Suku Melayu Deli
Melayu Deli (Jawi: ملایو دلي) adalah salah satu kelompok etnis Melayu yang berasal dari pesisir timur Sumatera Utara; terutama bermukim di Kota Medan.[1]
Daerah dengan populasi signifikan | |
---|---|
Sumatera Utara (terutama di Medan dan Deli Serdang) | |
Bahasa | |
Bahasa Melayu Deli | |
Agama | |
Mayoritas Islam Suni | |
Kelompok etnik terkait | |
Kebudayaan Melayu Deli dimulai sejak zaman Kesultanan Deli, yakni sebuah kerajaan Islam yang berdiri di pesisir timur Sumatera Utara pada tahun 1632—1946. Orang Melayu Deli dikenal dengan seni pantunnya yang terkenal hingga saat ini.[2]
Tempat bermukim
Masyarakat Melayu Deli sudah berabad-abad tinggal di sekitar pinggiran Sungai Deli yang mengalir di Kota Medan hingga ke pantai timur Sumatra atau lebih tepatnya bermuara di Selat Malaka.[3] Hingga pada akhirnya berkembangnya industri di Kota Medan membuat orang Melayu Deli banyak tinggal di sekitaran Kota Medan, Deli Tua, pesisir Sungai Deli, Sungai Babura, Sungai Labuhan, termasuk juga di Kabupaten Deli Serdang.[1]
Bahasa
Orang Melayu Deli menggunakan bahasa khas Melayu yang tidak jauh berbeda dengan bahasa Melayu pada umumnya. Termasuk tidak jauh berbeda dengan yang dipakai oleh orang Melayu Malaysia. Pengucapan bahasanya banyak diakhiri dengan huruf e (e pepet).[1]
Bahasa Melayu Deli | Bahasa Indonesia |
---|---|
Aah | Iya |
Abah | Abang (ada talian darah); di keluarga-keluarga tertentu dipergunakan untuk menyebut ayah |
Acan | sengaja mengusik atau mengejek |
Acap-acap | Setinggi |
Aci | Boleh; sah |
Acik | Panggilan untuk adik dari orang tua |
Acu | Menacungkan sesuatu |
Agah | Bercanda (biasanya dengan bayi) |
Ageh | Beri |
Agham-agham | Ikatan atau pegangan yg asal asalan |
Aghi | Kemarin; waktu yang sudah lewat |
Aghok | Hasut; provokasi |
Agu | Kocok; aduk supaya menyatu |
Ajang | Milik; kepunyaan |
Ajat | Ingin; hasrat |
Ajok | Tiru |
Akor | Cocok; harmonis |
Alahai | Aduhai (biasanya untuk mengekspresikan kekaguman) |
Alak-alak | Remaja usia kira-kira 11—15 tahun |
Alang | Sebutan untuk anak ketiga |
Aleh | Seandainya; mana tahu |
Alip | Permainan kanak-kanak, misalnya alip berondok, alip jongkok, dan lain sebagainya |
Alip-alip | Sebutan untuk buku belajar membaca huruf Arab hingga ke Juz Amma |
Alu | Kayu penumbuk untuk menumbuk padi |
Ambai | Jaring untuk menangkap ikan atau udang yg dipasang di tengah arus air dengan 2 tiang |
Ambe | Saya; aku |
Ambek | Ambil |
Ambek pakan | Ambil hati; menunjukkan seolah empati |
Ampan | Terpental karena mengenai sesuatu |
Andak | Sebutan untuk anak kelima |
Andam | Memotong atau mencukur sedikit rambut mempelai sebelum bersanding; cukur surai |
Andong | Nenek |
Angah | Sebutan untuk anak kedua |
Angek | Panas hati; iri |
Anggah | Pamer kekuatan atau kekayaan |
Anggau | Makhluk halus sejenis genderuwo |
Anggok-anggai | Kondisi mengangguk karena mengantuk; terkantuk |
Angleh | Cocok; serasi dalam hal pekerjaan atau kemitraan dalam kerja |
Antah | Kulit padi dalam tumpukan beras |
Antok | Bentur |
Aok | Iya; ya; iyalah |
Apam balik | Martabak manis |
Api-api | Benalu |
Asak | Dorong; desak |
Atak | Bagi-bagi |
Atog | Atau |
Atok | Orang tua dari ayah atau ibu |
Awah | Sistem bagi hasil antara pemilik dan petani |
Awak | Diri pribadi; diriku; dirimu |
Ayak | Serak; buyar |
Ayoh | Ayah |
Ayong | Tutur anak pertama (sulong; long; yong; iyong) |
Agama
Masyarakat Melayu Deli dapat dikatakan hampir seluruhnya beragama Islam Sufi. Menurut orang Melayu Deli, orang Melayu beragama Islam, karena hampir seluruh adat-istiadat dan budaya Melayu berlandaskan agama Islam.
