Suku Dayak Maanyan

suku bangsa di Indonesia

Dayak Ma’anyan adalah salah satu sub suku Dayak tertua di Nusantara, khususnya di Kalimantan bagian tengah dan selatan.[2] Pemukiman Dayak Maanyan tersebar di daerah Kabupaten Barito Timur dan sebagian Barito Selatan di Provinsi Kalimantan Tengah. Di Kalimantan Selatan, pemukiman Dayak Maanyan terkonsentrasi di kecamatan Tanta, khususnya desa Warukin, K

Dayak Ma’anyan
Wanita Dayak Maanyan
Wanita Dayak Maanyan
Para wanita Dayak Maanyan sedang menari
Daerah dengan populasi signifikan
Kalimantan Tengah: 71.000.
Kalimantan Selatan:10.000
Bahasa
Maanyan
Agama
 • 86% Kristen (Katolik & Protestan)
 • 9% Kaharingan
5% Islam [1]
Kelompok etnik terkait
Banjar, Dusun Witu, Paku, Dusun Malang

abupaten Tabalong, dan di desa Uren, Kabupaten Balangan.

Suku Maanyan secara administrasi baru muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 2,80% dari penduduk Kalimantan Tengah, namun dalam sensus BPS tahun 2010 suku Maanyan tergabung ke dalam rumpun suku Dayak.[3]

Menurut situs "Joshua Project" suku Maanyan berjumlah 71.000 jiwa.

Sejarah

Orang-orang Ma'anyan dibawa sebagai buruh dan budak oleh orang-orang Melayu dan Jawa dalam armada dagang mereka, yang mencapai Madagaskar pada sekitar tahun 50–500 Masehi.[4][5][6]:114–115 Bahasa Malagasi berasal dari bahasa Barito Tenggara, dan bahasa Ma'anyan adalah kerabat terdekatnya, dengan banyak kata pinjaman bahasa Melayu dan Jawa.[7][8]

Ada kemungkinan bahwa para sarjana dan pengrajin abad ke-10 mencatat peristiwa orang-orang Ma'anyan yang mengungsi dalam jumlah besar ke Afrika dengan perahu layar cadik seperti yang digambarkan pada relief batu Borobudur pada 945 hingga 946 Masehi.[9] Catatan Arab abad ke-10 Ajayeb al-Hind (Keajaiban India) memberikan laporan invasi di Afrika oleh bangsa yang disebut Wakwak atau Waqwaq,[6]:110 mungkin adalah orang-orang Melayu Sriwijaya atau orang Jawa dari kerajaan Medang,[10]:39 pada 945–946 M. Mereka tiba di pantai Tanganyika dan Mozambik dengan 1000 kapal dan berusaha merebut benteng Qanbaloh, meskipun akhirnya gagal. Alasan serangan itu adalah karena tempat itu memiliki barang-barang yang cocok untuk negara mereka dan China, seperti gading, kulit kura-kura, kulit macan kumbang, dan ambergris, dan juga karena mereka menginginkan budak hitam dari orang Bantu (disebut Zeng atau Zenj oleh orang Arab, Jenggi oleh orang Jawa) yang kuat dan menjadi budak yang baik.[6]:110

Menurut orang Maanyan, sebelum menempati kawasan tempat tinggalnya yang sekarang, mereka berasal dari hilir (Kalimantan Selatan). Walaupun sekarang wilayah Barito Timur tidak termasuk dalam wilayah Kalimantan Selatan, tetapi wilayah ini dahulu termasuk dalam wilayah terakhir Kesultanan Banjar sebelum digabung ke dalam Hindia Belanda tahun 1860, yaitu wilayah Kesultanan Banjar yang telah menyusut dan tidak memiliki akses ke laut, sebab dikelilingi daerah-daerah Hindia Belanda.

