Antropologi lingkungan

Revisi sejak 1 Desember 2023 03.24 oleh Uruma Shun (bicara | kontrib) (mengganti kata)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Antropologi lingkungan adalah sub bidang antropologi yang meneliti atau menganalisis hubungan kompleks antara manusia dan lingkungan yang mereka tinggali.[1] Hal ini memiliki berbagai bentuk dan wujud, seperti bagaimana cara manusia bertahan hidup dari meramu dan berburu pada ribuan tahun yang lalu ketika peradaban masih belum ditemukan, tentang isu-isu lingkungan yang menjadi perhatian saat ini seperti erosi tanah yang disebabkan karena penggundulan hutan atau tenang bagimana masyarakat modern saat ini mampu menyesuaikan diri dari perubahan iklim yang begitu cepat.

Sub bidang antropologi tentang lingkungan ini berkembang ketika para antopolog menggunakan metode dan terminologi dari perkembangan ekologi dan menerapkannya untuk memahami budaya manusia. Antopologi lingkungan adalah sub bidang antropologi yang muncul dan berkembang karena tantangan untuk memahami dan mengatasi setiap permasalahan lingkungan yang muncul akibat ulah manusia seperti perubahan iklim, kepunahan spesies, polusi plastik, dan rusaknya habitat flora dan fauna memerlukan pemahaman tentang sistem budaya, politik, dan ekonomi yang kompleks dan menyeluruh terkait dengan masalah masalah ini.

Perkembangan sejarah ekologi

sunting

Terdapat perbedaan antara ekologi lama dam ekologi baru dalam menerapkan model penerapannya. Ekologi lama cenderung menunjukkan suatu kelompok masyarakat yang mengelola suumber daya mereka dan mejaga ekosistem mereka secara langsung. Penelitian-penelitian ini menggunakan norma relativisme budaya yang bertujuan untuk bersikap netral terhadap suatu nilai norma.[2] Disisi lain, ekologi baru memadukan antara teori dan analisis dengan kesadaran dan kebijakan politik sehingga memunculkan sub bidang baru seperti antropologi lingkungan dan eklogi politik.[2]

Antropologi lingkungan berfokus pada unit-unit baru terkait dengan pemahaman isu-isu lingkungan dan pengelolaan ekosistem yang telah dipelajari pleh para ahli sumber daya alam selama beberapa dekade.[2]

Isu lingkungan

sunting

Perubahan iklim

sunting

Perubahan iklim adalah sebuah keniscayaan, ketika temperatur global terus naik setiap tahunnya. Di tahun 2020 temperatur global naik 1 derajat dibanding tiga dekade sebelumnya.[3] Bahkan dalam tahun 2022, menjadi tahun terpanas bumi kelima dalam sejarah dengan suhu 1,11 derajat lebih panas ketimbang abad ke-19.[4] Hal ini tak lepas dari perilaku manusia yang menyebabkan perubahan iklim seperti pemanasan global yang semakin meningkat setiap tahunnya. Polusi yang semakin pekat dan efek rumah kaca menjadi salah satu penyebab mengapa bumi menjadi semakin panas untuk ditinggali. Pemanasan global juga menyebabkan lapisan es di Laut Antartika mencair yang menyebabkan berbagai dampak di masa depan.[5]

Penggundulan hutan

sunting

Kerusakan hutan akibat penggundulan tak jarang disebabkan oleh maraknya penyalahgunaan alih fungsi lahan hutan lindung yang diubah menjadi lahan pertanian.[6] Menurut data, daerah tropis kehilangan 10% lebih banyak hutan primer pada 2022 dibandingkan 2021, dengan lebih dari 4 juta hektare ditebang atau dibakar.[7] Menebang atau membakar hutan dapat menyebabkan meningkatnya suhu udara yang juga menjadi awal adanya pemanasan global.[7] Para ilmuwan berpendapat bahwa "jasa ekosistem" hutan tersebut tidak dapat digantikan dengan mudah karena membutuhkan proses yang panjang dalam mengembalikannya seperti semula. Penggundulan hutan ini juga menjadi salah satu isu lingkungan yang disebabkan oleh manusia atas dasar kepentingan-kepentingan tertentu.

Erosi tanah

sunting

Konversi penggunaan hutan sebagai areal lahan lain disadari banyak menimbulkan masalah, salah satunya adalah erosi tanah. Erosi merupakan peristiwa berpindahnya atau tersangkutnya material tanah dari suatu tempat yaitu lereng atas oleh air yang kemudian diendapkan di tempat yang lebih rendah.[8] Erosi disebabkan oleh adanya pemafaatan lahan dalam hal pembangunan maupun pertanian. Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi terjadinya erosi tanah, diantaranya karena faktor geologi, faktor biologis, dan faktor iklim.[9] Erosi tanah dapat menyebabkan beberapa dampak negatif seperti penurunan kemampuan tanah dalam menyerap air, hilangnya mineral dan pertikel dalam tanah, dan lahan yang semakin menipis.[9]

Daftar referensi

sunting
  1. ^ "Environmental Anthropology — Anthropology". anthropology.ucdavis.edu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-11-29. 
  2. ^ a b c Kottak, Conrad P. (1999-03). "The New Ecological Anthropology". American Anthropologist (dalam bahasa Inggris). 101 (1): 23–35. doi:10.1525/aa.1999.101.1.23. ISSN 0002-7294. 
  3. ^ Afiff, Suraya (2022-06-05). "Antropologi dan Persoalan Perubahan Iklim: Perspektif Kritis Ekologi Politik". Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya (dalam bahasa Inggris). 24 (1): 109–118. doi:10.25077/jantro.v24.n1.p109-118.2022. ISSN 2355-5963. 
  4. ^ "NASA: 2022 Jadi Tahun Terpanas Bumi Kelima dalam Sejarah". kumparan. Diakses tanggal 2023-11-29. 
  5. ^ "Lapisan es laut Antarktika terus mencair, mencetak rekor terendah". BBC News Indonesia. Diakses tanggal 2023-11-29. 
  6. ^ Adi Wibowo, Eko; Karim (2023-06-30). "PERSPEKTIF KEPERDATAAN AKIBAT PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP". Jurnal Magister Ilmu Hukum. 13 (1): 182–201. doi:10.56943/dekrit.v13n1.158. ISSN 1978-6336. 
  7. ^ a b "Hutan seluas 11 lapangan bola 'hilang tiap menit' pada 2022, Indonesia disebut 'berhasil menurunkan pengurangan hutan primer'". BBC News Indonesia. Diakses tanggal 2023-11-29. 
  8. ^ Osok, Rafael M.; Talakua, Silwanus M.; Gaspersz, Ellisa J. (2018-12-01). "Analisis Faktor-Faktor Erosi Tanah, Dan Tingkat Bahaya Erosi Dengan Metode Rusle Di DAS Wai Batu Merah Kota Ambon Provinsi Maluku". JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN (dalam bahasa Inggris). 14 (2): 89–96. doi:10.30598/jbdp.2018.14.2.89. ISSN 2620-892X. 
  9. ^ a b Media, Kompas Cyber (2022-04-18). "Erosi Tanah: Faktor Penyebab dan Akibatnya Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-11-29.