Yamato Takeru

pangeran Jepang
Revisi sejak 5 Februari 2024 15.06 oleh JumadilM (bicara | kontrib) (membetulkan ejaan)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Yamato Takeru (ヤマトタケルノミコト, Yamato Takeru no Mikoto), awalnya bernama Pangeran Ōsu (小碓命, Ōsu no Mikoto) (Basil Hall Chamberlain menuliskannya sebagai Wo-usu[1]), adalah seorang pangeran legendaris Jepang dari dinasti Yamato, yaitu putra Kaisar Keikō, yang secara tradisional dianggap sebagai Kaisar Jepang ke-12. Penulisan namanya dalam kanji dapat berbeda-beda, dalam buku Nihon Shoki ditulis 日本武尊 sedangkan dalam buku Kojiki ditulis 倭建命.

Patung Yamato Takeru di Ōtori Taisha

Kisah tentang kehidupannya paling banyak terdapat pada dalam buku sejarah Jepang Kojiki (712) dan Nihon Shoki (720), selain dalam 2 buku tersebut juga terdapat dalam Kogo Shūi (807) dan buku sejarah seperti Hitachi no Kuni Fudoki (常陸国風土記) (721). Salah satu putranya menjadi Kaisar Chūai, yaitu Kaisar Jepang ke-14.

Masa hidupnya tidak pasti, namun dapat diperkirakan berdasarkan sejarah dan peristiwa di sekitarnya. Ia lahir sekitar tahun 72 M dan meninggal pada tahun 114 M. Terdapat beberapa rincian yang berbeda antara dua buku sumber utama sejarah hidupnya, dan versi yang terdapat dalam Kojiki dianggap lebih akurat mengikuti legendanya yang terdahulu.

Narasi legenda

sunting
 
Yamato Takeru berpakaian seperti perempuan, bersiap-siap untuk membunuh pemimpin Kumaso. Cetak blok kayu di atas kertas. Yoshitoshi, 1886.

Suatu hari, Kaisar Keikō memerintahkan Pangeran Ōsu untuk memanggilkan kakaknya, namun setelah beberapa saat, akhirnya Pangeran Ōsu mengakui bahwa ia telah membunuh kakaknya,[2] Pangeran Ōsu (大碓命, Ōsu no Mikoto) (nama kedua kakak beradik ini berbeda, tetapi memiliki romanisasi yang sama, Ōsu. Basil Hall Chamberlain menuliskannya sebagai Ohousu[1]). Kaisar Keikō khawatir dengan temperamennya yang brutal. Sang ayah kemudian mengirimnya untuk berperang ke Provinsi Izumo, yaitu bagian timur Prefektur Shimane hari ini, kemudian dikirim memerangi Kumaso Bersaudara, yaitu di Prefektur Kumamoto hari ini. Ōsu berhasil mengalahkan musuhnya, Kumaso bersaudara, dengan cara berlintas-busana dan menyamar sebagai pembantu perempuan pada pesta minum Kumaso bersaudara tersebut. Ia berhasil membunuh sang kakak secara diam-diam saat semua orang sedang mabuk. Sang adik terperanjat dengan serangan tiba-tiba ini, dan berusaha lari, tetapi Ōsu berhasil menyudutkannya. Di saait-saat terakhirnya, dia mengakui kekealahannya, memujinya dan memberinya julukan Yamato Takeru, yang berarti Sang Pemberani dari Yamato, berusaha membuat Ōsu mengurungkan niatnya untuk membunuhnya. Namun pada akhirnya Pangeran Ōsu tetap membunuhnya.[2]

