Perdukunan

Revisi sejak 16 Oktober 2023 05.09 oleh 456ID (bicara | kontrib) (Pranala luar)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Perdukunan adalah sebuah aktivitas mistis yang dilakukan oleh dukun dan berkaitan dengan supranatural, sehingga menyebabkan seorang dukun dapat memahami hal tak kasat mata serta mampu berkomunikasi dengan arwah dan alam gaib, yang dipergunakan untuk membantu menyelesaikan masalah di masyarakat, seperti penyakit, gangguan sihir, kehilangan barang, kesialan, dan lain-lain.[1]

Seorang dukun sedang mempersiapkan sebuah minuman.

Sejarah

sunting

Istilah dukun biasanya digunakan di daerah pedesaan, sedangkan orang pintar atau paranormal, untuk menyatakan hal yang sama, digunakan lebih umum diantara populasi perkotaan. Penerimaan sosial terhadap istilah orang pintar pun biasanya lebih positif dibandingkan penggunaan istilah dukun.

Sebab, meskipun memiliki persamaan karakteristik dengan dukun dalam hal bantuan yang diberikan, merujuk pada penggunaan istilah orang pintar biasanya tidak meminta imbalan atas jasa yang diberikan dan tak seperti tipikal dukun dalam penggunaannya secara istilah, keberadaan orang pintar di dalam masyarakat, tak berbeda dengan anggota komunitas lainnya.[1]

Selain menarik bayaran untuk keuntungan pribadi serta kurang berinteraksi dan berbaur dengan komunitas masyarakat, konotasi negatif yang muncul apabila istilah dukun yang digunakan, yaitu cenderung bersifat oportunistik dan menjalani praktik-praktik tidak bermoral, dengan dalih sebagai bagian dari treatment.[2]

Dukun dalam pengertiannya yang asli dan tak dibedakan dari istilah orang pintar, mempunyai peranan signifikan dalam masyarakat.[1] Adanya pengobatan medis modern dan asuransi kesehatan, terutama di daerah pelosok, tidak dapat menyingkirkan eksistensi pengobatan alternatif melalui dukun. Penyembuhan penyakit secara non-medis tersebut masih dipraktikkan dan masih menjadi pilihan utama masyarakat karena lebih murah dan lebih mudah.

Di Kediri, dukun yang membantu menyembuhkan penyakit sangat dibutuhkan dan dihormati di masyarakat, sehingga mereka memegang peranan sosial yang cukup penting. Para pasien yang datang untuk berobat ke sana tidak hanya terbatas dari dalam Kediri saja, tetapi juga dari luar Kediri, hingga luar provinsi, bahkan luar pulau Jawa.[3]

Di samping peran signifikannya, keberadaan aktivitas perdukunan sering kali menjadi kontroversi.[1] Berdasarkan hasil penelitian tentang fenomena dukun yang dilakukan di Madura, dapat diketahui bahwa melalui dukun adalah salah satu strategi yang digunakan untuk mendapatkan kedudukan sosial, ekonomi, dan politik di masyarakat.

Penggunaan kekuatan yang berasal dari sumber gaib sebagai cara terpenting maupun sebagai cara alternatif untuk mencapai keinginan dan tujuan pribadi secara seketika, yang mana agama tak menjanjikan keinstanan tersebut, telah ada di Madura sejak bertahun-tahun lalu. Hal-hal pribadi yang diinginkan melalui perantara kekuatan gaib itu meliputi keinginan meningkatkan kedudukan sosial, mencapai kuota dan target bisnis, kemajuan karier, kesuksesan pendidikan, kesehatan, hingga asmara.

Beberapa orang Madura mengidentifikasikan diri sebagai Muslim dan mengamalkan ajaran serta kepercayaan agama, tetapi pada saat yang sama melibatkan diri dengan aktivitas yang berhubungan dengan alam gaib yang tidak diperbolehkan sekaligus dibenarkan dalam agama dan kepercayaan tersebut.[4]

Dukun dan perdukunan merupakan suatu dilema. Pada satu sisi dipandang sebagai profesi dan aktivitas yang kotor, tetapi pada sisi yang lain setidaknya memainkan peran dinamis dalam sistem sosial, budaya, dan hubungan politik. Dalam terminologi yang oleh sosiologis Prancis, Pierre Bourdieu, sebut sebagai cultural capital, yang diakumulasikan untuk mendominasi masyarakat.

