Gangguan bipolar
Gangguan bipolar, dulu dikenal juga dengan nama manik depresif, adalah gangguan mental yang menyerang kondisi psikis seseorang yang ditandai dengan rasa ingin depo setiap hari. depresi (kesedihan), karena itu disebut dengan istilah rungkad. Suasana hati pengidapnya dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu mania dan depresi yang berlebihan tanpa adanya pola atau waktu yang pasti, atau bisa pula gabungan mania dan depresi sekaligus dalam satu waktu.
Gangguan bipolar | |
---|---|
Gangguan bipolar ditandai dengan perubahan suasana hati yang drastis. | |
Informasi umum | |
Spesialisasi | Psikiatri, psikologi klinis |
Setiap orang pada umumnya pernah mengalami suasana hati yang baik dan suasana hati yang buruk. Akan tetapi, seseorang yang menderita gangguan bipolar memiliki ayunan perasaan yang ekstrem dengan pola perasaan yang mudah berubah secara drastis. Suatu ketika, seorang pengidap gangguan bipolar bisa merasa sangat antusias dan bersemangat (mania). Saat suasana hatinya berubah buruk, ia bisa sangat depresi, pesimis, putus asa, bahkan sampai mempunyai keinginan untuk bunuh diri.
Suasana hati meningkat secara klinis disebut sebagai mania, atau di saat ringan disebut hipomania. Individu yang mengalami episode mania juga sering mengalami episode depresi, atau episode campuran di saat kedua fitur mania dan depresi hadir pada waktu yang sama. Episode ini biasanya dipisahkan oleh periode suasana hati normal, tetapi dalam beberapa individu, depresi dan mania mungkin berganti dengan sangat cepat yang dikenal sebagai rapid-cycle.
Episode mania ekstrem kadang-kadang dapat menyebabkan gejala psikosis seperti delusi dan halusinasi. Episode mania biasanya dimulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara dua minggu sampai lima bulan. Sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama. Episode hipomania mempunyai derajat yang lebih ringan daripada mania. Gangguan bipolar dibagi menjadi bipolar I, bipolar II, cyclothymia, dan jenis lainnya berdasarkan sifat dan pengalaman tingkat keparahan episode suasana hati; kisaran ini sering digambarkan sebagai spektrum bipolar.
Prosentase terjadinya gejala
Insiden gangguan bipolar berkisar antara 0,3% - 1,5% yang persentasenya tergolong rendah jika dibandingkan dengan persentase insiden yang dikategorikan skizofrenia. Gangguan bipolar saat ini sudah menjangkiti sekitar 10 hingga 12 persen remaja di luar negeri. Di beberapa kota di Indonesia juga mulai dilaporkan penderita berusia remaja. Risiko kematian terus membayangi penderita gangguan bipolar, dan itu terjadi karena mereka lebih memilih untuk mengambil jalan pintas.
Episode pertama bisa timbul mulai dari masa kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita gangguan bipolar, risiko penyakit akan lebih berat, berkepanjangan, bahkan sering kambuh. Sementara anak-anak berpotensi mengalami perkembangan gangguan ini ke dalam bentuk yang lebih parah dan sering bersamaan dengan gangguan hiperaktif defisit atensi (ADHD). Orang yang berisiko mengalami gangguan bipolar adalah mereka yang mempunyai anggota keluarga yang juga mengidap gangguan bipolar.
Tanda dan gejala
Gangguan bipolar dapat terlihat sangat berbeda pada orang yang berbeda. Gejala bervariasi dalam pola, keparahan, dan frekuensi. Beberapa orang lebih rentan terhadap baik mania atau depresi, sementara yang lain bergantian sama antara dua jenis episode. Gangguan suasana hati sering terjadi pada seseorang, sementara yang lain hanya mengalami sedikit selama seumur hidup.
Ada empat jenis episode suasana hati pada penderita gangguan bipolar, yakni mania, hipomania, depresi, dan episode campuran. Setiap jenis episode suasana hati gangguan bipolar memiliki gejala yang unik.
Tanda dan gejala mania
Gejala-gejala dari tahap mania gangguan bipolar adalah sebagai berikut:
- Gembira berlebihan.
- Mudah tersinggung sehingga mudah marah.
- Merasa dirinya sangat penting.
- Merasa kaya atau memiliki kemampuan lebih dibanding orang lain.
- Penuh ide dan semangat baru.
- Cepat berpindah dari satu ide ke ide lainnya.
- Mendengar suara yang orang lain tak dapat mendengarnya.
- Nafsu seksual meningkat.
- Menyusun rencana yang tidak masuk akal.
- Sangat aktif dan bergerak sangat cepat.
- Berbicara sangat cepat sehingga sukar dimengerti apa yang dibicarakan.
- Menghambur-hamburkan uang.
- Membuat keputusan aneh dan tiba-tiba, namun cenderung membahayakan.
- Merasa sangat mengenal orang lain.
- Mudah melempar kritik terhadap orang lain.
- Sukar menahan diri dalam perilaku sehari-hari.
- Sulit tidur.
- Merasa sangat bersemangat, seakan-akan satu hari tidak cukup 24 jam.
Tanda dan gejala hipomania
Hipomania adalah bentuk kurang parah dari mania. Orang-orang dalam keadaan hipomanik merasa gembira, energik, dan produktif, tetapi mereka mampu meneruskan kehidupan sehari-hari dan tidak pernah kehilangan kontak dengan realitas. Untuk yang lain, mungkin tampak seolah-olah orang dengan hipomania hanyalah dalam suasana hati yang luar biasa baik. Namun, hipomania dapat menghasilkan keputusan yang buruk yang membahayakan hubungan, karier, dan reputasi. Selain itu, hipomania sering meningkat menjadi mania penuh dan terkadang dapat diikuti oleh episode depresi berat.
