Cenderawasih

burung famili Paradisaeidae
Burung Cenderawasih
Jantan dewasa Cenderawasih Kuning-kecil,
Paradisaea minor
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Paradisaeidae
Genera

13, lihat daftar dibawah

Burung "cendrawasih" adalah sekelompok burung yang terkenal karena kecantikan dan keunikan bulu mereka. Mereka termasuk dalam keluarga Paradisaeidae dan sebagian besar ditemukan di wilayah Papua Nugini, Pulau Papua (bagian Indonesia), dan sekitarnya. Berikut ini beberapa informasi mengenai burung cendrawasih:

Keunikan Fisik: Burung cendrawasih terkenal akan bulunya yang indah dan berwarna-warni. Bulu-bulu ini sering kali memiliki bentuk dan pola yang sangat khas. Sebagai contoh, beberapa spesies memiliki bulu yang menyerupai tanduk atau memanjang seperti pita.

Habitat: Mereka biasanya hidup di hutan hujan dataran rendah, hutan pegunungan, serta daerah berawa. Kebanyakan cendrawasih bersifat endemik, artinya mereka hanya dapat ditemukan di wilayah tertentu.

Makanan: Burung cendrawasih umumnya memakan buah-buahan, serangga, dan kadang-kadang juga burung kecil. Beberapa spesies cendrawasih bahkan terkenal karena melakukan gerakan tarian khas saat mencari makan untuk menarik perhatian pasangan.

Tarian Balasan Dendam: Beberapa jenis burung cendrawasih terkenal dengan tarian balasan dendamnya. Jantan akan menari dengan gerakan indah dan menawan untuk memikat betina. Betina kemudian akan memilih pasangan berdasarkan tarian tersebut.

Ancaman dan Konservasi: Beberapa spesies burung cendrawasih menghadapi ancaman serius terutama karena kerusakan habitat, perburuan ilegal, dan perdagangan burung. Upaya konservasi dilakukan untuk melindungi burung cendrawasih dan habitatnya. Beberapa jenis cendrawasih yang terkenal termasuk Cendrawasih Raggiana, Cendrawasih Ratu Victoria, dan Cendrawasih Raja. Burung-burung ini merupakan simbol keindahan dan keunikan alam, oleh karena itu menjaga kelestarian mereka dari kepunahan sangatlah penting. Untuk melindungi habitat alami dan burung-burung cendrawasih ini, kita membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat lokal, peneliti, serta pemerintah.

Spesies

Genus Lycocorax

Genus Manucodia

Genus Paradigalla

Genus Astrapia

Genus Parotia

Genus Pteridophora

Genus lophorina

Genus Ptiloris

Genus Epimachus

Genus Cicinnurus

Genus Semioptera

Genus Seleucidis

Genus Paradisaea

Sebelumnya dikelompokkan di sini

Orthonychidae

Hubungan dengan Manusia

Masyarakat di Papua sering kali memakai bulu cenderawasih dalam pakaian dan adat mereka, dan beberapa abad yang lalu bulu cendrawasih banyak dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan topi wanita di Eropa. Perburuan untuk mendapat bulu dan perusakan habitat menyebabkan penurunan jumlah burung pada beberapa jenis ke tingkat terancam; perusakan habitat karena penebangan hutan sekarang merupakan ancaman utama.

Perburuan burung cenderawasih untuk diambil bulunya untuk perdagangan topi marak di akhir abad 19 dan awal abad 20 (Cribb 1997), namun sekarang burung-burung itu dilindungi dan perburuan hanya dibolehkan untuk kebutuhan perayaan dari suku setempat. Dalam hal Cenderawasih panji, disarankan mengambil dari rumah sarang burung Namdur. Tatkala Raja Mahendra dari Nepal naik takhta pada tahun 1955, ternyata bulu burung cenderawasih pada mahkota kerajaan Nepal perlu diganti. Karena larangan perburuan, penggantian akhirnya diperbolehkan dari kiriman yang disita oleh hukum Amerika Serikat.[2]

Burung cenderawasih dewasa digambarkan pada bendera Papua Nugini. David Attenborough telah menyatakan beberapa burung Cenderawasih sebagai jenis hewan favoritnya, mungkin dia menyukai Cenderawasih botak.

