat ini keduanya telah disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati

Sayangnya, sekarang ini semakin sedikit kaum muda Ngalam yang mempraktikkan penggunaan boso walikan sehari-hari. Bagaimanapun, boso walikan merupakan ciri khas budaya Malang yang perlu dilestarikan.[4]

Kosakata

  • Ngalam = Malang
  • Ayahab = bahaya
  • Arudam = Madura
  • Ayabarus/Oyoborus = Surabaya
  • Naurusap = Pasuruan
  • Ngarames = Semarang
  • Olos = Solo
  • Ngundab = Bandung
  • Atrakaj = Jakarta
  • Nukus = Sukun, nama kelurahan di Kota Malang
  • Onosogrem = Mergosono, nama kelurahan di kota Malang
  • Otrahum = Muharto, nama jalan utama di kota Malang
  • Nahelop = Polehan, nama kelurahan di kota Malang
  • Onet = Cina
  • Nolo = Belanda
  • genowu/genaro = orang
  • silup = polisi
  • nolab = balon/pelacur
  • sam = mas
  • nendes kombet = senden tembok (bersandar di dinding)
  • nganal = lanang (Indonesia: laki-laki/pria)
  • Kodew = wedok (Jawa standar: wadon, Indonesia: perempuan/wanita)
  • ngonceb = bencong (Indonesia: waria)
  • nakam = makan
  • asrob = minum
  • oskab = bakso
  • kunam = manuk (ngurub = burung)
  • lecep = pecel
  • ciwe = weci
  • rayab = bayar
    • dirayabi = dibayari
  • ebes = bapak, panggilan hormat tidak formal
  • memes= ibu, panggilan hormat tidak formal
  • ladub = budal (Indonesia: berangkat)
  • oges = sego (Indonesia: nasi)
  • osob = boso (Indonesia: bahasa)
    • osob kiwalan = boso walikan
  • ayas = saya
  • umak = kamu
  • nganem = menang
  • kera = arek (Jawa standar: bocah)
  • hamur = rumah
  • oyi/ojrit = iyo (Indonesia: ya)
  • woles = slow (Indonesia: pelan-pelan/santai)
  • utapes = sepatu
  • libom = mobil
  • adapes = sepeda
    • adapes rotom = sepeda motor
  • oker = rokok
  • ojir = uang
  • uklam = mlaku (Indonesia: berjalan)
    • uklam-uklam = mlaku-mlaku (Indonesia: jalan-jalan)
  • ublem = mlebu (Indonesia: masuk)
  • utem = metu (Indonesia: keluar)
  • idrek = kerja
  • kirangan = tidak tahu
  • tahes = sehat
  • komes = semok (Indonesia: seksi)
  • sinam = manis (cantik)
  • ojob = bojo (suami/istri)
    • ngojob = pacaran
  • oket = teko (Indonesia: datang)
  • ibar = rabi (Indonesia: menikah/kawin)
  • nayamul = lumayan
  • Itreng = ngerti
  • Kadit = tidak
  • Halokes = sekolah
  • Ngarambes = sembarang/terserah
  • Rajajowas = Sawojajar

Referensi

  1. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Dialek Malang". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  2. ^ Hanggoro, Wahyu Puji (2016-01-01). "Bahasa Walikan Sebagai Identitas Arek Malang". Etnografi. 16 (1): 23–30. ISSN 1411-7258. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-26. Diakses tanggal 2018-04-14. 
  3. ^ Rachmawaty, Iin (2012). "Lawikan Kera Ngalam di Tengah Arus Globalisasi". Jurnal Lakon. 1 (1): 98–104. doi:10.20473/lakon.v1i1.1922. 
  4. ^ http://halomalang.com/serba-serbi/ngalamers-harus-tahu-sejarah-boso-walikan. Diakses 19 April 2014

Pranala luar