Kontroversi yang melibatkan Prabowo Subianto

Selama karier militer dan politiknya, Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan Indonesia ke-26 telah menuai banyak kontroversi. Dimulai dari kontroversinya saat masih aktif di ketentaraan yang meliputi dugaan pelanggaran HAM, isu kudeta serta konflik antara dirinya nya dengan Presiden BJ Habibie dan LB Moerdani, yang berujung pada pemberhentiannya dari ketentaraan. Kontroversi mengenai dirinya tetap berlanjut sepanjang karier politiknya, terutama selama pencalonannya dalam pilpres 2014, pilpres 2019, dan pilpres 2024.

Manuver saat Orde Baru

Dengan menggunakan koneksi dengan Presiden Soeharto, Prabowo dan saudaranya mencoba membungkam kritik jurnalistik dan politik pada tahun 1990-an.[1] Hasyim gagal menekan Goenawan Mohamad agar menjual koran Tempo kepadanya.[1] Ketika menjabat sebagai letnan kolonel, Prabowo mengudang Abdurrahman Wahid ke markas batalionnya pada tahun 1992 dan memperingatinya agar hanya berkecimpung dalam bidang agama dan tidak menyentuh politik, atau ia harus menghadapi akibatnya bila melanjutkan oposisi terhadap Soeharto.[2] Ia juga memperingatkan Nurcholish Madjid (Cak Nur) agar mengundurkan diri dari Komite Independen Pemantau Pemilu, yaitu badan pengawas pemilu yang didirikan oleh Goenawan Mohamad.[3]

Konflik dengan L. B. Moerdani

Pada tahun 1983, Prabowo, menurut Sintong Panjaitan, terlibat perselisihan dengan beberapa jenderal yang dianggap akan mengkudeta Suharto. Sampai pada akhirnya pada bulan Maret 1983, di Detasemen 81, Prabowo diceritakan mencoba melakukan upaya penculikan sejumlah petinggi militer, termasuk Jenderal L. B. Moerdani yang diduga hendak melakukan kudeta terhadap Presiden Soeharto, namun upaya ini digagalkan oleh Mayor Luhut Panjaitan, Komandan Den 81/Antiteror. Prabowo sendiri adalah wakil Luhut saat itu.[4]

Mayor Luhut memerintahkan pembatalan aksi tersebut dan agar senjata dan alat komunikasi diamankan. Ancaman kudeta tersebut akhirnya tidak terbukti, dan Prabowo dianggap dalam keadaan stress dan diberikan cuti.[5]

Namun Prabowo membantah cerita versi Sintong Panjaitan ini dengan tertawa . Menurutnya, tidak masuk akal seorang kapten bisa memimpin pasukannya untuk melawan dan menculik jenderal. Ia dengan tenang mengatakan bahwa tiap kali ada buku baru, pasti ada tuduhan kudeta baru yang dialamatkan kepada dirinya, dan membiarkan tiap orang dengan versi ceritanya masing-masing.[5]

Pada tahun 1988, Prabowo kembali berhadapan dengan LB Moerdani. Menurut cerita versi Kivlan Zen, menjelang Sidang Umum MPR/RI pada tahun 1988, beredar kabar bahwa LB Moerdani akan memanfaatkan posisinya sebagai Panglima ABRI untuk mendapat dukungan dari Fraksi ABRI agar bisa maju menjadi Wakil Presiden. Prabowo Subianto segera melaporkan dugaan ini kepada Suharto. Suharto menerima masukan ini dan mengganti Panglima ABRI dengan Jenderal Try Soetrisno, sehingga akhirnya jabatan Wakil Presiden jatuh ke tangan Soedharmono.[5]

Penggantian LB Moerdhani memunculkan kekhawatiran kudeta. Maka menurut Kivlan Zen, Prabowo menyiapkan 1 Batalyon Kopassus, Batalyon Infanteri Linud 328, Batalyon Infanteri 303, Batalyon Infanteri 321, Batalyon Infanteri 315. Satu batalyon umumnya berkekuatan 700 personel. Meskipun akhirnya kekhawatiran tersebut tidak terbukti, namun memperlihatkan besarnya pengaruh Prabowo di ABRI dan terhadap keputusan seorang Presiden Indonesia pada masa tersebut.[5]