Tahap hipomania mirip dengan mania, perbedaannya adalah penderita yang berada pada tahap ini merasa lebih tenang seakan-akan telah kembali normal serta tidak mengalami halusinasi dan delusi. Hipomania sulit untuk didiagnosis karena terlihat seperti kebahagiaan biasa, tapi membawa risiko yang sama dengan mania. Gejala-gejala dari tahap hipomania pada gangguan bipolar adalah sebagai berikut:
- Bersemangat dan penuh energi dengan munculnya kreativitas.
- Bersikap optimis, selalu tampak gembira, lebih aktif, dan cepat marah.
- Penurunan kebutuhan untuk tidur.
Tanda dan gejala depresi bipolar
Gejala-gejala dari tahap depresi gangguan bipolar adalah sebagai berikut:
- Suasana hati yang murung dan perasaan sedih yang berkepanjangan.
- Sering menangis atau ingin menangis tanpa alasan yang jelas.
- Kehilangan minat untuk melakukan sesuatu.
- Tidak mampu merasakan kegembiraan.
- Mudah letih, tak bergairah, tak bertenaga.
- Sulit konsentrasi.
- Merasa tak berguna dan putus asa.
- Merasa bersalah dan berdosa.
- Rendah diri dan kurang percaya diri.
- Beranggapan masa depan suram dan pesimistis.
- Berpikir untuk bunuh diri.
- Hilang nafsu makan atau makan berlebihan.
- Penurunan berat badan atau penambahan berat badan.
- Sulit tidur, bangun tidur lebih awal, atau tidur berlebihan.
- Mual sehingga sulit berbicara karena menahan rasa mual, mulut kering, susah buang air besar, dan terkadang diare.
- Kehilangan gairah seksual.
- Menghindari komunikasi dengan orang lain.
Hampir semua penderita gangguan bipolar mempunyai pikiran tentang bunuh diri. dan 30% di antaranya berusaha untuk merealisasikan niat tersebut dengan berbagai cara.
Tanda dan gejala episode campuran
Episode ini merupakan gangguan bipolar campuran dari kedua fitur gejala mania atau hipomania dan depresi. Tanda-tanda umum episode campuran termasuk depresi dikombinasikan dengan agitasi, iritabilitas, kegelisahan, insomnia, distractibility, dan layangan pikiran (flight of idea). Kombinasi energi tinggi dan rendah membuat suasana hati penderita berisiko tinggi untuk bunuh diri.
Dalam konteks gangguan bipolar, episode campuran (mixed state) adalah suatu kondisi di saat tahap mania dan depresi terjadi bersamaan. Pada saat tertentu, penderita mungkin bisa merasakan energi yang berlebihan, tidak bisa tidur, muncul ide-ide yang berlalu-lalang di kepala, agresif, dan panik (mania). Akan tetapi, beberapa jam kemudian, keadaan itu berubah menjadi sebaliknya. Penderita merasa kelelahan, putus asa, dan berpikiran negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu terjadi bergantian dan berulang-ulang dalam waktu yang relatif cepat. Alkohol, narkoba, dan obat-obat antidepresan sering dikonsumsi oleh penderita saat berada pada epiode ini. Episode campuran bisa menjadi episode yang paling membahayakan penderita gangguan bipolar. Pada episode ini, penderita paling banyak memiliki keinginan untuk bunuh diri karena kelelahan, putus asa, delusi, dan halusinasi. Gejala-gejala yang diperlihatkan jika penderita akan melakukan bunuh diri antara lain sebagai berikut:
- Selalu berbicara tentang kematian dan keinginan untuk mati kepada orang-orang di sekitarnya.
- Memiliki pandangan pribadi tentang kematian.
- Mengkonsumsi obat-obatan secara berlebihan dan alkohol.
- Terkadang lupa akan hutang atau tagihan seperti tagihan listrik dan telepon.
Penderita yang mengalami gejala-gejala tersebut atau siapa saja yang mengetahuinya sebaiknya segera menelepon dokter atau ahli jiwa, jangan meninggalkan penderita sendirian dan jauhkan benda-benda atau peralatan yang berisiko dapat membahayakan penderita atau orang-orang di sekelilingnya.
Faktor penyebab
Genetika
Genetika bawaan merupakan faktor umum penyebab gangguan bipolar. Seseorang yang lahir dari orang tua yang salah satunya merupakan pengidap gangguan bipolar memiliki risiko mengidap penyakit yang sama sebesar 15 % hingga 30%. Bila kedua orangtuanya mengidap gangguan bipolar, maka berpeluang mengidap gangguan bipolar sebesar 50% - 75%. Kembar identik dari seorang pengidap gangguan bipolar memiliki risiko tertinggi kemungkinan berkembangnya penyakit ini daripada yang bukan kembar identik. Penelitian mengenai pengaruh faktor genetis pada gangguan bipolar pernah dilakukan dengan melibatkan keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10% - 15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami satu episode gangguan suasana hati.
