Tenggelamnya RMS Titanic

tengelamnya kapal titanic dalam sejarah kapal
Revisi sejak 16 Agustus 2023 06.49 oleh Dikaalnas (bicara | kontrib) (kembangkan. On process)

Tenggelamnya RMS Titanic terjadi pada dini hari tanggal 15 April 1912 di Samudra Atlantik Utara, empat hari setelah pelayaran perdananya dari Southampton menuju New York City. Menjadi kapal samudra terbesar yang beroperasi pada masa itu, Titanic mengangkut kurang lebih 2.224 penumpang ketika menabrak gunung es kira-kira pukul 23.40 (waktu kapal)[a] pada hari Minggu, 14 April 1912. Kapal tersebut tenggelam dua jam empat puluh menit kemudian pada pukul 02.20 waktu kapal (05:18 GMT) hari Senin, 15 April, mengakibatkan lebih dari 1.500 penumpang dan awak tewas, menjadikannya salah satu bencana maritim masa damai paling mematikan dalam sejarah.

Tenggelamnya Titanic
Painting of a ship sinking by the bow, with people rowing a lifeboat in the foreground and other people in the water. Icebergs are visible in the background.
Tenggelamnya Titanic yang dilukiskan dalam Untergang der Titanic, ilustrasi tahun 1912 karya Willy Stöwer
Tanggal14–15 April 1912; 112 tahun lalu (1912-04-15)
Waktu23.40–02.20 (02.38–05.18 GMT)[a]
Durasi2 jam dan 40 menit
LokasiSamudra Atlantik Utara, 370 mil (600 km) di tenggara Newfoundland
Koordinat41°43′32″N 49°56′49″W / 41.72556°N 49.94694°W / 41.72556; -49.94694
JenisBencana maritim
PenyebabMenabrak gunung es pada 14 April
Peserta/Pihak terlibatAwak dan penumpang Titanic
HasilPerombakan kebijakan maritim; SOLAS
Tewas1.490–1.635

Titanic menerima enam peringatan keberadaan es laut pada tanggal 14 April, tetapi sedang melaju dengan kecepatan 22 knot (41 km/h) ketika pengawas melihat gunung es. Kapal tidak bisa berbelok dengan cukup cepat dan menabrak gunung es, yang melekukkan sisi kanan kapal dan melubangi enam dari enam belas kompartemennya. Titanic dirancang untuk tetap mengapung jika empat kompartemennya bocor, dan para awak segera menyadari bahwa kapal akan tenggelam. Mereka menggunakan suar mara bahaya dan pesan radio nirkabel untuk meminta bantuan selagi penumpang diungsikan ke sekoci.

Sesuai dengan praktik keselamatan pada masa itu, sistem sekoci Titanic dirancang untuk mengangkut penumpang ke kapal penyelamat terdekat, bukan untuk menampung seluruh penumpang secara bersamaan. Oleh sebab itu, dikarenakan kapal tenggelam dengan cepat dan datangnya bantuan masih beberapa jam lagi, tidak ada sarana penyelamatan yang aman bagi kebanyakan penumpang dan awak dengan sekoci yang hanya berjumlah 20, termasuk 4 sekoci lipat. Persiapan dan pengelolaan evakuasi yang buruk menyebabkan banyak sekoci diluncurkan dalam keadaan setengah penuh.

Titanic tenggelam bersama lebih dari seribu penumpang dan awak di dalamnya. Hampir semua orang yang melompat atau jatuh ke laut tenggelam atau tewas dalam hitungan menit akibat syok dan lumpuh karena kedinginan. RMS Carpathia tiba kira-kira satu setengah jam setelah Titanic tenggelam dan menyelamatkan 710 penumpang dan awak pada pukul 09.15 tanggal 15 April, kurang lebih sembilan setengah jam setelah kapal menabrak gunung es. Musibah tersebut mengejutkan dunia dan menimbulkan kemarahan besar karena kurangnya sekoci, pengaturan keselamatan yang teledor, dan perlakuan tidak setara terhadap penumpang kelas tiga saat proses evakuasi. Penyelidikan lanjutan terhadap musibah ini menganjurkan perubahan besar pada peraturan maritim, yang berujung ditetapkannya Konvensi Internasional untuk Keselamatan Penumpang di Laut (SOLAS) pada tahun 1914, yang masih mengatur mengenai keselamatan maritim sampai saat ini.

