Tragedi Gedung KNPI Aceh Utara

Revisi sejak 24 Juni 2023 12.38 oleh Pratama26 (bicara | kontrib) (Tanggapan)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Tragedi Gedung KNPI, sebagai sebutan resmi yang dipakai oleh media massa dan organisasi HAM, adalah sebuah peristiwa kekerasan terhadap sipil di Aceh yang terjadi tanggal 9 Januari 1999. Tragedi ini dinamakan berdasarkan lokasi kejadian di gedung Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Lhokseumawe, Aceh, Indonesia. Dalam peristiwa berdarah ini 5 orang warga sipil meninggal dunia, 23 mengalami luka berat serta 21 luka ringan.[1][2]

Tragedi Gedung KNPI Aceh Utara
Tanggal9 Januari 1999
LokasiLhokseumawe, Aceh Utara, Indonesia
Tewas5
Cedera44
Hilang0

Latar belakang

sunting

Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh rentetan beberapa kejadian sebelumnya yang berkaitan dengan pemberontakan GAM di Aceh selepas pencabutan status Daerah Operasi Militer beberapa bulan sebelumnya. Ketika aparat keamanan menyerbu dan mengepung permukiman penduduk di Kandang di mana pada saat itu aparat keamanan sedang mencari keberadaan kelompok sipil bersenjata pimpinan Muhammad Rasyid atau lebih dikenal sebagai Ahmad Kandang. Pada penyerbuan disebutkan 11 orang juga tewas, namun Ahmad Kandang dan kelompoknya berhasil meloloskan diri dari sergapan aparat keamanan. Dari desa Kandang yang berada di pinggiran kota Lhokseumawe itu aparat keamanan menahan 39 orang serta mengamankan bendera bulan bintang milik Gerakan Aceh Merdeka dari sebuah mushalla.[3]

Peristiwa

sunting

Dalam Kasus KNPI awalnya aparat keamanan menggerebek sejumlah rumah di Desa Pusong dan Kandang, Lhokseumawe pada 3 Januari 1999. Penggerebekan di dua desa ini mengakibatkan beberapa orang tewas tertembak dan puluhan lainnya terluka.[4] Mereka korban luka dan yang tertangkap aparat keamanan dari kedua desa ini lalu dibawa ke penahanan sementara di lingkungan Markas Komando Resort Militer 011 Lilawangsa di Lhokseumawe. Aparat keamanan kembali menyisir perkampungan pada 9 Januari 1999 dan menangkap 40 warga. Sama seperti yang telah ditangkap sebelumnya, para warga sipil ini lalu ditahan pula di gedung KNPI.[5]

Pada tanggal 9 Januari 1999 bersamaan dengan masuknya waktu berbuka puasa di Lhokseumawe dan para tahanan menerima ransum berbuka. Tidak lama setelah itu kedalam aula penahanan masuklah puluhan tentara yang beringas lalu mereka mulai menganiaya para warga yang baru saja selesai berbuka puasa. Penganiayaan tersebut tidak mampu diatasi oleh petugas provost yang menjaga para tahanan sehingga akibatnya 2 orang tahanan tewas seketika akibat tidak mampu menahan siksaan para penganiaya. Segera setelah keberingasan para tentara muda itu berhasil diatasi maka puluhan tahanan yang mengalami luka ringan dan berat diangkut ke rumah sakit dan disana 3 tahanan lainnya menyusul meninggal dunia dalam perawatan akibat penganiayaan berat yang mereka alami.[6][7]

Tanggapan

sunting

Peristiwa mengejutkan yang terjadi tidak jauh dari rumah komandan Korem 011 Lilawangsa itu membuat orang nomor 1 di jajaran Korem Lilawangsa mengambil sikap tegas dengan menahan para tentara yang melakukan penganiayaan. Kolonel Inf. Jhonny Wahab selaku Danrem 011 Lilawangsa dalam pernyataannya sangat menyesalkan terjadinya tragedi tersebut dan segera memerintahkan Dandenpom I/I Lhokseumawe, Letkol CPM Mus Marsono, untuk mengusut dan menindak sesuai hukum anggota ABRI yang melakukan pemukulan dan penganiayaan terhadap tawanan tersebut. Ke-50 tentara yang disebutkan ketika melakukan penganiayaan tanpa mengenakan seragam militer itu terancam diajukan ke pengadilan militer (Mahmilub).[8]

Sementara para pegiat HAM yang dimotori oleh beberapa organisasi HAM termasuk KontraS menganggap pertanggungjawaban atas peristiwa penghilangan nyawa sipil dalam tahanan tersebut harus mencakup seluruh jajaran TNI yang bertugas di Aceh ketika itu. Tidak hanya hingga pada level kolonel. Hal itu sebagaimana yang ditegaskan oleh Munir dari KontraS, pendapat itu ditentang oleh Markas Besar TNI melalui Kapuspen TNI Mayjen TNI Sudrajat. Menurut Mayjen TNI Sudrajat, Panglima TNI tak bisa diminta bertanggung jawab atas pelanggaran HAM, yang dilakukan oknum TNI di Aceh.[9]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ KontraS (Siaran Pers 15 Tahun Tragedi Penyiksaan di Gedung KNPI), 2014.
  2. ^ Administrator (1999-01-19). "Tragedi Lhokseumawe, dan Referendum". Tempo.co. Diakses tanggal 2020-05-03. 
  3. ^ "Korban Peringati Tragedi KNPI". ACEHKITA.COM (dalam bahasa Inggris). 2010-01-09. Diakses tanggal 2020-05-03. 
  4. ^ kompas (Operasi Satgas Wibawa 99 di Aceh 11 TEWAS, 32 LUKA, 170 DITAHAN), 6 Januari 1999.
  5. ^ "Rapat Dengar Kesaksian, Korban Konflik Aceh Ungkap Alami Penyiksaan". kumparan. Diakses tanggal 2020-05-03. 
  6. ^ ACEH, DAMAI DENGAN KEADILAN? Mengungkap Kekerasan Masa lalu
  7. ^ Publishing, TEMPO (2020-01-01). BJ Habibie : Diantara Pencabutan DOM Aceh dan Pengiriman Pasukan PPRM. Tempo Publishing. ISBN 978-623-262-162-6. 
  8. ^ "Empat Tawanan Tewas Dianiaya". Serambi Indonesia, 11 Januari 1999. 1999. Diakses tanggal 2014-06-17. 
  9. ^ "DUA KOLONEL AKAN DIAJUKAN KE MAHMIL". TNI Watch! 12/11/99. 1999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-14. Diakses tanggal 2014-06-17.