Penelitian genetika perilaku menunjukkan bahwa banyak daerah kromosom dan gen kandidat terkait dengan gangguan bipolar dengan memberikan efek ringan hingga sedang.[1] Risiko gangguan bipolar hampir sepuluh kali lipat lebih tinggi pada kerabat tingkat pertama dari mereka yang mengidap gangguan bipolar dibandingkan populasi umum. Hal serupa, risiko gangguan depresi mayor (berat) yaitu tiga kali lebih tinggi pada kerabat mereka yang memiliki gangguan bipolar dibandingkan populasi umum.[2]
Temuan pertama pautan genetik untuk mania telah diungkap pada 1969,[3] tetapi berikutnya studi keterkaitan tersebut tidak konsisten.[2] Temuan menunjukkan gen-gen yang terlibat sangat heterogen dalam keluarga yang berbeda.[4] Studi asosiasi genom (genome-wide association study, GWAS) yang andal dan dapat direplikasi menunjukkan beberapa polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) umum dikaitkan dengan gangguan bipolar, termasuk varian pada gen CACNA1C, ODZ4, dan NCAN.[1][5] Analisis GWAS komprehensif yang terbaru pun belum berhasil menemukan lokus yang memberikan efek yang nyata, menunjukkan bahwa tidak ada gen tunggal yang bertanggung jawab atas gangguan bipolar dalam banyak kasus.[5] Polimorfisme pada BDNF, DRD4, DAO, dan TPH1 sering dikaitkan dengan gangguan bipolar dan awalnya dikaitkan dalam meta-analisis, tetapi hubungan ini menghilang setelah koreksi untuk beberapa pengujian.[6] Di sisi lain, dua polimorfisme di TPH2 diidentifikasi terkait dengan gangguan bipolar.[7]
Karena temuan dari GWAS menunjukkan hasil tidak konsisten, berikutnya dilakukan pendekatan menganalisis SNP dalam jalur biologis. Jalur persinyalan yang secara tradisional sudah dipelajari terkait dengan gangguan bipolar termasuk persinyalan hormon pelepas kortikotropin, persinyalan β-adrenergik jantung, persinyalan fosfolipase C, persinyalan reseptor glutamat,[8] persinyalan hipertrofi jantung, persinyalan Wnt, persinyalan Notch,[9] dan persinyalan endotelin 1. Dari 16 gen yang diidentifikasi pada jalur-jalur ini, tiga gen ditemukan mengalami disregulasi pada bagian korteks prefrontal dorsolateral otak dalam studi post-mortem yaitu: CACNA1C, GNG2, dan ITPR2.[10]
Gangguan bipolar dikaitkan dengan penurunan ekspresi enzim perbaikan DNA spesifik dan peningkatan tingkat kerusakan DNA oksidatif.[11]
Lingkungan
Gangguan bipolar tidak memiliki penyebab tunggal. Tampaknya orang-orang tertentu secara genetik cenderung untuk mengidap gangguan bipolar, tetapi tidak semua orang dengan kerentanan mewarisi penyakit berkembang yang menunjukkan bahwa gen bukanlah satu-satunya penyebab. Beberapa studi pencitraan otak menunjukkan adanya perubahan fisik pada otak pengidap gangguan bipolar. Dalam penelitian lain disebutkan, gangguan ini juga disebabkan oleh ketidakseimbangan neurotransmitter, fungsi tiroid yang abnormal, gangguan ritme sirkadian, dan tingkat tinggi hormon stres kortisol. Faktor eksternal lingkungan dan psikologis juga diyakini terlibat dalam pengembangan gangguan bipolar. Faktor-faktor eksternal dapat memulai episode baru mania atau depresi dan membuat gejala yang ada makin memburuk. Namun, banyak episode gangguan bipolar terjadi tanpa pemicu yang jelas.
Pengidap penyakit ini cenderung mengalami faktor pemicu munculnya penyakit yang melibatkan hubungan antarperseorangan atau peristiwa-peristiwa pencapaian tujuan (penghargaan) dalam hidup. Contoh dari hubungan perseorangan antara lain jatuh cinta, putus cinta, dan kematian sahabat. Sedangkan peristiwa pencapaian tujuan antara lain kegagalan untuk lulus sekolah dan dipecat dari pekerjaan. Selain itu, seorang penderita gangguan bipolar yang gejalanya mulai muncul saat masa ramaja kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil yang kurang menyenangkan seperti mengalami banyak kegelisahan atau depresi. Selain penyebab di atas, alkohol, obat-obatan, dan penyakit lain yang diderita juga dapat memicu munculnya gangguan bipolar. Di sisi lain, keadaan lingkungan di sekitarnya yang baik dapat mendukung pengidap gangguan ini sehingga bisa menjalani kehidupan dengan normal.
Berikut ini adalah faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya gangguan bipolar:
- Infeksi virus prenatal telah terlibat dalam sejumlah penyakit mental, termasuk bipolar. Ada bukti yang lebih kuat untuk hubungan antara bipolar dan seropositif untuk infeksi T. gondii.[12][13]
- Ada hubungan yang signifikan antara perkembangan bipolar dan pelecehan fisik, seksual dan emosional sebelumnya, dan pengabaian fisik dan emosional.[14] Dalam survei, 30-50% orang dewasa yang didiagnosis dengan gangguan bipolar melaporkan pengalaman traumatis/pelecehan di masa kanak-kanak, yang dikaitkan dengan onset yang lebih awal, tingkat upaya bunuh diri yang lebih tinggi, dan gangguan kejiwaan lain yang terjadi bersamaan seperti gangguan stres pascatrauma.[15]
- Bipolar sering komorbiditas dengan penyalahgunaan zat, termasuk ganja, opioid, kokain, obat penenang dan alkohol, dan kausalitas telah disarankan di kedua arah.[16][17]
- Secara akut, mania dapat disebabkan oleh kurang tidur pada sekitar 30% orang dengan gangguan bipolar.[18]
Penyakit penyerta
Orang dengan gangguan bipolar sering memiliki penyakit kejiwaan lain yang ada bersama seperti kecemasan (hadir pada sekitar 71% orang dengan gangguan bipolar), penyalahgunaan zat (56%), gangguan kepribadian (36%), serta gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (10-20 %) yang dapat menambah beban penyakit dan memperburuk prognosis. Penyakit tertentu juga lebih sering terjadi pada orang dengan gangguan bipolar dibandingkan dengan populasi umum, yaitu sindrom metabolik (hadir pada 37% orang dengan gangguan bipolar), sakit kepala migrain (35%), obesitas (21%), dan diabetes melitus tipe 2 (14%). Ini berkontribusi pada risiko kematian dua kali lebih tinggi pada mereka dengan gangguan bipolar dibandingkan dengan populasi umum.[19]
Penyakit kejiwaan lain yang menyertai (komorbiditas) yaitu gangguan obsesif-kompulsif, gangguan penggunaan zat, gangguan makan, gangguan fobia sosial, sindrom pramenstruasi (termasuk gangguan disforik pramenstruasi), atau gangguan panik.[17][20][21]
Mekanisme penyakit
Salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap gangguan bipolar adalah terganggunya keseimbangan neurotransmiter utama di dalam otak. Sebagai organ yang berfungsi menghantarkan rangsang, otak membutuhkan neurotransmitter dalam menjalankan tugasnya. Norepinefrin, dopamin, dan serotonin adalah beberapa jenis neurotransmitter yang penting dalam penghantaran impuls saraf. Pada penderita gangguan bipolar, senyawa kimia tersebut berada dalam keadaan yang tidak seimbang.
