Sri Maharaja Srengga atau Kertajaya disebut juga dengan Dandhang Gendhis meninggal tahun (1222), adalah raja terakhir Panjalu yang memerintah sekitar tahun 1194-1222. Pada akhir pemerintahannya ia menyatakan ingin disembah sebagai dewa. Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok dari Tumapel atau Singhasari, yang menandai berakhirnya masa kerajaan Panjalu.

Kertajaya
Paduka Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa
Raja Panjalu terakhir
Berkuasa1194 - 1222
PendahuluKameswara
KelahiranDaha
Jawa Timur
Kematian1222
Pertempuran Ganter, Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur
KeturunanJayasabha
WangsaIsyana
AgamaHindu

Sejarah

 
Lanchana raja krtajaya saat masih menjadi putra mahkota

Nama Kertajaya terdapat dalam Kitab Nagarakretagama (1365) karya Mpu Prapanca yang dibuat pada masa Majapahit ratusan tahun setelah zaman Panjalu. Bukti kesejarahan keberadaan dari raja Kertajaya adalah dengan ditemukannya Prasasti Sapu Angin (1190), Prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), Prasasti Palah (1197), Prasasti Biri, dan Prasasti Lawadan (1205).

Dari prasasti-prasasti tersebut dapat diketahui nama gelar abhiseka Kertajaya adalah Paduka Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa.

Pemberontakan Ken Arok

Dalam Pararaton Maharaja Kertajaya disebut dengan nama Prabu Dandhang Gendis. Dikisahkan di akhir masa pemerintahannya kestabilan kerajaan Panjalu mulai menurun. Kondisi ini karena sang raja bermaksud untuk mengurangi hak-hak kaum Brahmana. Sang prabu menyatakan ingin disembah selayaknya dewa. Permintaan Prabu Dandhang Gendis ini tentunya mendapatkan perlawanan dari para pendeta maupun kaum Brahmana Hindu dan Buddha. Meskipun Prabu Dandhang Gendis unjuk kesaktian dengan duduk bersila di atas sebatang tombak tajam yang berdiri. Beberapa orang yang tak mau mengakui kedewaan Kertajaya terpaksa harus disiksa dengan kejam hingga akhirnya mati. Sementara bagi yang mengakui kedewaannya akan dibebaskan dari segala hukuman dan diberikan kedudukan terhormat.

Kaum Brahmana dan para pendeta yang ketakutan mereka memilih melarikan diri dari ibu kota Daha, dan oleh karena kelaliman serta perilakunya tersebut membuat Kertajaya terus mendapat penolakan dari para kaum Brahmana. Para kaum Brahmana memilih meninggalkan ibu Kota kerajaan Panjalu. Mereka menyingkir sambil terus menceritakan kesesatan maharaja Kertajaya, kepada seluruh rakyat kerajaan yang ditemuinya. Kaum Brahmana dan para pendeta meminta perlindungan dari wilayah Tumapel (Malang) yang saat itu dibawah kepemimpinan Ken Arok. mereka memilih berlindung kepada Ken Arok, bawahan Dandhang Gendis yang menjadi akuwu (saat ini jabatan setingkat camat) di wilayah Tumapel. Atas dukungan para Brahmana, Ken Arok lalu mengangkat dirinya menjadi raja dan menyatakan wilayah Tumapel sebagai kerajaan merdeka, lepas dari Panjalu.

Mengetahui hal ini, Kertajaya lalu mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Dandhang Gendis sama sekali tidak takut. Ia mengaku hanya bisa dikalahkan oleh Siwa. Mendengar hal itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Guru (nama lain Siwa) dan bergerak memimpin pasukan untuk menyerang Panjalu.

Pertempuran Ganter

Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Panjalu. Kedua pasukan itu kemudian bertemu di dekat desa Ganter, wilayah timur Kadiri.

Perang antara Tumapel dan Panjalu terjadi begitu sengit di dekat wilayah desa Ganter. Para panglima perang Panjalu yaitu Mahisa Walungan (adik Dandhang Gendis) dan Gubar Baleman mati di tangan Ken Arok. Dandhang Gendis sendiri melarikan diri dan bersembunyi naik menuju kahyangan.

Nagarakretagama juga mengisahkan secara singkat berita kekalahan Kertajaya tersebut. Disebutkan bahwa Kertajaya melarikan diri dan bersembunyi dalam dewalaya (alam tempat dewa).

Kedua naskah tersebut memberitakan tempat pelarian Kertajaya adalah alam dewata. Kemungkinan yang dimaksud adalah Kertajaya bersembunyi di dalam sebuah candi pemujaan, atau Kertajaya tewas dan pergi ke alam dewa.

Kadiri menjadi bawahan Tumapel

Sejak kekalahan Kertajaya di pertempuran Ganter, pada tahun 1222 Panjalu menjadi daerah bawahan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, putra Kertajaya yang bernama Jayasabha diangkat Ken Arok sebagai wakil bupati Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya, yang bernama Sastrajaya. Kemudian tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya yang bernama Jayakatwang yang menjadi bupati Gelanggelang. Pada tahun 1292 Jayakatwang memberontak dan mengakhiri riwayat Tumapel.

Menurut keterangan yang didapat di dalam Prasasti Mula Malurung (1255), menyebutkan kalau penguasa Kadiri setelah Kertajaya adalah Bhatara Parameswara putra Bhatara Siwa (alias Ken Arok). Sementara Jayakatwang menurut Prasasti Penanggungan adalah bupati Gelang-Gelang, yang kemudian menjadi raja Kadiri setelah menghancurkan Tumapel tahun 1292.

Daftar pustaka

  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
  • Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
Didahului oleh:
Sri Kameswara
Raja Kadiri
1185—1222
Diteruskan oleh:
Jayakatwang