Dji Sam Soe
Artikel ini memiliki beberapa masalah. Tolong bantu memperbaikinya atau diskusikan masalah-masalah ini di halaman pembicaraannya. (Pelajari bagaimana dan kapan saat yang tepat untuk menghapus templat pesan ini)
|
Dji Sam Soe adalah merek rokok kretek pertama di Indonesia[butuh rujukan] yang berdomisili dan berbasis di Surabaya, Jawa Timur. Merek ini diluncurkan pada tahun 1913 di Surabaya. Pada tahun 2005, pemilik merek ini, PT. HM Sampoerna Tbk., dimiliki oleh salah satu grup perusahaan asal Amerika Serikat, Altria Group, pemilik perusahaan rokok Philip Morris USA, produsen Marlboro, dan L&M. Merek ini dijual dalam kemasan yang direnggangkan, dua rokok panjang dan sepuluh rokok lebar, sedangkan batangnya digulung dengan kertas berwarna putih.
Jenis produk | Rokok kretek |
---|---|
Produsen | PT HM Sampoerna Tbk. |
Negara | Indonesia |
Diluncurkan | 1913 di Surabaya |
Pasar | Indonesia Seluruh dunia[butuh rujukan] |
Merek dagang terdaftar di | Indonesia 12672 |
Jargon | MAHAKARYA INDONESIA |
Situs web | www.djisamsoe.id |
Sejarah
Rokok kretek diperkenalkan oleh Haji Jamhari pada tahun 1880. Tembakau dicampur dengan cengkih yang akan menghasilkan bunyi "kretek, kretek" jika dibakar dengan api. Cengkih mengandung eugenol yang dapat meningkatkan kadar tar dan nikotin ketika dicampur dengan tembakau.
Pada tahun 1913, Handel Matschappij Liem Seeng Tee NV berdiri sebagai cikal bakal Dji Sam Soe, yang mana kata tersebut berasal dari dialek Hokkien. Dji Sam Soe diperkenalkan oleh Liem Seeng Tee pada tahun 1913 dan diproduksi melalui pabrik di Surabaya, Jawa Timur.
Menurut Garda Maeswara (2010 : 109), pada tahun 1916, Liem Seeng Tee sempat membeli tembakau dari seorang pedagang tembakau yang bangkrut. Menurutnya, pada tahun 1940, penjualan Dji Sam Soe tumbuh pesat dengan hasil produksi mencapai 3 juta batang, sehingga jumlah pekerja untuk melinting rokok Dji Sam Soe ditingkatkan menjadi 1.300 orang.[1]
Pada tahun 1956, Liem Seeng Tee wafat dan digantikan oleh anaknya, Liem Swee Ling (Aga Sampoerna). Perseroan didirikan pada tahun 1963 dengan mengganti nama Belanda tersebut menjadi PT Hanjaya Mandala (HM) Sampoerna. PT HM Sampoerna mengembangkan berbagai produk dengan meluncurkan Sampoerna Hijau pada tahun 1968, namun Sampoerna Hijau sempat kurang terkenal dibanding Minak Djinggo, produk asal Kudus dengan kemasannya yang tahan air. Tetapi, pada era awal 2000-an hingga saat ini, Sampoerna Hijau mulai dikenal luas dan mulai dijual dengan menyasar kalangan perokok dari menengah ke bawah.
Pada tahun 1990-an, Dji Sam Soe mengembangkan alternatif produk melalui sigaret kretek mesin, Dji Sam Soe Fatsal-9, dengan menurunkan kadar tar sebanyak 6 miligram menjadi 33 miligram. Menurut majalah Asiaweek (6 September 1996 : 52-53), beberapa tahun setelah PT HM Sampoerna memasuki bursa saham, PT HM Sampoerna mendirikan anak perusahaan di luar negeri yaitu Transmarco di Singapura.[2]
Dji Sam Soe juga memperluas jaringan ekspor secara agresif di Malaysia dan Myanmar pada tahun 1995. Distribusi dan ekspor dilakukan secara intensif. Apalagi, ketika itu, Putera Sampoerna sedang meninjau kegiatan usaha PT Astra International (otomotif) di Myanmar.
Menurut George Junus Aditjondro (2006 : 136-137), pengusaha rekan dekat Soeharto yang memiliki saham di PT Astra International adalah Putera Sampoerna dan Bob Hasan. Menurutnya, keduanya sempat memiliki sebagian saham di PT Astra International. (Gatra, 8 Juli 1995; Info Bisnis, 30 Juli 1996, hal. 29)[3]
Pada periode 2000-an, Dji Sam Soe memperkuat dan mengembangkan produk, terutama segmen menengah ke atas dengan memperkenalkan Dji Sam Soe Super Premium dan Magnum Filter pada tahun 2004. Pada tahun 2005, Altria Group mengambil alih 97% total saham PT HM Sampoerna Tbk. melalui proses tender strategic private placement.
Dji Sam Soe pernah mengeluarkan kemasan khusus yang terbuat dari alumunium, yaitu "Dji Sam Soe Masterpiece" pada tahun 2008 dan "Dji Sam Soe Citarasa Legendaris" pada tahun 2012. Dji Sam Soe meningkatkan kompetensi di bidang sigaret kretek tangan melalui Dji Sam Soe Gold, namun merek tersebut juga terhenti di tengah jalan.
