Bahasa Melayu Medan
Bahasa Melayu Medan (disebut sebagai cakap Melayu Medan oleh penuturnya) adalah sebuah dialek bahasa Melayu yang digunakan oleh masyarakat Kota Medan yang multietnis, khususnya suku Melayu. Dialek ini merupakan dialek dari bahasa Melayu yang mempunyai banyak kemiripan bahasa dan kosakata dengan Melayu Deli dan terkadang dianggap sebagai bagian dari bahasa Melayu Deli.[2][3]
Bahasa Melayu Medan
cakap Melayu Medan چاكڤ ملايو ميدن | |||||
---|---|---|---|---|---|
Dituturkan di | Indonesia | ||||
Wilayah | |||||
Etnis | Penduduk Medan (terutama Melayu Deli) | ||||
Penutur | 2.500.000 (2022)[a] | ||||
| |||||
Kode bahasa | |||||
ISO 639-3 | – | ||||
Lokasi penuturan | |||||
Perkiraan persebaran penuturan bahasa ini. | |||||
Koordinat: 3°35′22″N 98°40′26″E / 3.58944°N 98.67389°E | |||||
Portal Bahasa | |||||
Sejarah
Kota Medan adalah kota multietnis dengan 14 suku bangsa yang tercatat tinggal di Kota Medan. Kota ini dibangun oleh tokoh dari Suku Karo, Guru Patimpus. Namun, bahasa Karo tidak dijadikan bahasa utama di Kota Medan. Kota ini berdiri di area Kesultanan Melayu, tetapi bahasa Melayu tidak juga menjadi bahasa utama masyarakat Kota Medan. Jumlah penduduk kota Medan yang mayoritas adalah Suku Jawa, tetapi bahasa Jawa tidak juga menjadi bahasa utama dalam tata pergaulan keseharian masyarakat Medan. Orang Batak dari kota Medan dikenal sebagai orang Medan (walaupun orang Batak yang bukan dari kota Medan, tetapi sama-sama dari Sumatera Utara, tetap dikenal sebagai orang Medan), tetapi bahasa Batak juga tidak digunakan sebagai bahasa utama di Kota Medan.
Masing-masing suku yang tinggal di Kota Medan hingga kini tetap mempertahankan bahasa ibunya dan masih menggunakannya untuk berkomunikasi diantara mereka. Itu terjadi karena migrasi berkelompok besar pada zaman kolonial. Mereka dari Jawa, Tiongkok, Pakistan, India, Banjar, Arab, dan sebagainya.
Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa pengantar utama antar suku bangsa ini. Dalam perkembangannya banyak terdapat serapan kosa kata yang kemudian dipakai secara umum diantara penduduk Kota Medan.[4][5][6]
Contoh penggunaan
Kata "apa" dalam dialek Medan banyak digunakan dengan makna yang beragam. Tentu saja pemaknaannya sangat bergantung kepada konteksnya.[7] Sebagai contoh, pada kalimat:
"Eh, apa! cok ko apakan dulu apanya itu, biar apa sikit. Tapi jangan apa kali, nanti apa pulak dia."
Bisa jadi kasusnya adalah, seorang ibu meminta tolong kepada anaknya yang sudah besar untuk mengurangi level putaran kipas angin yang sedang mengarah kepada adiknya agar tidak membuat adiknya masuk angin.
"Eh, apa! (si ibu lupa nama anaknya yang besar, atau hanya ada anak yang besar itu saja di deket si ibu) cok ko (kamu) apakan (kecilkan) dulu apanya itu (kipas angin – karena kipas angin sedang berputar terlalu kecang), biar apa (berkurang kecepatannya) sikit (sedikit). Tapi jangan apa (kecil) kali, nanti apa (terbangun) pulak dia."
Contoh:
"Apanya kemana ne?"
Bisa jadi situasinya adalah seorang ayah bertanya kepada anggota keluarganya dengan memegang botol saus tanpa tutup, "Apanya kemana ne?"
Contoh:
"Cok apakan dulu apa ini."
Bisa jadi situasinya adalah, seorang ibu meminta tolong kepada anaknya sambil menunjukkan kaleng sarden dan pembuka kalengnya, "Cok apakah dulu apa ini."
Pengucapan
Pengucapan dialek Medan tersusun dengan beberapa kondisi.[6]
Penyebutan beberapa kata berakhiran vokal ditambah huruf "K"[6]
- Kata “beli”. Diucapkan “belik”
- Kata “bunyi”. Diucapkan “bunyik”
- Kata “cari”. Diucapkan “carik”
- Kata “coba”. Diucapkan “cobak”
- Kata “Mama”. Diucapkan “Mamak”
- Kata "Nasi". Diucapkan "Nasik"
Huruf "K" di tengah kata kadang dihilangkan dan dibaca seperti ‘ain sukun[6]
- Sukses, diucapkan su’ses
- Bakti, diucapkan ba’ti
- Bakso, diucapkan ba'so
- Takdir, diucapkan ta'dir
Kata yang ada berdekatan huruf “a” dan “i”, huruf “i”-nya bisa diganti jadi “e”, atau “a” dan “i”-nya diubah jadi “e”[6]
- Baik = baek
- Balik = balek
- Naik = naek
- Kedai = kede
- Sungai = sunge
- Cabai = cabe
Kata yang berdekatan huruf “a” dan “u” bisa dibaca “o”. Atau, huruf “u”-nya diganti “o”
- Bangau = bango
- Atau = ato
- Danau = dano
- Rantau = ranto (merantau = meranto)
- Hijau = ijo
- Kau = ko
- Kerbau = kerbo
- Mau = mo
- Kemaruk = kemarok
Catatan
- ^ Jumlah penuturnya disesuaikan dengan jumlah penduduk di Kota Medan pada tahun 2022.[1]
Referensi
- ^ "Kota Medan Dalam Angka 2023" (pdf). BPS Medan. 28 Februari 2023. hlm. 56. Diakses tanggal 15 April 2023.
- ^ "Kata-kata 'aneh' ini cuma orang Medan yang tahu artinya". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-09-30.
- ^ nefan (2020-07-01). "Bahasa Medan Bukan Batak, Ini Contohnya". Minews ID. Diakses tanggal 2020-09-30.[pranala nonaktif permanen]
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama:8
- ^ SeMedan.com (2016-02-10). "Kamus Istilah Bahasa Medan, Lengkap Terbaru Unik Lucu (1)". SeMedan.com. Diakses tanggal 2020-09-30.
- ^ a b c d e Purba, Amran (Desember 2007). "DIALEK MEDAN: KOSAKATA DAN LAFALNYA". www.badanbahasa.kemendikbud.go.id. Diakses tanggal 2 Oktober 2020.
- ^ Molana, Datuk Haris. "Kenapa Orang Medan Suka Cakap 'Apa-Biar Gak Itu Kali'? Ini Penjelasannya". detiknews. Diakses tanggal 2020-10-02.