Etimologi

studi tentang sejarah kata, asal-usulnya, dan bagaimana bentuk serta maknanya berubah seiring waktu

Etimologi adalah ilmu dalam linguistik yang mempelajari asal-usul kata. Misalkan kata etimologi diambil dari bahasa Belanda etymologie yang mengambilnya dari bahasa Yunani; étymos (arti sebenarnya sebuah kata) dan lògos (ilmu). Pendeknya, kata etimologi itu sendiri datang dari bahasa Yunani ήτυμος (étymos, arti kata) dan λόγος (lógos, ilmu).

Beberapa kata diambil dari bahasa lain, kemungkinan dalam bentuk yang telah diubah (kata asal disebut sebagai etimon). Melalui naskah tua dan perbandingan dengan bahasa lain, etimologis mencoba untuk merekonstruksi asal-usul dari kata - ketika mereka memasuki suatu bahasa, dari sumber apa, dan bagaimana bentuk dan arti dari kata tersebut berubah.

Etimologi juga mencoba untuk merekonstruksi informasi mengenai bahasa-bahasa yang terlalu tua untuk memungkinkan mendapatkan informasi langsung mengenai bahasa tersebut (seperti tulisan) untuk diketahui. Dengan membandingkan kata-kata dalam bahasa yang saling bertautan, seseorang dapat mempelajari mengenai bahasa kuno yang merupakan “generasi yang lebih lama”. Dengan cara ini, akar bahasa yang telah diketahui yang dapat ditelusuri jauh ke belakang kepada asal-usul keluarga bahasa Austronesia.

Ide dasar dalam etimologi

  • Kata-kata biasanya dimulai dengan bentuk yang lebih panjang, kemungkinan juga lebih rumit, yang kemudian menjadi lebih sederhana atau lebih singkat. Misalnya, mesa (“kerbau”) dalam Bahasa Jawa Krama berasal dari Sansekerta mahisa.
  • Sebaliknya dengan butir di atas, kata-kata yang pendek dapat diperpanjang dengan penambahan imbuhan pada kata itu. Misalnya, kata, kedokteran berasal dari ke+dokter+an (dokter berasal dari Bahasa Belanda).
  • Kata-kata yang lebih panjang dapat pula dibentuk dengan menggabungkan dua kata atau lebih. Misalnya Singapura, dari kata sing (Sansekerta “batu”, bukan “singa”) dan pura (Sansekerta “negara”): “tempat yang berbatu-batu”. Kalau Singapura diduga berasal dari "singa", itu kadang-kadang disebutkan etimologi populer, yaitu "etimologi palsu" yang dibikin oleh orang karena etimologi tersebut diduga mungkin, walaupun ternyata keliru).
  • Kata-kata slang (yang tidak resmi) dapat diterima menjadi bahasa resmi. Kadang-kadang yang sebaliknya juga terjadi, kata-kata yang resmi menjadi slang.
  • Kata-kata yang "kasar" atau "kotor" dapat menjadi eufemisme untuk kata-kata lain, dan kadang-kadang eufemisme menjadi "kasar".
  • Kata-kata yang tabu mungkin dihindari dan kemudian lenyap, seringkali digantikan oleh eufemisme atau circumlocution.
  • Kata-kata dapat dilebur menjadi kata portmanteau, seperti misalnya polda, sebuah peleburan dari kata polisi dan daerah.
  • Kata-kata dapat dimulai sebagai akronim, seperti SIM (“Surat Izin Mengemudi”).
  • Bunyi dalam sesuatu perkataan bisa didissimilasikan. Misalnya, laporan berasal dari “rapport” (Bahasa Belanda), tetapi pertama bunyi r sudah diganti menjadi l untuk membedakan bunyi itu dari r nomor dua.
  • Bunyi juga bisa diasimilasikan, yaitu disamakan: mislanya, perkataan internasional impor terdiri dari in dan por(t).
  • Bunyi bisa ditambah kedalam satu perkataan, sesuai dengan morfologi Bahasa Indonesia: Maret (Bahasa Belanda: “Maart”) atau dihilangkan (bius dari Bahasa Parsi “bihausi”).
  • Bunyi asing bisa diindonesiakan, seperti petuah (Bahasa Arab: “fatwa”).
  • Kata-kata dapat diciptakan dengan sengaja, seperti perkataan Anda.
  • Kata-kata dapat pula diambil dari sebuah tempat tertentu (toponim, misalkan lombok yang berarti "cabai") atau dari nama orang tertentu (eponim, mis. urat Achilles).

Etimologi bahasa Indonesia

Sebagai sebuah bahasa, bahasa Indonesia berasal dari rumpun Melayu, salah satu bagian Austronesia, walaupun kosakatanya di masa kini mencakup kata-kata dari berbagai bahasa. Akar bahasa Melayu dan Austronesia dapat dilihat dalam kemiripan sebutan untuk angka dalam bahasa Indonesia dan misalnya Indonesia: dua = Tagalog dalawa, tiga = telu (Jawa dan Bali) tilu (Sunda) tello' (Madura), tatlo (Filipina). Dan telingga sama dengan talinga (Pilipina), sedangkan hidung dalam Bahasa Filipina berarti ilong. Walaupun begitu, perubahan bahasa telah menguras banyak unsur gramatikal, seperti sistem morfologi: dalam Bahasa Jawa dan Bahasa Filipina (Tagalog) nasih ada infiks sedangkan Bahasa Indonesia sudah disederhanakan. Beberapa unsur khusus dalam kosakata, banyak dipinjam dari bahasa-bahasa Sansekerta, Belanda, Arab dan Spanyol. Misalnya, saya berasal dari Sansekerta sedang awak masih punya akar Austronesia.

Ketika Belanda menjajah Indonesia dari abad ke-17, penjajah itu membawa Bahasa Belanda bersama mereka. Kelas penguasa berbicara dalam bahasa Belanda, sementara para petani menggunakan bahasa Melayu, bahasa Jawa atau bahasa daerah lain masa itu. Hal ini menyebabkan banyak kata yang berpasangan dalam bahasa Indonesia dan Belanda. Contohnya, polisi mirip dengan Bahasa Perancis politie; handuk dengan handdoek, yang memiliki arti "lap ( doek) tangan (hand)". Sepeda berasal dari Belanda vélicopéde (yang dipinjam Belanda dari Bahasa Perancis). Sesudah Belanda keluar dari Indonesia, banyak perkataan pinjaman Belanda sudah dilatinisasikan: misalnya, kwalitet (Bld. “kwaliteit”) sering diganti menjadi kualitas (Latin “qualitas”).

Dalam bidang agama, ratusan kata berasal dari Bahasa Arab.

Sebelumnya, Bahasa Sansekerta sudah memasukkan banyak perkataan dalam bahasa Indonesia, terutamanya dalam bahasa Jawa. Contohnya: kusuma berarti “bunga”, wijaya berarti “yang menang”, kota berarti “benteng”, pahala berarti “buah”, "hasil" atau “pala”, maha berarti “besar” dan ratusan yang lain.

Bahasa Indonesia terbukti mampu mengakomodasi kata-kata dari banyak bahasa: Arab, Belanda, Inggris, Latin, Perancis, Sansekerta, Spanyol, Tionghoa, Yunani dan lain lain.

Sumber-Sumber

  • J. Gonda, Sanskrit in Indonesia, Nagpur 1952
  • Drs Mohamad Ngajenan, Kamus Etimologi Bahasa Indonesia, 19923

Lihat pula

Pranala luar