Latar be;lakang

 
Titanic saat uji coba laut, 2 April 1912

Saat mulai beroperasi pada tanggal 2 April 1912, Titanic merupakan kapal kedua dari tiga[b] kapal samudra kelas Olympic, dan menjadi kapal terbesar di dunia pada masa itu. Volume Titanic dan RMS Olympic satu setengah tonase bruto terdaftar lebih besar dari RMS Lusitania dan RMS Mauretania, kapal samudra milik Cunard Line pemegang rekor sebelumnya, dan kira-kira 30 meter lebih panjang dari kedua kapal tersebut.[2] Titanic mampu mengangkut 3.547 penumpang dengan cepat dan nyaman,[3] dan dibangun dalam skala yang belum pernah diperhitungkan sebelumnya. Motor bakar torak yang dimiliki Titanic merupakan mesin kapal terbesar yang pernah diciptakan, berdiri setinggi 40 kaki (12 m) dengan diameter tabung 9 kaki (2,7 m), yang membutuhkan pembakaran 600 ton panjang (610 t) batu bara per hari.[3]

Akomodasi penumpang, terkhusus bagian kelas satu, dikatakan "memiliki kelegaan dan kemegahan yang tidak tertandingi",[4], yang ditunjukkan melalui harga tiket yang ditawarkan oleh akomodasi kelas satu. Suite Parlour (suite termahal dan termewah di kapal tersebut) dilengkapi dengan geladak promenade pribadi bertarif lebih dari $4.350 (setara dengan $113.000 saat ini)[5] untuk satu kali perjalanan melintasi atlantik. Kelas tiga, kendati kurang mewah jika dibandingkan dengan kelas satu dan dua, masih teramat nyaman menurut standar kontemporer. Penumpang kelas tiga disuguhi makanan lezat dalam jumlah banyak dan kondisi lebih baik daripada yang mereka alami di rumah sendiri.[4]

 
SS New York hampir bertabrakan dengan Titanic

Pelayaran perdana Titanic dimulai selepas tengah hari pada tanggal 10 April 1912, tatkala kapal tersebut berangkat dari Southampton pada tahap pertama pelayarannya menuju New York.[6] Sebuah kecelakaan nyaris terjadi beberapa menit setelah kapal tersebut berlayar, saat Titanic melewati SS City of New York milik American Line dan Oceanic milik White Star Line yang sedang berlabuh. Benaman raksasa Titanic mengakibatkan kedua kapal kecil tersebut terangkat oleh sapuan air dan kemudian jatuh ke lembah gelombang. Kabel tambat New York tidak sanggup menahan tegangan mendadak dan putus, sehingga buritan kapal tersebut berayun ke arah Titanic lebih dulu. Kapal tunda di dekatnya, Vulcan, berupaya menghela New York dan kapten Titanic memerintahkan agar mesin Titanic "dimundurkan penuh".[7] Kedua kapal terhindar dari tabrakan dengan beda jarak sekitar 4 kaki (1,2 m). Insiden ini, serta perhentian berikutnya untuk menurunkan beberapa awak yang tersesat dengan kapal tunda, menunda keberangkatan Titanic selama tiga perempat jam, sementara New York yang hanyut berhasil dikendalikan.[8]

Beberapa jam kemudian, Titanic singgah di Pelabuhan Cherbourg di Prancis barat laut setelah menempuh perjalanan sejauh 80 mil laut (148 km; 92 mi). Di pelabuhan ini, Titanic menaikkan sejumlah penumpang.[9] Persinggahan berikutnya adalah Queenstown (sekarang Cobh) di Irlandia, tiba kira-kira tengah hari tanggal 11 April.[10] Titanic kemudian berangkat pada sore hari setelah menaikkan lebih banyak penumpang dan barang.[11]

Pada saat Titanic berlayar ke arah barat menyusuri Atlantik, kapal ini mengangkut 892 awak dan 1.320 penumpang. Jumlah ini hanya setengah dari kapasitas penumpang penuhnya sebanyak 2.435 orang.[12] Hal ini dikarenakan saat itu sedang musim sepi dan jadwal pelayaran dari Britania Raya terganggu oleh aksi pemogokan penambang batu bara.[13] Penumpang Titanic berasal dari beragam masyarakat era Edward, mulai dari kalangan jutawan seperti John Jacob Astor dan Benjamin Guggenheim,[14] hingga para emigran miskin dari negara-negara berbeda seperti Armenia, Irlandia, Italia, Swedia, Suriah, dan Rusia, yang mencari penghidupan baru di Amerika Serikat.[15]

 
Rute pelayaran perdana Titanic dari Southampton menuju New York City, lokasi karam ditandai dengan warna kuning

Titanic dikomandoi oleh Kapten [[Edward Smith (kapten laut)|Edward Smith] yang berusia 62 tahun, kapten paling senior di White Star Line. Smith memiliki pengalaman berlayar selama empat dekade dan menjabat sebagai kapten RMS Olympic sebelum dipindahkan untuk menakhodai Titanic.[16] Sebagian besar awak yang bertugas bukanlah kelasi terlatih, melainkan teknisi, pemadam kebakaran, atau juru api yang bertanggung jawab untuk merawat mesin; serta pelayan dan staf dapur yang bertanggung jawab atas penumpang. Terdapat enam petugas pengawas dan 39 pelaut terampil, hanya lima persen dari keseluruhan awak kapal.[12] Sebagian besar awak direkrut di Southampton, sehingga tidak punya waktu untuk membiasakan diri dengan kapal.[17]