Sebagai contoh, ketika seorang pengidap gangguan bipolar dengan kadar dopamin yang tinggi dalam otaknya akan merasa sangat bersemangat, agresif, dan percaya diri. Keadaan inilah yang disebut fase mania. Sebaliknya dengan fase depresi yang terjadi ketika kadar senyawa kimia utama otak itu menurun di bawah normal, sehingga penderita merasa tidak bersemangat, pesimis, dan bahkan keinginan untuk bunuh diri.
Seseorang yang menderita gangguan bipolar menandakan adanya gangguan pada sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system (BAS). BAS memfasilitasi kemampuan manusia untuk memperoleh penghargaan (pencapaian tujuan) dari lingkungannya. Hal ini dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik kepribadian seperti ekstrovert (bersifat terbuka), peningkatan energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur saraf dalam otak yang melibatkan dopamin dan perilaku untuk memperoleh penghargaan. Peristiwa kehidupan yang melibatkan penghargan atau keinginan untuk mencapai tujuan diprediksi meningkatkan episode mania, tetapi tidak ada kaitannya dengan episode depresi. Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada episode mania.
Selain gangguan pada neurotransmiter, sistem neuroendokrin juga mengalami gangguan pada bipolar. Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan mempengaruhi hipotalamus yang berfungsi mengontrol kelenjar endokrin dan tingkat hormon yang dihasilkan. Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituari. Kelenjar ini terkait dengan gangguan depresi seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari kortisol yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh produksi yang berlebih dari pelepasan hormon rotropin oleh hipotalamus. Produksi yang berlebih dari kortisol pada orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal. Banyaknya kortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada hipokampus dan penelitian juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi menunjukkan hipokampus yang tidak normal. Penelitian mengenai sindrom Cushing juga dikaitkan dengan tingginya tingkat kortisol pada gangguan depresi.
Diagnosis
Jenis gangguan bipolar
Gangguan bipolar dapat terlihat dalam berbagai bentuk. Beberapa jenis telah diidentifikasi; jenis-jenis tersebut terutama terkait dari pola terjadinya gangguan bipolar:[22][23]
- Gangguan bipolar tipe I: Setidaknya terjadi satu kejadian kegembiraan berlebihan (maniak).
- Gangguan bipolar tipe II: Tidak ada kejadian kegembiraan berlebihan, tetapi setidaknya ada satu kejadian Hypomania, dan setidaknya satu kejadian kesedihan berlebihan.
- Cyclothymia: Seperti halnya gangguan bipolar II, tetapi depresinya tidak dapat dikategorikan sebagai kesedihan berlebihan.
Diagnosis banding
Gangguan bipolar diklasifikasikan oleh International Classification of Diseases sebagai gangguan mental dan perilaku.[24] Gangguan mental lain dengan gejala yang mirip dengan yang terlihat pada gangguan bipolar termasuk skizofrenia, gangguan depresi mayor,[25] ADHD, dan gangguan kepribadian tertentu, seperti gangguan kepribadian ambang.[26][27][28]
Meskipun tidak ada tes biologis yang mendiagnosis gangguan bipolar,[3] tes darah dan/atau pencitraan dilakukan untuk menyelidiki apakah ada penyakit dengan presentasi klinis yang mirip dengan gangguan bipolar sebelum membuat diagnosis pasti. Penyakit neurologis seperti sklerosis multipel, kejang parsial kompleks, strok, tumor otak, penyakit Wilson, cedera otak traumatis, penyakit Huntington, dan migrain dapat meniru fitur gangguan bipolar.[29] EEG dapat digunakan untuk menyingkirkan dugaan kelainan neurologis seperti epilepsi. Sedangkan CT scan atau MRI kepala dapat digunakan untuk menyingkirkan dugaan lesi otak.[29] Selain itu, hipotiroidisme, hipertiroidisme, dan penyakit Cushing juga penyakit jaringan ikat, lupus eritematosus sistemik merupakan penyakit yang berbeda dari bipolar. Infeksi tertentu juga dapat menimbulkan mania yang mungkin tampak mirip dengan mania bipolar termasuk herpes ensefalitis, HIV, influenza, atau neurosifilis.[29] Kekurangan vitamin tertentu seperti pellagra (kekurangan niasin), kekurangan vitamin B12, kekurangan folat, dan sindrom Wernicke Korsakoff (kekurangan tiamin) juga dapat menyebabkan mania.[29] Obat umum yang dapat menyebabkan gejala manik termasuk antidepresan, prednison, obat penyakit Parkinson, hormon tiroid, stimulan (termasuk kokain dan metamfetamin), dan antibiotik tertentu.[30][31]
Tata laksana
Seperti kebanyakan penyakit mental lainnya, banyak cara untuk melakukan tata laksana perawatan gangguan bipolar. Kadang-kadang pemberian obat-obatan dan terapi/konsultasi dapat membuat hal ini lebih mudah dikontrol. Tetapi hal ini belum tentu bisa dilakukan pada semua orang dan tidak jarang terjadi masa kegembiraan berlebihan (manik), ketika mereka berhenti minum obat, karena mereka merasa sudah dapat mengontrol dirinya sendiri. Hal ini dapat membuat sulitnya hidup dengan gangguan bipolar, tetapi dengan adanya edukasi tentang hal ini, maka gangguan bipolar sesungguhnya tidak benar-benar sulit. Kadang-kadang, penderita gangguan bipolar perlu diberikan obat-obatan atas kemauannya; tergantung dari tingkat beratnya, penderita mungkin berpikir tentang bunuh diri, atau mungkin mereka tidak dapat melihat keadaannya dengan tepat. Dalam banyak kasus, menerangkan kasusnya pada penderita akan sangat membantu. Ketika mereka telah melewati banyak tahap dari gangguan bipolar ini berulang kali, mereka sering kali melihat tata laksana perawatan dapat membuat hidup mereka lebih mudah.
