Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) adalah salah satu unsur pendukung di Kementerian Agama Republik Indonesia yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama yang bertugas melaksanakan penyelenggaraan jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan dipimpin oleh Kepala Badan.[1]
Informasi badan | |
---|---|
Dibentuk | 11 Oktober 2017 |
Wilayah hukum | Indonesia |
Kantor pusat | Jakarta, Indonesia 6°17′26″S 106°53′11″E / 6.2905125°S 106.8863524°E |
Badan eksekutif |
|
Departemen induk | Kementerian Agama Republik Indonesia |
Dasar hukum |
|
Situs web | bpjph |
Sejak 17 Oktober 2022[2], BPJPH di bawah Kemenag bertanggung jawab dalam mengeluarkan sertifikasi kehalalan yang sebelumnya menjadi wewenenang LPPOM MUI. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal[3]. Dalam undang-undang tersebut, tugas dan tanggung jawab BPJPH adalah:
- Registrasi Halal
- Sertifikasi Halal[4]
- Verifikasi Halal
- Pembinaan dan pengawasan produk halal
- Menerapkan standar kehalalan suatu produk
Label
Pada tanggal 1 Maret 2022, BPJPH meluncurkan logo label "Halal Indonesia" menggantikan label halal yang dibuat berdasarkan segel Majelis Ulama Indonesia. Aqil Irham, selaku kepala BPJPH, mengatakan bahwa label halal ini mengadaptasi nilai-nilai ke-Indonesiaan. Bentuk dasar yang dipilih adalah bentuk gunungan dan motif lurik yang biasa digunakan dalam pakaian surjan. Warna dasar yang dipilih untuk label tersebut adalah ungu.[5] Peluncuran logo ini memicu kontroversi
Logo label halal tersebut adalah tulisan Arab حلال dengan gaya Khat Kufi yang memiliki karakter kaku dan lurus. Begitu logo label tersebut diluncurkan, logo tersebut menuai kontroversi. Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, menganggap logo tersebut terlalu mengedepankan seni dibandingkan bentukan huruf Arab yang lugas, dan tidak mencantumkan lembaga yang menerbitkan keputusan halal seperti MUI atau BPJPH.[6] Di samping itu, logo ini dituding menjurus kepada Jawa-sentrisme, meski Kemenag membantahnya karena kedua warisan budaya tersebut sudah menjadi kekayaan bangsa dan telah didaftarkan ke UNESCO.[7] Tambahannya lagi, pakar seperti Mohammad Kanif Anwari, staf pengajar di UIN Sunan Kalijaga, juga ikut mengkritik kaidah penulisan huruf Arab pada logo tersebut yang tidak sesuai dengan khat mana pun. Menurutnya, terdapat dua huruf yang bertentangan dengan aturan penulisan huruf Arab, seperti huruf lam yang mirip huruf kaf, serta huruf ḥa yang mirip huruf ṣad, atau alif dalam khat Diwani.[8]
Referensi
- ^ "Perpres 83 Tahun 2015". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-02-24. Diakses tanggal 2017-07-31.
- ^ "Tak Lagi MUI, Sertifikat Halal Kini Resmi Diterbitkan Kemenag". CNN. Diakses tanggal 2023-01-26.
- ^ "Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal". Database Peraturan BPK RI. Diakses tanggal 2023-01-26.
- ^ "Apa Itu Sertifikasi Halal dan Bagaimana Cara Mendapatkannya?". Ekosistem Inaproduct. Diakses tanggal 2023-01-26.
- ^ "Kemenag Tetapkan Logo Halal Baru, Ini Filosofinya". Bisnis.com. 2022-03-13. Diakses tanggal 2023-02-23.
- ^ Ramadhan, Fitra Moerat (2022-03-18). "Fakta-fakta Logo Halal Baru Versi Kementerian Agama". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-02-23.
- ^ Indonesia, C. N. N. "Kemenag: Logo Halal Baru Tak Jawasentris, Representasi Indonesia". nasional. Diakses tanggal 2023-02-23.
- ^ Media, Kompas Cyber (2022-03-15). "Logo Halal Disebut Tak Sesuai Kaidah Penulisan Khat Kufi, Ini Kata Akademisi Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-02-23.