Menurut sastra lisan suku Maanyan, setelah mendapat serangan Marajampahit (Majapahit) kepada Kerajaan Nan Sarunai, suku ini terpencar-pencar menjadi beberapa sub-etnis. Suku ini terbagi menjadi beberapa subetnis, di antaranya:

Keunikan Suku Dusun Maanyan, antara lain mereka mempraktikkan ritus pertanian, upacara kematian yang rumit, serta memanggil dukun (balian) untuk mengobati penyakit mereka.[12]

Bahasa

Suku Maanyan memiliki bahasa mereka sendiri yaitu bahasa Maanyan, tetapi bahasa Maanyan ini memiliki beberapa dialek yaitu dialek Paku, Kampung Sapuluh, Banua lima, Paju Epat,Maanyan Samihim, Dusun Witu, Dusun Malang. Masing- masing dialek tersebut dapat dipahami oleh dialek- dialek Maanyan lainnya. Namun untuk komunikasi antar suku dayak lainnya umumnya menggunakan Bahasa Banjar atau Bahasa Indonesia.[13]

Mata Pencaharian

Sebagian besar mata pencaharian suku Maanyan adalah bercocok tanam diladanga dengan sistem tebang bakar. Sistema tebang bakar dilakukan dengan gotong royong antar 12- 15 orang. Mereka mengadakan pembagian kerja antara wanita dan pria. tanaman utama yang ada diladang adalah padi. adapun tanaman lainnya seperti ubi kayu, nenas, ubi rambat, terong, tebu, cabe dan tembakau. mereka juga beburu binatang menggunakan bantuan anjing. dan juga mereka mencari rotan dan damar untuk dijadikan kerajinan tangan seperti tikar dan keranjang. Suku Maanya juga terkenal sebagai penenun. mereka bisa menenun menggunakan kapas dan membuat pakaian dari kulit kayu dan juga membuat perahu yang mana nnti perahu tersebut akan dijual.

Budaya

Tarian

1. Tari Dadas dan Bawo
2. Tari Giring-giring

Bahasa

Bahasa Dayak Maanyan banyak memiliki persamaan dengan bahasa di Madagaskar. contoh bahasa Maanyan adalah

  • kamu = Hanyu
  • Mandi = Mandrus
  • Tidur = mandre

Organisasi

Organisasi suku ini adalah "Dusmala" yang menggabungkan 3 suku Dayak yang serumpun yaitu Dusun, Maanyan dan Lawangan.

Lagu Daerah Dayak Maanyan

Suku Maanyan di Kabupaten Tabalong dan Balangan di Kalimantan Selatan

 
Peta Kecamatan Tanta, di dalamnya terdapat dua desa yang dihuni Dayak Maanyan

Orang Dayak Maanyan Warukin yang sering disebut Dayak Warukin adalah subetnis suku Dayak Maanyan yang mendiami desa Warukin, Haus, dan sekitarnya di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.[14]

Pemukiman Dayak Warukin terdapat dalam daerah kantong/enclave yang di sekitarnya adalah daerah pemukiman suku Banjar.

Dayak Warukin di desa Warukin, Kecamatan Tanta, Tabalong merupakan bagian dari Maanyan Benua Lima. Maanyan Benua Lima merupakan subetnis Maanyan yang terdapat di kecamatan Benua Lima, Barito Timur. Nama asalnya Maanyan Paju Lima. Istilah "benua" berasal dari Bahasa Banjar.

Upacara adat rukun kematian Kaharingan pada Dayak Warukin disebut mambatur. Istilah ini pada subetnis Maanyan Benua Lima pada umumnya disebut marabia.

Kekerabatan bahasa Maanyan Warukin dengan bahasa Banjar Kuala Lupak (Banjar Kuala) sekitar 50%. Kekerabatan bahasa Maanyan Warukin dengan bahasa Banjar Asam-Asam sekitar 57%.

Di Kabupaten Tabalong ini terbagi menjadi empat wilayah keadatan Dayak, salah satu diantaranya wilayah keadatan Dayak Maanyan yaitu:

  1. Wilayah keadatan Dayak Maanyan di desa Warukin
  2. Wilayah keadatan Dayak Deyah Kampung Sepuluh, meliputi sepuluh desa di kecamatan Upau, Haruai, Bintang Ara.[15]
  3. Wilayah keadatan Dayak Deyah Muara Uya dan Jaro.
  4. Wilayah keadatan Dayak Lawangan di desa Binjai.