Sukses menjadi merek sigaret kretek tangan tersukses di tanah air, Dji Sam Soe mulai berinvasi dengan menghadirkan sigaret kretek mesin pertamanya. Produk sigaret kretek mesin pertama Dji Sam Soe ialah Dji Sam Soe Filter di kategori SKM Full Flavor. Diluncurkan pada pertengahan 90-an, dan sayangnya merek ini harus terhenti penjualannya di awal 2010-an.
Untuk mempelajari kegagalan Dji Sam Soe Filter, pada tahun 2005 diluncurkanlah Dji Sam Soe Super Premium Magnum Filter (sejak 2011 Magnum Filter menjadi brand tersendiri). Magnum Filter langsung sukses di pasaran setelah tahun 2011 dan sampai saat ini masih banyak peminatnya.
Dji Sam Soe meluncurkan sigaret kretek mesin baru yang rendah tar dan rendah nikotin (LTLN), yaitu Magnum Blue yang kemudian berganti nama menjadi Magnum Mild, untuk terus membangun keunggulan dan memperkuat kompetensi utama PT HM Sampoerna Tbk. di bidang sigaret kretek mesin LTLN sejak kehadiran A Mild pada tahun 1990 dan U Mild pada tahun 2004.
Pada tahun 2022, Dji Sam Soe meluncurkan kembali SKM Full Flavor terbaru mereka, yakni Magnum Classic. Rokok ini menggunakan blend klasik Sampoerna yang dahulu pernah diterapkan oleh Sampoerna Exclusive, Dji Sam Soe Filter, Marlboro Filter Mix 9, Sampoerna A Flava Bold, Philip Morris Bold/Magnum (sebelumnya bernama Sampoerna U Bold Filter) dan Sampoerna A Filter.
Sayangnya, produksi Magnum Classic tidak berlangsung lama dimana di awal tahun 2023 produksi rokok ini dihentikan. Sehingga untuk produk SKM Full Flavor milik HM Sampoerna hanya tersisa Dji Sam Soe Magnum Filter dan Marlboro Filter Black saja.
Sejak 27 Agustus 2023, merek Dji Sam Soe Magnum Mild dileburkan ke dalam lini Sampoerna A sebagai Sampoerna A Ultramild yang sudah terlebih dulu menjadi pengganti dari U Mild. Dengan dileburnya Dji Sam Soe Magnum Mild menjadi Sampoerna A Ultramild, maka Sampoerna A menjadi satu-satunya lini SKM LTLN milik HM Sampoerna.
Kini, Dji Sam Soe sudah menjadi sebuah "Mahakarya Indonesia" selama 110 tahun masa produksinya. Dji Sam Soe kini menjadi sebuah flagship brand bagi Sampoerna yang menyasar segmen premium, sementara Sampoerna Hijau menjadi flagship Sampoerna yang menyasar segmen menengah ke bawah.
Proses produksi
Menurut kemasannya, Dji Sam Soe terbuat dari tembakau-tembakau terbaik yang terdiri dari tembakau lokal yang didatangkan dari Surabaya, Pasuruan, dan Madura. Selain itu, Dji Sam Soe juga menggunakan tembakau Turki dan tembakau Amerika, serta cengkih terpilih. Untuk sigaret kretek tangan, jumlah pekerja untuk melinting produk ini adalah 234 (dua ratus tiga puluh empat) orang, tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih, serta mesin otomatis yang telah digunakan sejak 1990 dengan kapasitas produksi 6.000 batang per menit.[butuh rujukan]
Untuk menjaga kualitas dalam manajemen, proses produksi Dji Sam Soe telah memenuhi standar ISO 9001:2000 dan ISO 14001:2004. Ditambahkan oleh Garda Maeswara (2010 : 110), selain entitas anak usaha PT HM Sampoerna Tbk. di Singapura, Transmarco (Asiaweek, 6 September 1996 : 52-53), PT HM Sampoerna Tbk. telah menyelesaikan pembangunan mirroring IT system melalui Integrated Business Solution of Asia (IBSA) yang merupakan layanan teknologi informasi (IT) dan konsultan manajemen dengan klien dari Indonesia dan Singapura guna memperkuat kelangsungan usaha PT HM Sampoerna Tbk., khususnya dalam proses produksi Dji Sam Soe, dan meminimalisasi risiko operasional. Menurutnya, IBSA telah tumbuh menjadi salah satu industri IT terkuat di Asia Tenggara.[1]
Penghargaan
- Experimental & Emotional Marketing (2001)[butuh rujukan]
- Indonesian Best Brand Award (IBBA) (2001-2003), kategori rokok full-flavoured[butuh rujukan]
- Indonesian Customer Satisfaction Award (ICSA) (2001-2003), kategori rokok[butuh rujukan]
- Superbrands Indonesia 2003/2004[butuh rujukan]
Referensi
- ^ a b Maeswara, Garda (2010). Cikeas Menjawab : Tentang Yayasan-Yayasan Cikeas, Tim Sukses SBY-Boediono, dan Skandal Bank Century (edisi ke-1). Yogyakarta: Penerbit Narasi. ISBN 9789791682060. OCLC 496882547.
- ^ Asiaweek, 6 September 1996 : 52-53. "Singapore Spree : What's behind the new influx of Indonesian money into Singapore companies?"
- ^ Aditjondro, George Junus (2006). Korupsi Kepresidenan - Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga : Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa (edisi ke-1). Yogyakarta: LKiS. ISBN 9789798451683. OCLC 80717920.