Saparan atau Saparan Bekakak adalah tradisi Jawa yang dilaksanakan saat bulan Safar pada kalender Jawa. Acara tersebut digelar untuk mengenang jasa seorang abdi dalem kesayangan Sri Sultan Hamengku Buwono I, yakni Ki Wirosuto yang konon hilang secara misterius saat mencari batu gamping di Gunung Gamping bersama dengan istrinya dan kemudian ditemukan meninggal karena diganggu makhluk halus penunggu gunung tersebut.[1]

Berkas:Saparan Bekakak Ambarketawang.jpg
Proses Penyembelihan Bekakak

Saparan bekakak atau juga disebut Saparan Gamping, merupakan upacara tahunan yang dengan simbol Bekakak. Bekakak ini merupakan korban penyembelihan yang berupa hewan atau bahkan manusia. Namun, pada upacara adat Saparan Bekakak, bekakak yang disembelih bukanlah manusia sungguhan, tetapi hanya tiruan, yang berupa boneka sepasang pengantin yang dibuat duduk bersila dan bersebelahan. Boneka ini dibuat dari bahan tepung ketan. Waktu untuk melaksanakan upacara adat Saparan Bekakak ditetapkan setiap hari Jumat di bulan Sapar. Hari Jumat ditetapkan di antara tanggal sepuluh hingga tanggal dua puluh. Kemudian untuk kirab temanten Bekakak dilakukan pada pukul dua siang dan penyembelihan bekakak dilakukan pada pukul empat sore.[2]

Kyai Wirosuto merupakan seorang abdi dalem yang mengabdi pada Pangeran Mangkubumi, atau lebih dikenal sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono I. Ketika, Sultan hendak akan pindah ke keraton yang baru yang terletak di Desan Pacethokan, Kyai Wirosuto dan Nyai lebih memilih untuk tinggal di Keraton Ambarketawang.

Lihat pula

Referensi