Kebakaran terjadi di salah satu tempat penyimpanan batu bara Titanic kira-kira 10 hari sebelum keberangkatan kapal, dan api terus menyala selama beberapa hari saat pelayaran, tetapi akhirnya padam pada tanggal 14 April.[18][19] Kondisi cuaca membaik secara signifikan sepanjang hari; angin kencang dan laut bergejolak di pagi hari berubah menjadi cerah dan tenang di malam hari karena jalur kapal melewati wilayah bertekanan tinggi Arktik.[20] Kondisi es saat itu dipengaruhi oleh musim dingin ringan yang mengakibatkan sejumlah besar gunung es bergeser ke arah barat lepas pantai Greenland.[21]

14 April 1912

Peringatan gunung es

 
Gunung es yang diduga ditabrak Titanic, difoto pada pagi hari tanggal 15 April 1912 oleh kepala pelayan SS Prinz Adalbert. Gunung es tersebut dilaporkan memiliki seberkas cat merah lambung kapal di sepanjang garis airnya di satu sisi.

Pada tanggal 14 April 1912, operator radio Titanic[c] menerima enam pesan dari kapal lain yang memperingatkan mengenai bahaya es hanyut, yang mulai tampak oleh para penumpang Titanic pada sore hari. Kondisi es terburuk di Atlantik Utara umumnya terjadi pada bulan April dalam 50 tahun terakhir. Pesan-pesan ini tidak kesemuanya disampaikan oleh operator radio. Pada saat itu, operator nirkabel di kapal samudra merupakan karyawan Marconi's Wireless Telegraph Company dan bukan anggota awak kapal; tanggung jawab utama mereka adalah mengirim pesan kepada para penumpang, dan laporan cuaca dijadikan sebagai tanggung jawab tambahan.[22]

Peringatan pertama diterima pada pukul 09.00 dari RMS Caronia, melaporkan "gunung, bongkahan es[d] dan ladang es".[23] Kapten Smith mengakui telah menerima pesan tersebut. Pada pukul 13.42, RMS Baltik meneruskan laporan dari kapal Yunani Athenia bahwa kapal tersebut telah "melewati gunung es dan ladang es berukuran besar".[23] Pesan ini juga diterima oleh Smith, yang menyampaikan laporan tersebut kepada J. Bruce Ismay, pimpinan White Star Line, yang berada di Titanic dalam pelayaran perdananya.[23] Smith memerintahkan agar kapal menempuh rute baru yang lebih jauh ke selatan.[24]

Pada pukul 13.45, kapal Jerman SS Amerika, yang berlayar tidak jauh di selatan, melaporkan telah "melewati dua gunung es besar".[25] Pesan ini tidak pernah sampai kepada Kapten Smith atau petugas lainnya di anjungan Titanic. Alasannya tidak jelas, kemungkinan sudah terlupakan karena operator radio harus memperbaiki peralatan yang rusak.[25]

SS Californian melaporkan adanya "tiga gunung es besar" pada pukul 19.30, dan pukul 21.40, kapal uap Mesaba melaporkan telah "melihat banyak bongkahan es yang berat dan sekumpulan gunung es besar. Juga ladang es."[26] Pesan ini juga tidak pernah keluar dari ruang radio Titanic. Operator radio Titanic, Jack Phillips, diduga gagal memahami betapa pentingnya pesan tersebut karena ia sibuk mengirimkan pesan untuk para penumpang melalui stasiun relai di Cape Race, Newfoundland; perangkat radio mengalami kerusakan sehari sebelumnya, mengakibatkan menumpuknya pesan yang berupaya dikosongkan oleh operator radio.[25] Peringatan terakhir diterima pada pukul 22.30 dari operator Californian bernama Cyril Evans, yang pada malam itu berhenti tidak jauh dari ladang es, tetapi Phillips memotong pesannya dan membalas: "Diam! Diam! Saya sedang menyelesaikan Cape Race."[26]

Meskipun awak menyadari adanya bahaya es di sekitar Titanic, mereka tidak mengurangi kecepatan kapal, melainkan terus melaju dengan kecepatan 22 knot (41 km/h; 25 mph), hanya kurang 2 knot (3,7 km/h; 2,3 mph) dari kecepatan maksimumnya.[25][e] Kecepatan tinggi yang ditempuh Titanic di lokasi es dilaporkan berada kelak dikritik sebagai tindakan sembrono, kendati hal tersebut merupakan praktik maritim standar pada saat itu. Menurut Opsir Kelima Harold Lowe, sudah jadi kebiasaan untuk "terus melaju dan bergantung pada pengawas di menara jala dan penglihatan di anjungan untuk menghindari es tepat waktu agar tidak menabraknya".[28]

Kapal laut Atlantik Utara mengutamakan ketepatan waktu melebihi pertimbangan lainnya, berpegang teguh pada jadwal yang menjamin kedatangan mereka sesuai dengan waktu yang diiklankan. Kapal-kapal ini sering dioperasikan dengan kecepatan penuh, menganggap peringatan bahaya hanyalah anjuran, bukannya perintah untuk bertindak. Secara umum dipercayai bahwa es hanya menimbulkan risiko kecil; peringatan jarak dekat sangatlah jarang, dan tabrakan langsung tidak dianggap sebagai mara bahaya. Pada tahun 1907, kapal Jerman SS Kronprinz Wilhelm menabrak gunung es dan mengalami patah haluan, tetapi masihg sanggup menyelesaikan pelayarannya. Pada tahun yang sama, calon nakhoda Titanic, Edward Smith, menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa ia tidak bisa "membayangkan kondisi apa pun yang akan mengakibatkan kapal tenggelam. Pembuatan kapal modern sudah mengatasi segalanya."[29]

"Gunung es, tepat di depan!"