Tak lama setelah Ōsu kembali dari peperangannya melawan Kumaso Bersaudara, Kaisar Keikō kembali mengirim Yamato Takeru ke daerah timur yang penduduknya tidak menuruti hakim dan aturan kerajaan. Di sana, Yamato Takeru bertemu bibinya Putri Yamato-hime, yaitu pendeta Amaterasu tertinggi di Ise Grand Shrine (di Provinsi Ise) dan mengadu kepadanya, "Apa ayah menginginkan saya mati?" Putri Yamatohime-no-mikoto menunjukkan kasih sayang padanya dan meminjamkan pedang suci bernama Ame no Murakumo no tsurugi (Kusanagi no tsurugi), pedang yang dewa Susanoo, temukan dari dalam tubuh ular besar berkepala delapan, Yamata no Orochi. Yamato Takeru kemudian pergi ke daerah timur. Dia kehilangan istrinya Oto tachibana-hime ketika suatu saat terdapat badai, dan dia mengorbankan dirinya untuk menenangkan kemarahan dewa laut. Yamato Takeru mengalahkan banyak musuh di daerah timur, legenda mengatakan bahwa ia dan seorang penduduk lokal yang tua lah yang membuat sedōka pertama di Provinsi Kai dengan Gunung Tsukuba (sekarang Prefektur Ibaraki) sebagai temanya. Sekembalinya dari daerah timur, ia mencaci dan menghujat dewa lokal Gunung Ibuki, yang terletak di perbatasan Provinsi Ōmi dan Provinsi Mino. Dewa tersebut pun mengutuknya dengan penyakit dan dia jatuh sakit.

Cerita di atas adalah versi yang terdapat dalam buku Kojiki. Dalam versi Nihonshoki, Yamato Takeru dana ayahnya, Kasiar Keiko menjaga hubungan baik.

Menurut sumber-sumber tradisional, Yamato Takeru meninggal pada tahun ke-43 dari pemerintahan Kaisar Keiko (景行天皇43年).[3] Harta peniggalannya dikumpulkan bersama dengan pedang Kusanagi; dan istrinya menghormatinya dengan membuat sebuah kuil di rumahnya. Beberapa waktu kemudian, relik-relik peninggalannya dan pedang suci Kusanagi-nya dipindahkan ke lokasi saat ini, yaitu di Kuil Atsuta.[4]

 
Patung Yamato Takeru di Kenroku-en

Yamato Takeru diyakini telah meninggal di suatu tempat di Provinsi Ise. Menurut legenda, nama Prefektur Mie berasal dari kata-kata terakhirnya. Setelah kematian, jiwanya berubah menjadi burung besar putih dan terbang menjauh. Makamnya di Ise dikenal sebagai Makam Burung Plover Putih. Patung Yamato Takeru berdiri di Kenroku-en di Kanazawa, Ishikawa.

Mitologi komparatif

sunting

Antropolog C. Scott Littleton mendeskripsikan legenda Yamato Takeru sebagai "Arthurian"[5] karena beberapa kesamaan struktural dengan legenda Raja Arthur. Poin umum dari kedua legenda tersebut di antaranya penggunaan dua pedang sihir, dari mengesahkan otoritas pahlawan; peran kepemimpinan dalam pasukan perang; kematian di tangan musuh setelah menyerahkan pedang kepada sosok perempuan; perjalanan ke akhirat; dan lain-lain.[6] Littleton mengusulkan teori bahwa kedua legenda tersebut berasal dari nenek moyang yang sama dari daerah timur laut Iran.[7]

Lihat juga

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ a b Chamberlain, Basil Hall (1919). "The Kojiki: Volume II: Section LXXVI.—Empress Kei-Kō (Part I,—Genealogies)". Sacred-Texts.com. Diakses tanggal 2018-11-18. 
  2. ^ a b Chamberlain, Basil Hall (1919). "The Kojiki: Volume II: Section LXXIX.—Emperor Kei-Kō (Part I,—Yamato-Take Slays His Elder Brother)". Sacred-Texts.com. Diakses tanggal 2018-11-18. 
  3. ^ Ponsonby-Fane, Richard. (1953) Studies in Shinto and Shrines, p. 433.
  4. ^ Ponsonby-Fane, p. 434.
  5. ^ Littleton, C.S. (1983).
  6. ^ Littleton, C. S. (1995), p. 262.
  7. ^ Littleton, C. S. (1995).

Referensi

sunting

Pranala luar

sunting