Di luar keempat daerah-daerah kantong keadatan Dayak Kabupaten Tabalong tersebut juga terdapat suku Banjar yang merupakan mayoritas populasi penduduk Tabalong dan suku Banjar ini tidak terikat dengan Hukum Adat Dayak.

Seni tari: Tari Giring-Giring.[16]

Upacara adat: 1. Aruh Buntang[17][18]

Catatan kaki

  1. ^ Chalmers, Ian (2006). "The Dynamics of Conversion: The Islamisation of the Dayak Peoples of Central Kalimantan". Dalam Vickers, A.; Hanlon, M. Proceedings of the 16th Biennial Conference of the Asian Studies Association of Australia (ASAA): Asia Reconstructed, Jun 26–29 2006 (dalam bahasa Inggris). Wollongong, NSW: Australian National University. hdl:20.500.11937/35283 . 
  2. ^ Raditya, Iswara N. "Jejak Panjang Nan Sarunai, Kerajaan Purba di Kalimantan". tirto.id. Diakses tanggal 2020-05-01. 
  3. ^ (Indonesia) Riwanto Tirtosudarmo, Mencari Indonesia: demografi-politik pasca-Soeharto, Yayasan Obor Indonesia, 2007, ISBN 979-799-083-4, 9789797990831
  4. ^ Dewar, Robert E.; Wright, Henry T. (1993). "The culture history of Madagascar". Journal of World Prehistory. 7 (4): 417–466. doi:10.1007/bf00997802. hdl:2027.42/45256 . 
  5. ^ Burney DA, Burney LP, Godfrey LR, Jungers WL, Goodman SM, Wright HT, Jull AJ (August 2004). "A chronology for late prehistoric Madagascar". Journal of Human Evolution. 47 (1–2): 25–63. doi:10.1016/j.jhevol.2004.05.005. PMID 15288523. 
  6. ^ a b c Kumar, Ann (2012). 'Dominion Over Palm and Pine: Early Indonesia’s Maritime Reach', dalam Geoff Wade (ed.), Anthony Reid and the Study of the Southeast Asian Past (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies), 101–122.
  7. ^ Otto Chr. Dahl, Malgache et Maanjan: une comparaison linguistique, Egede-Instituttet Avhandlinger, no. 3 (Oslo: Egede-Instituttet, 1951), p. 13.
  8. ^ There are also some Sulawesi loanwords, which Adelaar attributes to contact prior to the migration to Madagascar: See K. Alexander Adelaar, “The Indonesian Migrations to Madagascar: Making Sense of the Multidisciplinary Evidence”, in Truman Simanjuntak, Ingrid Harriet Eileen Pojoh and Muhammad Hisyam (eds.), Austronesian Diaspora and the Ethnogeneses of People in Indonesian Archipelago, (Jakarta: Indonesian Institute of Sciences, 2006), pp. 8–9.
  9. ^ Sanusi Pane (1965). Sedjarah Indonesia, Volumes 1-2. Balai Pustaka. hlm. 58–59. 
  10. ^ Nugroho, Irawan Djoko (2011). Majapahit Peradaban Maritim. Suluh Nuswantara Bakti. ISBN 978-602-9346-00-8. 
  11. ^ http://multitree.org/codes/mhy-sih
  12. ^ (Inggris) Susanto, A. Budi (2003). Politik dan postkolonialitas di Indonesia. Kanisius. ISBN 9789792108507.  horizontal tab character di |title= pada posisi 120 (bantuan); Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan)ISBN 9792108505
  13. ^ Melalatoa, M.Junus (1995). Ensiklopedia Suku Bangsa di Indoesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. hlm. 76. 
  14. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-20. Diakses tanggal 2013-12-20. 
  15. ^ https://www.facebook.com/photo.php?fbid=213288232129351&set=a.192571014201073.20021.192570540867787&type=1&theater
  16. ^ http://www.youtube.com/watch?v=4chcihw8JCk
  17. ^ http://lamanday.wordpress.com/2007/11/30/aruh-buntang-prosesi-dayak-manyaan/
  18. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-21. Diakses tanggal 2013-12-20. 

Pranala luar

Lihat pula

Catatan kaki

Pranala luar

Catatan kaki