Menjelang tabrakan

Menjelang Titanic menabrak gunung es, sebagian besar penumpang sudah terlelap, dan komando anjungan telah beralih dari Opsir Kedua Charles Lightoller ke Opsir Pertama William Murdoch. Petugas pengawas Frederick Fleet dan Reginald Lee berada di menara jala, 29 meter (95 ft) di atas geladak. Suhu udara turun nyaris mendekati titik beku, dan lautan teramat tenang. Kolonel Archibald Gracie, salah seorang penyintas musibah ini, kelak mengungkapkan bahwa "laut seperti kaca, begitu halus sehingga bintang-bintang terpantul dengan jelas."[30] Kemudian diketahui bahwa kondisi air laut yang tenang sebagaimana saat itu adalah pertanda adanya hanyutan es di sekitarnya.[31]

Meskipun udara cerah, tidak ada penampakan bulan. Dengan kondisi laut yang begitu tenang, sulit untuk mengetahui posisi gunung es terdekat; seandainya laut lebih bergelora, niscaya ombak yang menghantam gunung es akan membuat keberadaannya lebih terlihat.[32] Akibat ketergesaan di Southampton, pengawas tidak memiliki teropong; akan tetapi, teropong juga tidak begitu berguna dalam kegelapan total, yang hanya disinari cahaya bintang dan lampu kapal.[33] Petugas pengawas tetap waspada akan bahaya es, karena Lightoller telah memerintahkan mereka dan awak lainnya agar "terus mengawasi es, terutama es kecil dan bongkahan es".[d][34]

Pada pukul 23.30, Fleet dan Lee melihat sebersit kabut di cakrawala di hadapan mereka, tetapi tidak berdampak apa-apa. Beberapa pakar meyakini bahwa kabut tersebut sebenarnya adalah fatamorgana yang disebabkan oleh pertemuan antara air dingin dengan udara hangat selagi Titanic melewati Lorong Gunung Es, mirip dengan fatamorgana air di padang gurun. Fenomena tersebut menyebabkan cakrawala terlihat cembung, sehingga pengawas tidak bisa melihat apa pun di kejauhan.[35][36]

Tabrakan

 
Jalur Titanic saat berupaya memutar
  Jalur ditrmpuh oleh haluan
  Jalur ditempuh oleh buriitan
 
Gambar tabrakan dengan gunung es

Sembilan menit kemudian, pada pukul 23.39, Fleet melihat gunung es di jalur Titanic. Ia membunyikan bel pengawas tiga kali dan menelepon anjungan untuk memberi tahu Opsir Keenam James Moody. Fleet bertanya, "Apakah ada orang di sana?" Moody menjawab, "Ya, apa yang kau lihat?" Fleet menjawab, "Gunung es, tepat di depan!".[37] Setelah berterima kasih kepada Fleet, Moody meneruskan pesan tersebut kepada Murdoch, yang memerintahkan Intendans Robert Hichens untuk mengubah arah kapal.[38] Murdoch diyakini memberikan perintah "putar penuh ke kanan", yang mengakibatkan kemudi kapal diputar penuh ke sisi kanan dalam upaya membelokkan kapal ke sisi kiri.[33] Pembalikan arah ini, jika dibandingkan dengan praktik pada kapal laut modern, biasa terjadi pada kapal laut Britania pada masa itu. Murdoch juga membunyikan sinyal "mesin mundur penuh" pada telegraf kapal.[24]

Menurut keterangan Opsir Keempat Joseph Boxhall, Murdoch memberi tahu Kapten Smith bahwa ia berupaya "membelokkan penuh ke kiri [gunung es]", membuktikan ia mencoba melakukan manuver "memutar ke kiri" dengan cara mengayunkan haluan di sekitar gunung es, kemudian mengayunkan buritan agar kedua ujung kapal tidak menabrak gunung es. Terjadi penundaan sebelum perintah ini diberlakukan; mekanisme kemudi bertenaga uap memerlukan waktu hingga 30 detik untuk memutar kemudi kapal,[24] dan tugas rumit untuk menyetel mesin ke posisi mundur juga memerlukan waktu untuk dikerjakan.[39] Dikarenakan turbin tengah tidak bisa diputar dibalik, turbin dan baling-baling tengah dimatikan, yang letaknya tepat di depan kemudi kapal. Tindakan ini mengurangi keefektifan kemudi, dengan demikian memperlambat pula kemampuan belok kapal. Andai kata Murdoch membelokkan kapal sembari mempertahankan kecepatan majunya, Titanic mungkin bisa menghindari gunung es dengan jarak beberapa meter.[40] Terdapat bukti bahwa Murdoch hanya memberi isyarat agar mesin dimatikan, bukannya dimundurkan. Kepala Juru Api Frederick Barrett bersaksi bahwa lampu berhenti sempat menyala, tetapi perintah tersebut belum dilaksanakan menjelang tabrakan.[41]