Istilah dukun yang populer di daerah pedesaan itu pada perkembangannya menjadi jarang digunakan. Sebagai gantinya digunakan kata yang lebih halus atau yang lebih mengindikasikan orientasi keagamaan seperti Ki atau Aki, Abah, Haji, Kyai, atau Ustaz, agar secara konsensus sosial tak berbahaya, sehingga dapat mengganggu aktivitas atau kebutuhan mereka.[4]

Kemajuan peradaban yang salah satunya diukur dengan keikutsertaan sebuah bangsa pada modernisasi yang berdasarkan rasionalitas, menyebabkan cara hidup tradisional yang dipandang sebagai sebuah kemandegan, harus ditinggalkan. Termasuk di dalam cara hidup tradisional adalah praktik dukun dalam membantu proses melahirkan.

Tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan di Indonesia memberikan kesadaran untuk lebih meningkatkan upaya kesehatan ibu, antara lain dengan cara menempatkan tenaga bidan di setiap desa, yang sedikit demi sedikit mulai menggeser peran dukun.[5]

Macam-macam aktivitas perdukunan

sunting

Klenik adalah sebuah aktivitas mistis yang meminta bantuan terhadap dukun atau roh leluhur.[6] Klenik identik dengan hal-hal mistis yang cenderung berkonotasi negatif. Kamus Besar Bahasa Indonesia versi daring[7] menempatkan klenik sebagai sebuah aktivitas perdukunan. Klenik juga dikaitkan dengan banyak hal yang tak dapat dicerna dengan akal namun dipercaya oleh banyak orang.

Besale adalah sebuah upacara atau ritual yang dilakukan oleh suku Kubu untuk menghormati nenek moyang, mengharapkan keberkahan, dan dijauhkan dari segala malapateka.[8] Upacara Besale merupakan tradisi yang dilakukan turun-temurun dari nenek moyang hingga sekarang.[9]

Novero adalah sebuah upacara penyembuhan ibu hamil apabila sedang sakit yang dilaksanakan oleh masyarakat suku Kaili.[10] Penyakit yang akan dihilangkan melalui upacara Novero adalah penyakit yang disebabkan oleh makhluk halus. Tradisi upacara ini melibatkan makhluk halus yang bernama nilindo nuviata.[11] Pada umumnya masyarakat suku Kaili masih menganut animisme, mereka meyakini keberadaan makhluk halus yang menghuni tempat-tempat seperti gunung, sungai, laut, pohon, dan lain sebagainya.[11]

Katiana adalah sebuah upacara masa hamil suku Pamona, yaitu upacara selamatan kandungan pada masa hamil yang pertama seorang ibu. Upacara Katiana ini biasanya dilakukan apabila kandungan itu sudah berumur 6 atau 7 bulan, saat kandungan dalam perut sang ibu sudah mulai membesar.[12][13]

Tumpang negeri adalah sebuah upacara yang meliputi buang telur ke air, antar bubur abang, mencuci barang pusaka, membuat dan mengantar tumpeng, sedekah kampung selama 3 hari berturut-turut, yasinan, ziarah ke makam Raden Abdul Khara, Ratu Bongkok, dan Riam Serawak.[14] Dalam prosesi ini Pangeran Landak yang ke-39 dibantu seorang pawang menghaturkan sesajian nasi pulut untuk mencegah pengaruh buruk dari ritual tumpang negeri.[15] Tumpang negeri sebagai lambang penghormatan dan permohonan kepada leluhur mereka dengan membuang sesajian di sungai.[15]

Selametan adalah sebuah tradisi ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Selametan juga dilakukan oleh masyarakat Sunda dan Madura. Selametan adalah suatu bentuk acara syukuran dengan mengundang beberapa kerabat atau tetangga. Secara tradisional acara syukuran dimulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila di atas tikar, melingkari nasi tumpeng dengan lauk pauk.[16]

Bersih desa merupakan bagian dari slametan yang bertujuan untuk memberikan sesaji kepada danyang desa.[17] Sesaji berasal dari kewajiban setiap keluarga untuk menyumbangkan makanan.[17] Bersih desa dilakukan oleh masyarakat dusun untuk membersihkan desa dari roh-roh jahat yang mengganggu.[17][18] Maka sesaji diberikan kepada danyang, karena danyang dipercaya sebagai penjaga sebuah desa.[17] Dengan demikian, upacara bersih desa diadakan di makam danyang.[17]

Pawang hujan adalah sebutan untuk seseorang dalam masyarakat Indonesia yang dipercaya memiliki ilmu gaib dan dapat mengendalikan hujan atau cuaca. Umumnya, pawang hujan mengendalikan cuaca dengan memindahkan awan. Jasa pawang hujan biasanya dipakai untuk acara-acara besar seperti perkawinan, konser musik dan banyak lagi.[19][20]

