Sayid Muhammad Yasin
Sayyid Muhammad Yasin diperkirakan lahir pada tahun 1836 M, dilahirkan dari keluarga yang taat dalam Islam. Orangtuanya bernama Qutbul Wujud Al-Habib As-Sayyid Abdurrahim bin As-Sayid Abdul Qadir Al-Qadiri bin As-Sayyid Athaf bin As-Sayyid Abdussalam bin As-Sayyid Ali Al-Qadiri Al-Jailani Al-Hasani. yang merupakan seorang ulama yang sangat berpengaruh dimasanya. Beliau dimakamkan di Puloe Ie samping makam ayahnya. Habib Muhammad Yasin populer dengan gelar Teungku Padang Sali. Dalam berbagai dokumen Belanda dan buku-buku sejarah ada yang menulis Padang Si Ali, tulisan yang benar adalah Padang Sali.[1]
Peranannya
Sebagai Pejuang (Pahlawan)
Pada awal mendapat informasi bahwa Belanda mau masuk ke Aceh Barat Selatan, Sayid Muhammad Yasin sudah mulai mewaspadai tentang akan situasi didaerahnya. Beliau sudah niatkan jika suatu saat harus terjun ke medan perang maka beliau akan selalu siap. Sayid Muhammad Yasin sangat membenci pada orang-orang Belanda yang melakukan penjajahan pada rakyat Aceh. Belanda tidak hanya menjajah tapi juga merusak akidah dan mengadu domba umat Islam dengan tujuan menghancurkan Islam dari dalam. Oleh sebab itu beliau merasa terpanggil untuk ikut berperang fisabilillah dalam dimedan perang untuk melawan tentara Belanda. Perjuangan beliau semata-semata untuk melawan kejahatan agar rakyat bisa hidup bebas dan beribadah dengan nyaman tanpa ada gangguan apapun, perjuangana juga dibantu oleh keponakannya yang bernama Sayid Abdurrani Teungku Putik. Jika dilihat dari catatan sejarah, baik dalam buku-buku maupun dokumen Belanda Sayid Muhammad Yasin berjuang melawan Belanda sejak 1900 sampai 1910 M,selama 10 tahun. Namun menurut cerita keturunannya yang masih ada sekarang, beliau sudah memulai berjuang secara diam-diam sejak awal masuk Belanda ke Aceh, yang diperkirakan sudah berjuang sejak tahun 1873 M.[2][3][4]
Sebagai Mursyid Tarekat Syattariyah
Disamping sebagai pejuang Sayid Muhammad Yasin juga bertindak sebagai ulama yang meneruskan dakwah leluhurnya dan ikut mengembangkan Zikir Rapai Tuha Nagan. Secara sanad, beliau sebagai merupakan Mursyid Tarekat Syattariyah yang ke 30 dari Rasulullah Muhammad SAW dengan sanad sebagai berikut :
1. Nabi Muhammad SAW
2. Sayyidina Ali bin Abi Thalib
3. Sayidina Husain bin Ali
4. Sayidina Zainal Abidin
5. Sayidina Muhammad al-Baqir
6. Sayidina Ja'far ash-Shadiq
7. Syaikh Muhammad Magribi
8. Syaikh Abi Yazid (Abu Yazid Al-Busthami)
9. Syaikh Abi Muzafar
10. Syaikh Abi Hasan
11. Syaikh Khadafi
12. Syaikh Muhammad Asyiq
13. Syaikh Muhammad Arif
14. Syaikh Abdillah Syatari
15. Syaikh Qadhi
16. Syaikh Hidayatullah
17. Syaikh Hadhuwar
18. Syaikh Muhammad Qusya
19. Syaikh Wajiuddin
20. Syaikh Shifatullah
21. Syaikh Ahmad Tsanawi
22. Syaikh Sayid Ahmad al-Qusyasyi
23. Syaikh Muhammad Tahir
24. Syaikh Ibrahim
25. Syaikh Muhammad Said
26. Syaikh Muhammad Suud
27. Syaikh Muhammad Ali
28. Syaikh Muhammad Langing
29. Syaikh Qutb Wujud Al-Habib Sayid Abdurrahim bin Sayid Abdulqadir
30. Al-Habib Sayid Muhammad Yasin
Sering berpindah tempat tinggal
Sayyid Muhammad Yasin lama menetap di dusun Padang Sali makanya kemudian nama daerah tersebut dilaqabkan menjadi namanya. Padangsali sekarang masuk dalam wilayah Blang Baroe Rambong - Beutong. Beliau sering berpindah-pindah tempat tinggal untuk menghindari dari pengejaran tentara Belanda. Sayid Muhammad Yasin wafat pada 10 Ramadhan dan dimakamkan di Pulo Ie Rambung Cut berdampingan dengan makam orangtuanya.
Referensi
- ^ Said Syahrul Rahmad "Sejarah Habib Abdurrahim Seunagan dan keturunannya" Cetakan Pertama: November 2019 ISBN 978-602-50126-5-5
- ^ Ibid
- ^ H.M. Thamrin Z, Edy Mulyana “Pantai Barat Aceh di Panggung Sejarah”Banda Aceh : Badan Perpustakaan NAD, 2009
- ^ T. Tjoet Achmad“(95 Tahun Tantangan Ultimatum Keradjaan Belanda terhadap Keradjaan Atjeh” Diterbitkan Seksi Publikasi/Dokumentasi Panitia Peringatan Pahlawan Nasional dari Atjeh, Medan dan Sekitarnya. 1961.