Akibat tindakan tersebut, haluan Titanic berbelok tepat pada waktunya untuk menghindari tabrakan langsung, tetapi perubahan arah mendadak menyebabkan kapal menabrak gunung es dengan hantaman sekilas. Kendati demikian, sebuah taji es di bawah air menggarit sisi kanan kapal selama kira-kira tujuh detik; bongkahan es yang rontok dari bagian atas gunung es jatuh ke geladak depan.[42] Kira-kira lima menit setelah tabrakan, seluruh mesin Titanic dimatikan, dengan haluan menghadap ke utara dan kapal perlahan hanyut terbawa Arus Labrador ke selatan.[43]

Dampak tabrakan

 
Gunung es melekukkan dinding pelat, paku keling terlepas, dan merusak serangkaian kompartemen (tampak samping.)

Sekian lama, tabrakan dengan gunung es diduga sebagai penyebab munculnya bukaan besar di lambung Titanic, "panjangnya tidak kurang dari 300 kaki (91 m), 10 kaki (3 m) di atas permukaan lunas", sebagaimana diutarakan oleh seorang penulis.[44] Di kala Britania Raya menyelidiki penyebab kecelakaan, Edward Wilding (kepala arsitek galangan Harland and Wolff) menghitung volume air yang membanjiri kompartemen empat puluh menit setelah tabrakan. Menurut perhitungannya, area lambung tercabik kira-kira sepanjang 12 square feet (1,1 m2)".[45] Wilding juga mengungkapkan, "Saya yakin hal tersebut pasti terjadi di beberapa tempat, bukan cabikan yang bersambungan", tetapi dengan memperhitungkan banjir di beberapa kompartemen, cabikan lain pastilah meluas ke sekeliling lambung kapal.[45] Penyelidikan lain menemukan bahwa cabikan meluas sepanjang 90 meter, dan kebanyakan pakar menyepakati pernyataan yang samar ini. Peninjauan ultrasonografi modern terhadap bangkai kapal menemukan bahwa kerusakan yang terjadi pada lambung kapal selaras dengan pernyataan Wilding, memiliki enam cabikan sempit yang mencakup area seluas kira-kira 12 hingga 13 square feet (1,1 hingga 1,2 m2). Menurut perhitungan Paul K. Matthias, kerusakan lambung kapal berupa "serangkaian deformasi di sisi kanan yang berawal dan berujung di sepanjang lambung ... kira-kira 10 kaki (3 m) di atas dasar kapal".[46]

Jarak cabikan, yang terpanjang berukuran kira-kira 39 kaki (12 m), diperkirakan mengikuti garis pelat lambung. Hal ini menunjukkan bahwa paku keling besi di sepanjang lapisan pelat yang terlepas atau tercabut telah menciptakan celah sempit tempat air masuk membanjiri. Wilding mengutarakan skenario ini dalam penyelidikan British Wreck Commissioner setelah bencana tersebut, tetapi pandangannya ini diabaikan.[46] Penemu bangkai Titanic, Robert Ballard, berpendapat bahwa dugaan kapal mengalami kerusakan besar hanyalah "produk mistik Titanic. Tidak seorang pun percaya bahwa kapal raksasa tersebut tenggelam akibat cabikan kecil di lambungnya.[47] Kerusakan di lambung kapal mungkin menjadi faktor penyebabnya. Potongan pelat lambung Titanic yang ditemukan kelihatannya hancur akibat benturan dengan gunung es tanpa mengalami lekukan.[48]

Pelat di bagian tengah lambung Titanic (kira-kira 60 persen dari keseluruhan lambung) dipasang menyatu dengan menggunakan tiga baris paku keling baja ringan, tetapi pelat di haluan dan buritan disatukan dengan dua baris paku keling besi tempa yang diduga hampir mendekati batas tegangan sebelum kapal menabrak gunung es.[49][50] Paku keling besi "Best" No. 3 ini memiliki inklusi terak yang tinggi, menjadikannya lebih rapuh daripada paku keling besi "Best-Best" No. 4, dan lebih rentan patah saat berada di bawah tekanan, terutama ketika cuaca sangat dingin.[51][52] Tom McCluskie, seorang pensiunan pengarsip Harland & Wolff, mengungkapkan bahwa RMS Olympic, kapal saudari Titanic, dipaku dengan menggunakan besi yang sama dan beroperasi tanpa insiden selama hampir 25 tahun, selamat dari beberapa tabrakan besar, termasuk ketika ditabrak oleh sebuah kapal penjelajah Britania.[53] Di kala Olympic menabrak dan menenggelamkan U-boot SM U-103 dengan haluannya, stemnya terpelintir dan pelat lambung di sisi kanan kapal tertekuk tanpa merusak kebersatuan lambung.[53][54]

