Dyah Tagwas adalah Raja Medang kesembilan yang memerintah sekitar tahun 885.[1][2]Gelar lengkapnya Maharaja Dyah Gwas Sri Jayakirtiwardhana, sebagaimana dituliskan dalam Prasasti Er Hangat.[3]

Dyah Tagwas
Maharaja Dyah Gwas Sri Jayakirtiwardhana
(menurut Prasasti Er Hangat)
Dyah Tagwas
(menurut Prasasti Wanua Tengah III)
Raja Medang ke-9
Berkuasa(17 Februari 885 - 25 Agustus 885)
PendahuluRakai Kayuwangi
PenerusRakai Panumwangan
Informasi pribadi
WangsaSanjaya
AgamaHindu

Dalam Prasasti Wanua Tengah III (908), ia memerintah antara 17 Februari 885 s.d. 25 Agustus 885.[4][5] Ia adalah raja setelah Rakai Kayuwangi dan sebelum Rakai Panumwangan.[2][6]

Namanya dikenal dalam Prasasti Er Hangat dan Prasasti Wanua Tengah III.

Keterangan

Menurut daftar raja dalam Prasasti Mantyasih (907 M), nama Dyah Tagwas dan beberapa raja Medang lainnya tidak ditemukan.[3] Hal ini kemungkinan karena Prasasti Mantyasih menyebutkan hanya raja-raja yang memerintah lama dan berkuasa penuh, sehingga gelar pada nama raja-raja keturunan Sanjaya pada prasasti tersebut ialah Sri Maharaja.[7]

Dyah Tagwas mengeluarkan Prasasti Er Hangat yang ditemukan di daerah Banjarnegara, Jawa Tengah.[3] Prasasti ini ditemukan dalam keadaan tidak lengkap, sehingga lempeng pertama yang mengandung angka tahun telah hilang. Maka tanggal prasasti ini tidak bisa ditentukan dengan pasti, namun kalau mengikuti kronologi yang dimuat dalam Prasasti Wanua Tengah III, prasasti ini patut ditempatkan dalam tahun 885 M.

Pada namanya tidak ada nama daerah lungguh (ditandai dengan gelar Rakai); mungkin karena ketika naik tahta/merebut kekuasaan belum pernah menjabat baik di ibukota ataupun di daerah (watak), atau karena belum dewasa.[8][7][9]

Kutipan

  1. ^ Dwiyanto, Djoko. 1986. Pengamatan terhadap Data Kesejarahan dari Prasasti Wanua Tengah III tahun 908 Masehi. Dalam PIA IV (IIa). Jakarta: Pulit Arkenas, h. 92-110.
  2. ^ a b Boechari (2013-07-08). Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-91-0520-2. 
  3. ^ a b c Sejarah nasional Indonesia: Jaman kuno. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1975. 
  4. ^ Kebudayaan, Indonesia Departemen Pendidikan dan (1989). Pemugaran Candi Brahma, Prambanan, Candi Sambisari, Taman Narmada. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 
  5. ^ Arif, H. A. Kholiq (2010-01-01). MATA AIR PERADABAN ; Dua Milenium Wonosobo. Lkis Pelangi Aksara. ISBN 978-979-25-5331-4. 
  6. ^ Ras, J. J. (2014). Masyarakat dan Kesusastraan di Jawa. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-899-8. 
  7. ^ a b Seminar Sejarah Nasional IV: Sub tema historiografi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tardisional [i.e. Tradisional], Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 1985. 
  8. ^ Boechari (2013-07-08). Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-2-85539-473-2. 
  9. ^ Hardani, Kayato (Mei 2010). "Rajya Rajya Ing Jawa Madhya, Raja-Raja Mataram Kuna Abad 9-10 Masehi: Perbandingan Antara Naskah Pustaka Rajya-Rajya I Bhumi Nusantara Dengan Prasasti Wanua Tengah III". Berkala Arkeologi Volume 30 No. 1 Mei 2010. Diakses tanggal 22 Januari 2020. 

Referensi

  • Teguh Asmar & Nuriah. 1985. PRASASTI KOLEKSI MUSEUM NASIONAL JILID I. Jakarta: Museum Nasional
Didahului oleh:
Rakai Kayuwangi
Raja Medang
Menurut Wanua Tengah III
(Wangsa Syailendra)
17 Februari 885—25 Agustus 885
Diteruskan oleh:
Rakai Panumwangan