Toya adalah senjata berupa tongkat panjang yang pada umumnya terbuat dari rotan. Banyak aliran dan perguruan beladiri yang menggunakan toya sebagai senjata yang dipelajari di dalam latihannya. Salah satu Aliran Beladiri di Indonesia yang menggunakan senjata inj adalah Persaudaraan Setia Hati terate (Perguruan Silat tertua dan terbaik). Di dalam pencak silat, toya menjadi senjata wajib yang dipakai di dalam pertandingan pencak silat kategori tunggal.

Sejak zaman dulu, manusia memanfaatkan berbagai peralatan keseharian sebagai senjata untuk mempertahankan diri. Salah satu peralatan keseharian itu adalah tongkat. Tongkat dari batang kayu atau bambu ini umumnya digunakan sebagai pemikul, baik memikul barang dagangan atau membawa ember kayu berisi air. Selain itu, tongkat juga dipakai sebagai alat bantu berjalan.

Konon, berdasar catatan sejarah, penggunaan tongkat sebagai senjata dipelopori oleh pendeta Buddha Zen, Tatmo Cowsu atau Bodhidharma, pada pada tahun 517 SM.[1] Kemudian penggunaan tongkat sebagai senjata diajarkan kepada para murid dan pendeta di wihara Buddha Zen (kemudian dikenal sebagai biara Shaolin) tempat Bodhidharma mengabdikan hidupnya.

Seiring pengaruh seni beladiri kungfu pada seni beladiri asli Okinawa, penggunaan tongkat sebagai senjata juga diterapkan kalangan pebeladiri di pulau kelahiran karate tersebut. Dalam khasanah beladiri di Okinawa, senjata tongkat ini dikenal dengan sebutan bo. Keberadaan bo melengkapi jenis persenjataan dalam beladiri kobudo selain sai (trisula), kama (clurit) dan nunchaku (double stick).

Seperti halnya di Tiongkok, dalam aktivitas keseharian masyarakat Okinawa fungsi tongkat juga menjadi alat pemikul (tenbin). Ketika keadaan memaksa, seperti halnya saat pemerintah kerajaan Jepang (1314 M) melarang masyarakat Okinawa membawa senjata tajam, bo menjadi alternatif alat membeladiri.

Sebagai alat bertahan dan menyerang, ukuran bo disesuaikan dengan postur tubuh pengguna. Standar bo berupa batang kayu lurus sepanjang 180 cm dengan diameter titik tengah 3,25 cm dan diameter kedua ujung 2 cm. Kontur bo memang tidak sama antara tengah dan kedua ujung. Bagian tengah berdiameter lebih tebal dan bagian ujung mengecil. Hal ini bertujuan untuk keseimbangan, memudahkan penguasaan atau kontrol gerak, mengurangi kepadatan dan meningkatkan kelenturan.

Dari segi fisik, bentuk bo sangat bervariatif. Selain berbahan kayu, juga ada berbahan bambu. Tentunya pemilihan bahan dan bentuk bo terkait dengan selera pengguna dan pemanfaatan senjata tersebut. Teknik memainkan tongkat ini antara kalangan pebeladiri di Tiongkok dan Okinawa (Jepang), memiliki perbedaan yang mendasar, baik dari cara memegang maupun mengayunkan tongkat untuk menangkis dan menyerang.

Di tangan praktisi kungfu atau wushu, tongkat yang dikenal dengan nama toya ini dimainkan secara luwes dan penuh variasi gerakan. Sementara di tangan praktisi kobudo dan karate, pergerakan bo lebih to the point, tidak banyak variasi namun langsung diarahkan untuk bertahan dan menghajar lawan.

Pranala luar

Blog Cendana Susanto

Referensi

  1. ^ Blog Cendana Susanto