Di permukaan, hanya timbul sedikit bukti tabrakan. Para pelayan di ruang makan kelas satu merasakan getaran, yang mereka pikir disebabkan oleh baling-baling kapal yang terlepas. Banyak penumpang merasakan benturan atau getaran, "seolah-olah kita berjalan melewati kira-kira seribu kelereng",[55] tutur salah seorang penyintas, tetapi mereka tidak mengetahui persis apa yang telah terjadi.[56] Orang-orang yang berada di geladak terendah, lokasi terdekat dengan pusat tabrakan, lebih merasakan getarannya. Juru minyak Walter Hurst mengenang ia "terbangun oleh benturan keras di sepanjang sisi kanan kapal. Tidak ada kekhawatiran tetapi kami tahu kapal telah menabrak sesuatu."[57] Juru api George Kemish mendengar "gedebuk keras dan suara robekan" dari lambung kanan.[58]

 
Penataan sekat kedap air, dengan area yang rusak ditunjukkan oleh warna hijau

Kapal dengan cepat mulai kebanjiran, kecepatan air yang masuk diperkirakan 7 ton panjang (7,1 t) per detik, lima belas kali lebih cepat daripada air yang sanggup dipompa keluar.[59] Teknisi J. H. Hesketh dan stoker kepala Frederick Barrett terkena semburan air es di ruang ketel No. 6 dan berhasil lolos tepat sebelum pintu kedap air ruangan ditutup.[60] Situasi demikian teramat berbahaya bagi staf mesin; ketel masih dipenuhi uap panas bertekanan tinggi dan berisiko besar ketel tersebut akan meledak jika bersentuhan dengan air laut dingin yang membanjiri ruang ketel. Stoker dan juru api diperintahkan untuk mengurangi pembakaran dan memadamkan ketel, yang menghantarkan uap dalam jumlah besar melalui pipa ventilasi corong. Ruang ketel digenangi air es setinggi pinggang saat para awak bekerja.[61]

Geladak bawah Titanic dibagi menjadi enam belas kompartemen. Setiap kompartemen dipisahkan oleh sekat kedap air yang membentang selebar kapal; keseluruhannya berjumlah lima belas sekat. Tiap-tiap sekat memanjang ke bagian bawah Dek E selebar satu dek, atau sekitar 11 kaki (3,4 m) di atas garis air. Dua sekat yang paling dekat dengan haluan dan enam sekat paling dekat dengan buritan letaknya satu dek lebih lebih tinggi.[62]

Masing-masing sekat ditutup dengan pintu kedap air. Ruang mesin dan ruang ketel yang berada di dek di atas tangki memiliki pintu penutup vertikal yang dapat dikontrol jarak jauh dari anjungan. Pintu ini bisa diturunkan secara otomatis dengan menggunakan pelampung jika digenangi air, atau ditutup secara manual oleh awak. Tindakan menutup pintu ini memerlukan waktu sekitar 30 detik; lonceng peringatan dan rute pelarian alternatif disediakan agar awak tidak terperangkap di pintu. Di atas ruang tangki, di Geladak Orlop, Dek F, dan Dek E, pintu ditutup secara horizontal dan dioperasikan secara manual. Pintu bisa ditutup sendiri atau pun dari dek di atas.[62]

Kendati sekat kedap air berada jauh di atas garis air, sekat ini tidak disegel di bagian atasnya. Andai kata terlalu banyak kompartemen yang kebanjiran, haluan kapal akan tenggelam lebih dalam di air, dan air akan meluap dari satu kompartemen ke kompartemen berikutnya secara berurutan, serupa dengan air yang tumpah di atas baki es batu. Hal demikian terjadi pada Titanic, yang mengalami kerusakan pada tangki bagian depan, tiga palka depan, ruang ketel No. 6, dan sebagian kecil ruang ketel No. 5 – total enam kompartemen yang digenangi air. Titanic dirancang untuk mengapung jika hanya dua kompartemen digenangi air, tetapi bisa tetap mengapung jika tiga atau bahkan empat kompartemen mengalami kebocoran. Namun, jika lima atau lebih kompartemen bocor, bagian atas sekat akan terendam dan kapal akan terus-menerus kebanjiran.[62][63]

 
Titanic tenggelam dalam waktu dua jam empat puluh minutes.