Psikososial
Berikut ini cara-cara untuk membantu diri sendiri dalam penanganan gangguan bipolar:[butuh rujukan]
- Dapatkan pengetahuan tentang cara mengatasi gangguan dan hal-hal yang berkaitan dengan gangguan bipolar. Semakin banyak diketahui, semakin baik dalam membantu pemulihan sendiri dari gangguan ini.
- Jauhkan stres dengan menjaga situasi keseimbangan antara pekerjaan dan hidup sehat, dan mencoba teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, berdoa/menyembah/memuji Tuhan, shalat malam atau pernapasan dalam.
- Mencari dukungan dengan memiliki seseorang yang untuk diminta bantuan dan dorongan. Cobalah bergabung dengan kelompok pendukung atau berbicara dengan teman yang dipercaya.
- Buatlah pilihan yang sehat. Pola tidur, makan, dan berolahraga dapat membantu menstabilkan suasana hati. Menjaga jadwal tidur yang teratur sangatlah penting.
- Pemantauan suasana hati secara mandiri dengan melacak gejala dan tanda-tanda ayunan suasana hati Anda berayun di luar kendali sehingga dapat menghentikan masalah sebelum dimulai.
- Menggunakan terapi buku harian, buku harian positif memuat aset positif. Dalam buku harian juga terdapat aspek meamaafkan dan rasa syukur. Buku harian juga dapat memengaruhi emosi, pikiran dan tindakan menjadi lebih terkontrol dengan baik dan ke arah yang positif.
Obat-obatan
Obat-obatan sering diresepkan untuk membantu meringankan gejala gangguan bipolar. Obat-obatan yang disetujui untuk mengobati gangguan bipolar termasuk penstabil suasana hati, antipsikotik, dan antidepresan. Terkadang kombinasi obat-obat tersebut juga dilakukan. Pilihan obat mungkin berbeda tergantung pada jenis episode gangguan bipolar atau jika orang tersebut mengalami depresi unipolar atau bipolar. Faktor lain yang perlu dipertimbangkan ketika dipilih terapi obat yaitu penyakit penyerta, respons terhadap terapi sebelumnya, efek samping, dan keinginan orang tersebut untuk dirawat.[20]
Penstabil suasana hati
Litium karbonat dan antikonvulsan karbamazepin, lamotrigin, dan asam valproat diklasifikasikan sebagai penstabil suasana hati pada terapi gangguan bipolar.[32][33][34] Litium memiliki bukti keseluruhan terbaik dan dianggap sebagai pengobatan yang efektif untuk episode manik akut, mencegah kekambuhan, dan depresi bipolar.[35][36] Litium mengurangi risiko bunuh diri, melukai diri sendiri, dan kematian pada orang dengan gangguan bipolar.[37] Litium lebih disukai untuk menstabilkan suasana hati jangka panjang.[38] Litium memiliki efek samping yaitu mempengaruhi fungsi ginjal dan tiroid dalam waktu lama. Valproat telah menjadi pengobatan yang umum diresepkan dan efektif mengobati episode manik.[39]
Karbamazepin kurang efektif dalam mencegah kekambuhan dibandingkan litium atau valproat.[40][41] Lamotrigin memiliki beberapa kemanjuran dalam mengobati depresi, dan manfaat ini paling besar pada depresi yang lebih parah.[42] Lamotrigin juga telah terbukti memiliki beberapa manfaat dalam mencegah kekambuhan gangguan bipolar (walau penelitian mengundang diskusi), dan tidak bermanfaat dalam subtipe gangguan bipolar siklus cepat.[43] Valproat dan karbamazepin bersifat teratogenik dan harus dihindari sebagai pengobatan pada wanita usia subur, tetapi penghentian obat-obatan ini selama kehamilan dikaitkan dengan risiko kekambuhan yang tinggi.[44] Efektivitas topiramat tidak diketahui.[45] Karbamazepin secara efektif mengobati episode manik, dengan beberapa bukti memiliki manfaat yang lebih besar pada gangguan bipolar siklus cepat, atau pada orang-orang yang memiliki lebih banyak gejala psikotik atau lebih banyak gejala yang mirip dengan gangguan skizofrenia.