Mitos Cenderawasih di Papua

Sebagian warga papua meyakini burung cenderawasih adalah jelmaan seorang anak laki-laki bernama kweiya. Awalnya ada seorang perempuan dan anjingnya kelaparan di dalam hutan dan menemukan buah. Karena kelaparan sang anjing memakan buah tersebut, secara tiba-tiba perut anjing tersebut membesar dan melahirkan anak. Begitu pula dengan sang wanita pemilik anjing tersebut. Lantas anak perempuan tersebut dinamakan Kweiya.[3]

Saat anak tersebut sudah besar, sang ibu menikah dengan duda yang sudah memiliki anak. Lambat laun Kweiya disakiti oleh saudara tirinya, karena merasa disakiti Kweiya memilih untuk menjadi burung, dengan membuat sayap dari daun dan ekor dari sabut kelapa. Secara ajaib Kweiya berubah menjadi burung dan bersarang di atas pohon. Kedua saudaranya yang menyakiti pun dikutuk dan berubah menjadi burung berwarna hitam pekat. Nama kedua saudara yang menyakiti tersebut adalah Pohak dan Nggein. Kedua burung hitam tersebut mengakui kesalahannya dan ingin meminta maaf ke Kweiya.[3]

Namun saat mencari Kweiya di hutan Bomberay, ditemukan sang burung berekor kuning (Kweiya) ditangkap oleh pemburu. Kedua burung yang berwarna hitam pekat tersebut menyerang pemburu tersebut dan berhasil melepaskan Kweiya. Maka seketika kedua saudara tirinya dimaafkan, sebagai imbalannya karena menyelamatkan nyawa Kweiya. Dan secara ajaib ada beberapa warna cerah dari Kweiya yang luntur dan berpindah ke kedua burung hitam pekat tersebut. Maka jadilah ketiga burung tersebut memiliki aneka warna yang berbeda. Maka hingga saat ini, diyakini burung Cenderawasih berasal dari Kweiya. Cerita ini merupakan cerita dari Fakfak.[3]

Bacaan lanjutan

  • Cracraft, J. & Feinstein, J. (2000): What is not a bird of paradise? Molecular and morphological evidence places Macgregoria in the Meliphagidae and the Cnemophilinae near the base of the corvoid tree. Proc. R. Soc. B 267: 233-241.
  • Cribb, Robert (1997): Birds of paradise and environmental politics in colonial Indonesia, 1890-1931. In: Boomgaard, Peter; Columbijn, Freek & Henley, David(eds.): Paper landscapes: explorations in the environmental history of Indonesia: 379-408. KITLV Press, Leiden. ISBN 90-6718-124-2
  • Frith, Clifford B. & Beehler, Bruce M. (1998): The Birds of Paradise: Paradisaeidae. Oxford University Press. ISBN 0-19-854853-2
  • Mackay, Margaret D. (1990): The Egg of Wahnes' Parotia Parotia wahnesi (Paradisaeidae). Emu 90(4): 269.

Burung cendrawasih jantan memiliki warna yang indah

Pranala luar

Referensi

  1. ^ a b c d Cracraft, Joel; Feinstein, Julie (2000-02-07). "What is not a bird of paradise? Molecular and morphological evidence places Macgregoria in the Meliphagidae and the Cnemophilinae near the base of the corvoid tree". Proceedings of the Royal Society of London. Series B: Biological Sciences (dalam bahasa Inggris). 267 (1440): 233–241. doi:10.1098/rspb.2000.0992. ISSN 0962-8452. PMC 1690532 . PMID 10714877. 
  2. ^ Boomgaard, Peter; Colombijn, Freek; Henley, David, ed. (1997). Paper landscapes: explorations in the environmental history of Indonesia. Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde. Leiden: KITLV Press. ISBN 978-90-6718-124-2. 
  3. ^ a b c "Mulyadi" (2019). Etnografi Pembangunan Papua. Yogyakarta: Deepublish. ISBN 978-623-209-898-5.