Diperkiraan suku Melayu Deli sebanyak 99,9% beragama Islam. Hanya sebanyak 0,1% saja yang beragama Kristen. Namun, dalam praktek keseharian, masih banyak orang Melayu Deli yang masih percaya hal-hal gaib, arwah gentayangan serta tempat-tempat keramat, yang dianggap dapat mempengaruhi kehidupan keseharian orang Melayu Deli tersebut.[1]
Mata pencarian
Masyarakat Melayu Deli pada umumnya bekerja sebagai petani dan biasanya ketika bercocok tanam masih menggunakan metode tradisional. Selain bertani, ada juga yang bekerja sebagai nelayan dan berdagang serta terdapat juga yang bekerja di sektor pemerintahan. Kemudian, tidak sedikit masyarakat Melayu Deli ini yang bekerja sebagai pegawai atau buruh di perkebunan sawit, karet, atau tembakau punya pemerintah ataupun punya pihak swasta atau perusahaan asing.[1]
Kesenian
Melayu Deli mempunyai kesenian khas yang hingga sekarang masih tetap dilestarikan baik itu berupa tarian, kesenian pantun dan kesenian musik.[4] Alat musik Melayu mencakup dua alat musik dari barat yaitu arkedon dan biola. Alat musik ini dipadukan dengan alat musik lokal seperti gendang, gambus, tambur, dan kompang.[5]
Salah satu kesenian yang ternama di etnis Melayu Deli adalah kesenian pantun Deli. Karya sastra pantun tersebut dapat dijumpai baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk lisan yang biasanya dibawakan ketika ada acara-acara atau upacara adat Melayu.[6]
Galeri
-
Balairung Istana Maimun.
-
Pasangan Melayu Deli mengenakan pakaian adat Melayu Deli di pelaminan.
Referensi
- ^ a b c d e "Mau Tahu Sejarah Suku Melayu Deli". EKSISNEWS.COM. 16 Juli 2018. Diakses tanggal 29 Maret 2023.
- ^ Armanda, Arie. "PANTUN MELAYU DELI BANG ZEIN".
- ^ Sinaga, Nikson (8 Oktober 2021). "Budaya Melayu Deli Makin Terpinggirkan di Kota Medan". Kompas.id. Diakses tanggal 299 Maret 2023.
- ^ Laudra, Dwi Chaya; Pauziah, Fadillah; Siburian, Nova Uli; Sibarani, Grace; Manalu, Samadam Boang; Ivanna, Julia (31 Agustus 2021). "Mengenal dan Melestarikan Budaya Melayu Deli di Kota Medan Sumatera Utara". Jotika Journal in Education (dalam bahasa Inggris). 1 (1): 6–9. doi:10.56445/jje.v1i1.13. ISSN 2807-6788.
- ^ SINAGA, NIKSON (8 Oktober 2021). "Budaya Melayu Deli Makin Terpinggirkan di Kota Medan". Kompas.id. Diakses tanggal 11 November 2023.
- ^ https://core.ac.uk/download/pdf/328113428.pdf
Pranala luar