Penstabil suasana hati digunakan untuk pemeliharaan jangka panjang, tetapi belum menunjukkan kemampuan yang cepat untuk mengobati depresi bipolar akut.[46]
Penelitian
Arah penelitian untuk gangguan bipolar pada anak-anak termasuk mengoptimalkan perawatan, meningkatkan pengetahuan tentang dasar genetik dan neurobiologis dari gangguan pediatrik, dan meningkatkan kriteria diagnostik.[47] Beberapa penelitian terkait terapi menunjukkan bahwa intervensi psikososial yang melibatkan keluarga, psikoedukasi, dan pengembangan keterampilan (melalui terapi seperti CBT, DBT, dan IPSRT) dapat bermanfaat, selain penggunaan obat-obatan.[48]
Referensi
- ^ a b Kerner B (February 2014). "Genetics of bipolar disorder". Appl Clin Genet. 7: 33–42. doi:10.2147/tacg.s39297. PMC 3966627 . PMID 24683306.
- ^ a b Barnett JH, Smoller JW (November 2009). "The genetics of bipolar disorder". Neuroscience. 164 (1): 331–343. doi:10.1016/j.neuroscience.2009.03.080. PMC 3637882 . PMID 19358880.
- ^ a b Craddock, Nick; Jones, Ian (1999-08-01). "Genetics of bipolar disorder". Journal of Medical Genetics (dalam bahasa Inggris). 36 (8): 585–594. doi:10.1136/jmg.36.8.585. ISSN 0022-2593. PMC 1762980 . PMID 10465107. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-28. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ Segurado R, Detera-Wadleigh SD, Levinson DF, Lewis CM, Gill M, Nurnberger JI, et al. (2003). "Genome Scan Meta-Analysis of Schizophrenia and Bipolar Disorder, Part III: Bipolar Disorder". The American Journal of Human Genetics. 73 (1): 49–62. doi:10.1086/376547. PMC 1180589 . PMID 12802785.
- ^ a b Escamilla, Michael A.; Zavala, Juan M. (2008). "Genetics of bipolar disorder". Dialogues in Clinical Neuroscience. 10 (2): 141–152. doi:10.31887/DCNS.2008.10.2/maescamilla. ISSN 1294-8322. PMC 3181866 . PMID 18689285. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-26. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ Seifuddin F, Mahon PB, Judy J, Pirooznia M, Jancic D, Taylor J, Goes FS, Potash JB, Zandi PP (July 2012). "Meta-analysis of genetic association studies on bipolar disorder". American Journal of Medical Genetics. Part B, Neuropsychiatric Genetics. 159B (5): 508–518. doi:10.1002/ajmg.b.32057. PMC 3582382 . PMID 22573399.
- ^ De Luca, V; Mueller, D J; Tharmalingam, S; King, N; Kennedy, J L (2004-10). "Analysis of the novel TPH2 gene in bipolar disorder and suicidality". Molecular Psychiatry (dalam bahasa Inggris). 9 (10): 896–897. doi:10.1038/sj.mp.4001531. ISSN 1359-4184. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-04. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ Torkamani A, Topol EJ, Schork NJ (November 2008). "Pathway analysis of seven common diseases assessed by genome-wide association". Genomics. 92 (5): 265–272. doi:10.1016/j.ygeno.2008.07.011. PMC 2602835 . PMID 18722519.
- ^ Pedroso I, Lourdusamy A, Rietschel M, Nöthen MM, Cichon S, McGuffin P, Al-Chalabi A, Barnes MR, Breen G (August 2012). "Common genetic variants and gene-expression changes associated with bipolar disorder are over-represented in brain signaling pathway genes". Biological Psychiatry. 72 (4): 311–317. doi:10.1016/j.biopsych.2011.12.031. PMID 22502986. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-12. Diakses tanggal 2022-03-16.
- ^ Nurnberger JI, Koller DL, Jung J, Edenberg HJ, Foroud T, Guella I, Vawter MP, Kelsoe JR (June 2014). "Identification of pathways for bipolar disorder: a meta-analysis". JAMA Psychiatry. 71 (6): 657–664. doi:10.1001/jamapsychiatry.2014.176. PMC 4523227 . PMID 24718920.
- ^ Raza MU, Tufan T, Wang Y, Hill C, Zhu MY (August 2016). "DNA Damage in Major Psychiatric Diseases". Neurotox Res. 30 (2): 251–267. doi:10.1007/s12640-016-9621-9. PMC 4947450 . PMID 27126805.
- ^ Frye, Mark A.; Coombes, Brandon J.; McElroy, Susan L.; Jones-Brando, Lori; Bond, David J.; Veldic, Marin; Romo-Nava, Francisco; Bobo, William V.; Singh, Balwinder (2019-12-01). "Association of Cytomegalovirus and Toxoplasma gondii Antibody Titers With Bipolar Disorder". JAMA Psychiatry (dalam bahasa Inggris). 76 (12): 1285. doi:10.1001/jamapsychiatry.2019.2499. ISSN 2168-622X. PMC 6751798 . PMID 31532468. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-09. Diakses tanggal 2022-03-15.
- ^ Oliveira, José; Kazma, Rémi; Le Floch, Edith; Bennabi, Meriem; Hamdani, Nora; Bengoufa, Djaouida; Dahoun, Mehdi; Manier, Céline; Bellivier, Frank (2016-12). "Toxoplasma gondii exposure may modulate the influence of TLR2 genetic variation on bipolar disorder: a gene–environment interaction study". International Journal of Bipolar Disorders (dalam bahasa Inggris). 4 (1): 11. doi:10.1186/s40345-016-0052-6. ISSN 2194-7511. PMC 4875582 . PMID 27207565. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-11-30. Diakses tanggal 2022-03-15.