Kapten Smith merasakan tabrakan di kabinnya dan bergegas menuju anjungan. Setelah diberitahu mengenai situasi tersebut, ia memanggil Thomas Andrews, perancang Titanic, yang merupakan salah seorang rekayasawan Harland and Wolff yang ikut serta mengamati pelayaran perdana kapal penumpang tersebut.[64] Kapal miring lima derajat ke arah kanan dan dua derajat ke arah depan beberapa menit setelah tabrakan.[65] Smith dan Andrews menuju ke geladak bawah dan menemukan bahwa ruang kargo depan, ruang surat, dan lapangan skuas telah kebanjiran, sedangkan ruang ketel No. 6 sudah tergenang air sedalam 14 kaki (4,3 m). Air meluap ke ruang ketel No. 5,[65] dan para awak di sana berupaya memompa air keluar.[66]

Dalam waktu 45 menit setelah tabrakan, setidaknya 13.500 ton panjang (13.700 t) air telah membanjiri kapal. Hal demikian terlalu berat untuk ditangani oleh pompa balas dan lambung Titanic; total kapasitas pemompaan dari keseluruhan pompa hanya 1.700 ton panjang (1.700 t) per jam.[67] Andrews memberi tahu nakhoda bahwa lima kompartemen telah kebanjiran, dan dengan demikian Titanic akan karam. Andrews secara akurat memperkirakan bahwa kapal bisa tetap mengapung tidak lebih dari dua jam.[68]

Dari mulai tabrakan sampai saat tenggelam, setidaknya 35.000 ton panjang (36.000 t) air membanjiri Titanic, mengakibatkan daya benamnya naik dua kali lipat dari 48.300 ton panjang (49.100 t) menjadi lebih dari 83.000 ton panjang (84.000 t).[69] Pembanjiran tidak berlangsung dengan kecepatan konstan, dan tidak pula disebarkan secara merata ke seluruh area kapal, dikarenakan konfigurasi kompartemen yang kebanjiran. Mula-mula, kemiringan ke arah kanan disebabkan oleh banjir asimetris di sisi kanan saat air meluap ke lorong di bagian bawah kapal.[70] Ketika lorong tersebut dipenuhi air, kemiringannya berubah dengan sendirinya, dan kemudian kapal mulai miring 10 derajat ke arah kiri karena sisi tersebut juga dibanjiri secara asimetris.[71]

Sudut hunjam Titanic berubah cukup cepat dari nol derajat menjadi kira-kira empat setengah derajat dalam waktu satu jam setelah tabrakan, tetapi laju penghunjaman kapal melambat pada jam kedua, hanya turun kira-kira satu derajat.[72] Situasi demikian memunculkan harapan palsu pada orang-orang yang berada di kapal bahwa Titanic sanggup mengapung cukup lama sebelum diselamatkan. Pada pukul 01.30, laju tenggelam bagian depan meningkat hingga mencapai sudut hunjam sepuluh derajat.[71] Kira-kira pukul 02.15, laju tenggelam Titanic meningkat dengan cepat di kala air mulai membanjiri bagian kapal yang sebelumnya tidak terendam melalui palka geladak, dan akhirnya menghilang dari pandangan pada pukul 02.20.[73]

Catatan penjelas

  1. ^ a b At the time of the collision, Titanic's clocks were set to 2 hours 2 minutes ahead of the Eastern Time Zone, and 2 hours 58 minutes behind Greenwich Mean Time. The ship's time had been set at midnight, 13–14 April 1912, and was based on the expected position of Titanic at local apparent noon on 14 April, which in turn was based on the star sights of the evening of 13 April, adjusted by dead reckoning. Due to the unfolding disaster, Titanic's clocks were not adjusted at midnight of 14–15 April.[1]
  2. ^ The third was to be the RMS Britannic which never saw service as a liner; instead she was requisitioned directly into service as His Majesty's Hospital Ship (HMHS) Britannic (during WWI).
  3. ^ Radio telegraphy was known as "wireless" in the British English of the period.
  4. ^ a b   Definisi kamus growler di Wikikamus:  "A small iceberg or ice floe which is barely visible over the surface of the water."
  5. ^ Despite later myth, featured for example in the 1997 film Titanic, the ship Titanic was not attempting to set a transatlantic speed record; the White Star Line had made a conscious decision not to compete with their rivals Cunard on speed, but instead to focus on size and luxury.[27]