Basuh lantai adalah sebuah upacara adat di Kabupaten Lingga yang dilakukan setelah masa persalinan. Upacara Basuh lantai lazimnya dilakukan oleh orang yang membantu proses persalinan yang biasa dipanggil Tok Bidan atau Mak Dukun dan dilakukan ketika bayi telah genap berumur 44 hari.[21]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d Sartini, Sartini; Ahimsa-Putra, Heddy Shri (2017-02-27). "Redefining The Term of Dukun". Humaniora (dalam bahasa Inggris). 29 (1): 46–60. ISSN 2302-9269. 
  2. ^ "Something Wicked This Way Comes - Indonesia Expat". Indonesia Expat (dalam bahasa Inggris). 2012-10-23. Diakses tanggal 2017-11-02. 
  3. ^ Arini, Ratih Tyas; Alimi, Moh Yasir; Gunawan, Gunawan (2016-08-22). "The Role of Dukun Suwuk and Dukun Prewangan in Curing Diseases in Kediri Community". KOMUNITAS: INTERNATIONAL JOURNAL OF INDONESIAN SOCIETY AND CULTURE (dalam bahasa Inggris). 8 (2): 328–338. doi:10.15294/komunitas.v8i2.4461. ISSN 2460-7320. 
  4. ^ a b Haryanto, Bangun Sentosa D. (2015-12-31). "The Dukuns of Madura: Their Types and Sources of Magical Ability in Perspective of Clifford Geertz and Pierre Bourdieu". Hubs-Asia (dalam bahasa Inggris). 9 (1): 107–118. ISSN 2406-9183. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-07. Diakses tanggal 2022-09-08. 
  5. ^ Prabowo, Dhanu Priyo (2013-12-30). "Marginalisasi Profesi Dukun Bayi dalam Puisi "NiniNini Dukun Bayi" Karya Iman Budhi Santosa". ATAVISME. 16 (2): 195–203. doi:10.24257/atavisme.v16i2.93.195-203. ISSN 2503-5215. [pranala nonaktif permanen]
  6. ^ JEPARA, UNISNU. "Memaknai Tradisi Nyekar - FTK UNISNU". Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Unisnu Jepara. Diakses tanggal 2022-09-08. 
  7. ^ Klenik, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, diakses tanggal 12 Maret 2014
  8. ^ "Besale, Upacara Penyembuhan Suku Anak Dalam". Pipetmagz.com. Diakses tanggal 18 Mei 2014.12.00.  [pranala nonaktif permanen]
  9. ^ "Upacara Besale pada Suku Anak Dalam". ebookbrowsee.net. Diakses tanggal 18 Mei 2014.12.00. 
  10. ^ "Novero". TelukPalu.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-10-29. Diakses tanggal 18 Mei 2014.22.00. 
  11. ^ a b "Upacara Novero". Indonesiawonder.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-18. Diakses tanggal 18 Mei 2014.22.30. 
  12. ^ Perpustakaan Sejarah Kalimantan Barat - Pontianak. UPACARA TRADISIONAL DAERAH SULAWESI TENGAH Diarsipkan 2013-10-30 di Wayback Machine..
  13. ^ Teluk Palu. 1 Juli 2007. Katiana Diarsipkan 2013-10-29 di Wayback Machine.. Sumber: Perpustakaan Daerah Propinsi.
  14. ^ ""Tumpang Negeri" Landak Dimeriahkan Lagu Etnis". aktual.co. Diakses tanggal 3 Juni 2014.21.50. 
  15. ^ a b "Tumpang Negeri, Penolak Bala Raja Landak". liputan6.com. Diakses tanggal 2 Juni 2014.22.00. 
  16. ^ "Upacara selamatan". 8 August 2012. 
  17. ^ a b c d e Clifford Geertz (1983). Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya. hlm. 32-33. 
  18. ^ Depdiknas (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. hlm. 181. ISBN 978-979-22-3841-9. 
  19. ^ Liputan6.com (2016-02-17). "Begini Cara Kerja Pawang Hujan Mengendalikan Hujan". liputan6.com. Diakses tanggal 2020-11-01. 
  20. ^ Far Eastern Economic Review (dalam bahasa Inggris). Far Eastern Economic Review Limited. 2002. 
  21. ^ "metroriau 29/07/2012". Issuu. Diakses tanggal 2019-03-25. 

Pranala luar

sunting