- ^ Palmier-Claus, J. E.; Berry, K.; Bucci, S.; Mansell, W.; Varese, F. (2016-12). "Relationship between childhood adversity and bipolar affective disorder: systematic review and meta-analysis". British Journal of Psychiatry (dalam bahasa Inggris). 209 (6): 454–459. doi:10.1192/bjp.bp.115.179655. ISSN 0007-1250. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-28. Diakses tanggal 2022-03-15.
- ^ Brietzke E, Kauer Sant'anna M, Jackowski A, Grassi-Oliveira R, Bucker J, Zugman A, Mansur RB, Bressan RA (December 2012). "Impact of childhood stress on psychopathology". Rev Bras Psiquiatr. 34 (4): 480–488. doi:10.1016/j.rbp.2012.04.009. PMID 23429820.
- ^ Gilman, Stephen E.; Dupuy, Jamie M.; Perlis, Roy H. (2012-06). "Risks for the transition from major depressive disorder to bipolar disorder in the National Epidemiologic Survey on Alcohol and Related Conditions". The Journal of Clinical Psychiatry. 73 (6): 829–836. doi:10.4088/JCP.11m06912. ISSN 1555-2101. PMC 3703739 . PMID 22394428. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-01. Diakses tanggal 2022-03-15.
- ^ a b Post, Robert M.; Kalivas, Peter (2013-03). "Bipolar disorder and substance misuse: pathological and therapeutic implications of their comorbidity and cross-sensitisation". The British Journal of Psychiatry: The Journal of Mental Science. 202 (3): 172–176. doi:10.1192/bjp.bp.112.116855. ISSN 1472-1465. PMC 4340700 . PMID 23457180. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-08. Diakses tanggal 2022-03-15.
- ^ Young, JW; Dulcis, D (July 15, 2015). "Investigating the mechanism(s) underlying switching between states in bipolar disorder". European Journal of Pharmacology. 759: 151–162. doi:10.1016/j.ejphar.2015.03.019. PMC 4437855 . PMID 25814263. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-09. Diakses tanggal 2022-03-16.
- ^ Rowland, Tobias A.; Marwaha, Steven (2018-09). "Epidemiology and risk factors for bipolar disorder". Therapeutic Advances in Psychopharmacology. 8 (9): 251–269. doi:10.1177/2045125318769235. ISSN 2045-1253. PMC 6116765 . PMID 30181867. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-17. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ a b Muneer A (June 2013). "Treatment of the depressive phase of bipolar affective disorder: a review". J Pak Med Assoc (Review). 63 (6): 763–769. PMID 23901682.
- ^ Cirillo PC, Passos RB, Bevilaqua MC, López JR, Nardi AE (December 2012). "Bipolar disorder and Premenstrual Syndrome or Premenstrual Dysphoric Disorder comorbidity: a systematic review". Rev Bras Psiquiatr. 34 (4): 467–479. doi:10.1016/j.rbp.2012.04.010. PMID 23429819.
- ^ Jain, Ankit; Mitra, Paroma (2022). Bipolar Affective Disorder. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. PMID 32644424. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-23. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ Bobo, William V. (2017-10). "The Diagnosis and Management of Bipolar I and II Disorders: Clinical Practice Update". Mayo Clinic Proceedings (dalam bahasa Inggris). 92 (10): 1532–1551. doi:10.1016/j.mayocp.2017.06.022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-06. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ "ICD-10 Version:2019". icd.who.int. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-03-31. Diakses tanggal 2022-03-16.
- ^ Baldessarini RJ, Faedda GL, Offidani E, Vázquez GH, Marangoni C, Serra G, Tondo L (May 2013). "Antidepressant-associated mood-switching and transition from unipolar major depression to bipolar disorder: a review" (PDF). J Affect Disord. 148 (1): 129–135. doi:10.1016/j.jad.2012.10.033. PMID 23219059. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-12-02. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ Salvi, Virginio; Ribuoli, Enrico; Servasi, Michele; Orsolini, Laura; Volpe, Umberto (2021-05-10). "ADHD and Bipolar Disorder in Adulthood: Clinical and Treatment Implications". Medicina (dalam bahasa Inggris). 57 (5): 466. doi:10.3390/medicina57050466. ISSN 1648-9144. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-22. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ Magill CA (2004). "The boundary between borderline personality disorder and bipolar disorder: Current concepts and challenges". Canadian Journal of Psychiatry. 49 (8): 551–556. doi:10.1177/070674370404900806. PMID 15453104.
- ^ Bassett D (2012). "Borderline personality disorder and bipolar affective disorder. Spectra or spectre? A review". Australian and New Zealand Journal of Psychiatry. 46 (4): 327–339. doi:10.1177/0004867411435289. PMID 22508593. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-24. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ a b c d Price, Amy L.; Marzani-Nissen, Gabrielle R. (2012-03-01). "Bipolar disorders: a review". American Family Physician. 85 (5): 483–493. ISSN 1532-0650. PMID 22534227. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-26. Diakses tanggal 2022-03-16.
- ^ Brooks, John O.; Hoblyn, Jennifer C. (2005-11). "Secondary Mania in Older Adults". American Journal of Psychiatry (dalam bahasa Inggris). 162 (11): 2033–2038. doi:10.1176/appi.ajp.162.11.2033. ISSN 0002-953X. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-28. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ Ljubic, Nemanja; Ueberberg, Bianca; Grunze, Heinz; Assion, Hans-Jörg (2021-12). "Treatment of bipolar disorders in older adults: a review". Annals of General Psychiatry (dalam bahasa Inggris). 20 (1): 45. doi:10.1186/s12991-021-00367-x. ISSN 1744-859X. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-22. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ Yalin, Nefize; Young, Allan H (2020-06). "
Pharmacological Treatment of Bipolar Depression: What are the Current and Emerging Options?