Catatan kaki

  1. ^ Halpern 2011, hlm. 78.
  2. ^ Hutchings & de Kerbrech 2011, hlm. 37.
  3. ^ a b Butler 1998, hlm. 10.
  4. ^ a b Butler 1998, hlm. 16–20.
  5. ^ 1634–1699: McCusker, J. J. (1997). How Much Is That in Real Money? A Historical Price Index for Use as a Deflator of Money Values in the Economy of the United States: Addenda et Corrigenda (PDF). American Antiquarian Society.  1700–1799: McCusker, J. J. (1992). How Much Is That in Real Money? A Historical Price Index for Use as a Deflator of Money Values in the Economy of the United States (PDF). American Antiquarian Society.  1800–present: Federal Reserve Bank of Minneapolis. "Consumer Price Index (estimate) 1800–". Diakses tanggal 28 Mei 2023. 
  6. ^ Bartlett 2011, hlm. 67.
  7. ^ Eaton & Haas 1994, hlm. 76.
  8. ^ Fitch, Layton & Wormstedt 2012, hlm. 286-288.
  9. ^ Bartlett 2011, hlm. 71.
  10. ^ Bartlett 2011, hlm. 76.
  11. ^ Bartlett 2011, hlm. 77.
  12. ^ a b Butler 1998, hlm. 238.
  13. ^ Lord 1987, hlm. 83.
  14. ^ Butler 1998, hlm. 27–28.
  15. ^ Howells 1999, hlm. 95.
  16. ^ Bartlett 2011, hlm. 43–44.
  17. ^ Bartlett 2011, hlm. 49.
  18. ^ Fire Down Below Diarsipkan 9 December 2019 di Wayback Machine.. Retrieved 7 January 2017.
  19. ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 122–126.
  20. ^ Halpern 2011, hlm. 80.
  21. ^ Ryan 1985, hlm. 8.
  22. ^ Ballard 1987, hlm. 199.
  23. ^ a b c Ryan 1985, hlm. 9.
  24. ^ a b c Barczewski 2006, hlm. 191.
  25. ^ a b c d Ryan 1985, hlm. 10.
  26. ^ a b Ryan 1985, hlm. 11.
  27. ^ Bartlett 2011, hlm. 24.
  28. ^ Mowbray 1912, hlm. 278.
  29. ^ Barczewski 2006, hlm. 13.
  30. ^ Gracie 1913, hlm. 247.
  31. ^ Halpern 2011, hlm. 85.
  32. ^ Eaton & Haas 1987, hlm. 19.
  33. ^ a b Brown 2000, hlm. 47.
  34. ^ Barratt 2010, hlm. 122.
  35. ^ Broad, William J. (9 April 2012). "A New Look at Nature's Role in the Titanic's Sinking". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 June 2018. Diakses tanggal 15 April 2018. 
  36. ^ "Where Is Iceberg Alley". U.S. Coast Guard Navigation Center. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 June 2018. Diakses tanggal 15 April 2018. 
  37. ^ Lord 2005, hlm. 2.
  38. ^ Eaton & Haas 1994, hlm. 137.
  39. ^ Brown 2000, hlm. 67.
  40. ^ Barczewski 2006, hlm. 194.
  41. ^ "Were Titanic's engines put into reverse before the accident? > Tim Maltin". Tim Maltin (Q119846417) (dalam bahasa Inggris). 2019-03-17. Diakses tanggal 2021-08-10. 
  42. ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 100.
  43. ^ Halpern 2011, hlm. 94.
  44. ^ Hoffman & Grimm 1982, hlm. 20.
  45. ^ a b "Testimony of Edward Wilding". Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 April 2019. Diakses tanggal 6 October 2014. 
  46. ^ a b Broad 1997.
  47. ^ Ballard 1987, hlm. 25.
  48. ^ Zumdahl & Zumdahl 2008, hlm. 457.
  49. ^ Foecke 2008.
  50. ^ McCarty & Foecke 2012, hlm. 83.
  51. ^ Broad 2008.
  52. ^ Verhoeven 2007, hlm. 49.
  53. ^ a b Ewers 2008.
  54. ^ Mills 1993, hlm. 46.
  55. ^ "Testimony of Mrs J Stuart White at the US Inquiry". Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 October 2018. Diakses tanggal 1 May 2017. 
  56. ^ Butler 1998, hlm. 67–69.
  57. ^ Barratt 2010, hlm. 151.
  58. ^ Barratt 2010, hlm. 156.
  59. ^ Aldridge 2008, hlm. 86.
  60. ^ Ballard 1987, hlm. 71.
  61. ^ Barczewski 2006, hlm. 18.
  62. ^ a b c Mersey 1912.
  63. ^ Ballard 1987, hlm. 22.
  64. ^ Barczewski 2006, hlm. 147.
  65. ^ a b Butler 1998, hlm. 71.
  66. ^ Butler 1998, hlm. 72.
  67. ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 112.
  68. ^ Barczewski 2006, hlm. 148.
  69. ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 106.
  70. ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 116.
  71. ^ a b Halpern & Weeks 2011, hlm. 118.
  72. ^ Halpern & Weeks 2011, hlm. 109.
  73. ^ Barratt 2010, hlm. 131.

Referensi

Artikel jurnal

  • "What really sank the Titanic?". Materials Today. Elsevier. 26 September 2008. Diakses tanggal 4 March 2012. 
  • Olson, Donald W.; Doescher, Russell L.; Sinnott, Roger W. (2012). "Did the Moon Sink the Titanic?". Sky & Telecope. Cambridge, MA: Sky & Telescope Media LLC. 123 (4): 34–9. 
  • Ryan, Paul R. (Winter 1985/86). "The Titanic Tale". Oceanus. Woods Hole, MA: Woods Hole Oceanographic Institution. 4 (28). 
  • Uchupi, Elazar; Ballard, Robert D.; Lange, William N. (Fall 1986). "Resting in Pieces: New Evidence About Titanic's Final Moments". Oceanus. Woods Hole, MA: Woods Hole Oceanographic Institution. 29 (3): 53–60. 

Laporan berita

Penyelidikan

Pranala luar