". Neuropsychiatric Disease and Treatment. Volume 16: 1459–1472. doi:10.2147/ndt.s245166. ISSN 1178-2021. PMC 7294105 . PMID 32606699. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-28. Diakses tanggal 2022-03-17. - ^ Berk, Michael; Berk, Lesley; Davey, Christopher G; Moylan, Steven; Giorlando, Francesco; Singh, Ajeet B; Kalra, Harish; Dodd, Seetal; Malhi, Gin S (2013-10). "Treatment of bipolar depression". Medical Journal of Australia (dalam bahasa Inggris). 199 (S6). doi:10.5694/mja12.10611. ISSN 0025-729X. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-23. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ Shen, Yu-Chih (2018-07). "Treatment of acute bipolar depression". Ci Ji Yi Xue Za Zhi = Tzu-Chi Medical Journal. 30 (3): 141–147. doi:10.4103/tcmj.tcmj_71_18. PMC 6047324 . PMID 30069121. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-06. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ Brown KM, Tracy DK (June 2013). "Lithium: the pharmacodynamic actions of the amazing ion". Therapeutic Advances in Psychopharmacology. 3 (3): 163–176. doi:10.1177/2045125312471963. PMC 3805456 . PMID 24167688.
- ^ McKnight RF, de La Motte de Broöns de Vauvert SJ, Chesney E, et al. (June 2019). "Lithium for acute mania". Cochrane Database Syst Rev. 6: CD004048. doi:10.1002/14651858.CD004048.pub4. PMC 6544558 . PMID 31152444.
- ^ Cipriani A, Hawton K, Stockton S, Geddes JR (June 2013). "Lithium in the prevention of suicide in mood disorders: updated systematic review and meta-analysis". BMJ. 346: f3646. doi:10.1136/bmj.f3646. PMID 23814104.
- ^ Geddes JR, Miklowitz DJ (May 11, 2013). "Treatment of bipolar disorder". Lancet. 381 (9878): 1672–1682. doi:10.1016/S0140-6736(13)60857-0. PMC 3876031 . PMID 23663953.
- ^ Jochim, Janina; Rifkin-Zybutz, Raphael P; Geddes, John; Cipriani, Andrea (2019-10-07). Cochrane Common Mental Disorders Group, ed. "Valproate for acute mania". Cochrane Database of Systematic Reviews (dalam bahasa Inggris). doi:10.1002/14651858.CD004052.pub2. PMC 6953329 . PMID 31621892.
- ^ Hirschfeld, Robert M. A.; Kasper, Siegfried (2004-12). "A review of the evidence for carbamazepine and oxcarbazepine in the treatment of bipolar disorder". The International Journal of Neuropsychopharmacology (dalam bahasa Inggris). 7 (4): 507–522. doi:10.1017/S1461145704004651. ISSN 1461-1457. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-02. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ Rapoport SI, Basselin M, Kim HW, Rao JS (October 2009). "Bipolar disorder and mechanisms of action of mood stabilizers". Brain Res Rev. 61 (2): 185–209. doi:10.1016/j.brainresrev.2009.06.003. PMC 2757443 . PMID 19555719.
- ^ Geddes JR, Calabrese JR, Goodwin GM (2008). "Lamotrigine for treatment of bipolar depression: Independent meta-analysis and meta-regression of individual patient data from five randomised trials". The British Journal of Psychiatry. 194 (1): 4–9. doi:10.1192/bjp.bp.107.048504. PMID 19118318.
- ^ van der Loos ML, Kölling P, Knoppert-van der Klein EA, Nolen WA (2007). "Lamotrigine in the treatment of bipolar disorder, a review". Tijdschrift voor Psychiatrie. 49 (2): 95–103. PMID 17290338.
- ^ Cipriani, Andrea; Reid, Keith; Young, Allan H.; Macritchie, Karine; Geddes, John (2013-10-17). "Valproic acid, valproate and divalproex in the maintenance treatment of bipolar disorder". The Cochrane Database of Systematic Reviews (10): CD003196. doi:10.1002/14651858.CD003196.pub2. ISSN 1469-493X. PMC 6599863 . PMID 24132760. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-24. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ Pigott, Katie; Galizia, Ilaria; Vasudev, Kamini; Watson, Stuart; Geddes, John; Young, Allan H. (2016-09-03). "Topiramate for acute affective episodes in bipolar disorder in adults". The Cochrane Database of Systematic Reviews. 9: CD003384. doi:10.1002/14651858.CD003384.pub3. ISSN 1469-493X. PMC 6457604 . PMID 27591453. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-28. Diakses tanggal 2022-03-17.
- ^ Post, RM (March 2016). "Treatment of Bipolar Depression: Evolving Recommendations". The Psychiatric Clinics of North America (Review). 39 (1): 11–33. doi:10.1016/j.psc.2015.09.001. PMID 26876316.
- ^ Leibenluft E, Rich BA (2008). "Pediatric Bipolar Disorder". Annual Review of Clinical Psychology. 4: 163–187. doi:10.1146/annurev.clinpsy.4.022007.141216. PMID 17716034. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-17. Diakses tanggal 2022-03-16.
- ^ Fristad MA, MacPherson HA (2014). "Evidence-based psychosocial treatments for child and adolescent bipolar spectrum disorders". Journal of Clinical Child and Adolescent Psychology. 43 (3): 339–355. doi:10.1080/15374416.2013.822309. PMC 3844106 . PMID 23927375.
Pranala luar
- (Indonesia) Kompas: Penderita gangguan bipolar biasanya pintar Diarsipkan 2023-05-28 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Okezone: Mengenal Bipolar, gangguan jiwa bersifat episodik Diarsipkan 2022-05-07 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Ruang Psikologi: Gangguan bipolar Diarsipkan 2014-10-27 di Wayback Machine.