Dugaan pelanggaran HAM di Timor Timur

Pada tahun 1990-an, Prabowo terkait dengan sejumlah kasus pelanggaran HAM di Timor Timur. Pada tahun 1995, ia dituduh menggerakkan pasukan ilegal yang melancarkan aksi teror ke warga sipil di Timor Timur.[6] Peristiwa ini membuat Prabowo nyaris baku hantam dengan Komandan Korem Timor Timur saat itu, Kolonel Inf Kiki Syahnakri, di kantor Pangdam IX Udayana, Mayjen TNI Adang Ruchiatna.[6][7] Sejumlah lembaga internasional menuntut agar kasus ini dituntaskan dan agar Prabowo dibawa ke Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag.[8] Menurut pakar Adnan Buyung Nasution, kasus ini belum selesai secara hukum karena belum pernah diadakan pemeriksaan menurut hukum pidana.[9]

Prabowo juga diduga terlibat dalam peristiwa pembantaian Kraras yang terjadi pada tahun 1983 di Timor Timur.[10][11] Prabowo sendiri membantah dan menyebutnya sebagai tuduhan tak berdasar.[12] Sementara itu, seperti yang tertulis dalam sebuah dokumen yang dibawa dari Dili ke Lisbon pada Juni 1989 oleh seorang pengungsi, dua puluh orang ditembak mati oleh tentara-tentara yang berada di bawah komando Prabowo di wilayah Bere-Coli, Baucau, antara 12 hingga 15 April 1989.[13]

Kontroversi selama periode 1997-1998

Penculikan aktivis

Pada tahun 1997, Prabowo diduga kuat mendalangi penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro-Reformasi.[14] Setidaknya 14 orang,[15] termasuk seniman 'Teater Rakyat' Widji Thukul, aktivis Herman Hendrawan, dan Petrus Bima masih hilang dan belum ditemukan hingga sekarang.[16] Mereka diyakini sudah meninggal.[17] Prabowo sendiri mengakui memerintahkan Tim Mawar untuk mengeksekusi operasi tersebut karena menurutnya hal tersebut merupakan hal yang benar menurut rezim saat itu.[18][19] Prabowo hanya mengakui menculik 9 orang aktivis pada saat itu, yang semuanya telah ia kembalikan dalam keadaan hidup. Sementara 13 orang sisanya, ia tidak tahu-menahu. Pernyataan ini dikuatkan oleh Pius Lustrilanang, yang mengaku telah dimintai maaf oleh Prabowo dan kini menjadi anggota DPR dari Partai Gerindra.[20]

Sementara saat mengumumkan pembebastugasan Prabowo, Jenderal TNI Wiranto menyatakan bahwa Prabowo dapat diadili karena adanya bukti keterlibatan Prabowo dalam kasus penculikan aktivis ini.[21] Namun, Prabowo masih belum diadili atas kasus tersebut hingga sekarang walau anggota Tim Mawar sudah dijebloskan ke penjara.[22][23] Sementara itu, Prabowo dan koleganya, Sjafrie Syamsuddin, tidak pernah memenuhi Panggilan Komnas HAM yang berusaha untuk mengusut kasus tersebut.[24][25] Pengakuan mengejutkan datang dari Kivlan Zen yang pada masa 1998 setia kepada Prabowo. Ia mengaku mengetahui pasti di mana keberadaan 13 orang aktivis yang dipermasalahkan, dan tahu pasti mereka telah dibunuh. Kivlan Zen menantang dibukanya kembali kasus penculikan ini dan dia mengatakan seluruh hal yang diketahuinya. Ia menyatakan operasi penculikan 13 orang tersebut adalah perbutan pihak yang ingin mendiskreditkan Prabowo. Karena pernyataan ini, Komnas HAM didesak untuk membuka kembali penyelidikan atas kasus ini, namun Komnas HAM berkomentar bahwa itu hanyalah pernyataan pribadi Kivlan Zen. Secara resmi pernyataan Kivlan Zen sudah pernah dicatat dalam penyelidikan Komnas HAM dan kini sudah berada di Kejaksaan Agung.[26]

Tuduhan pernyataan pengusiran orang Tionghoa

Menurut Friend (2003), saat dampak krisis finansial Asia 1997 memburuk, Prabowo mengajak Muslim Indonesia untuk bergabung melawan "pengkhianat bangsa".[27] Selain itu, dari wawancara Adam Schwarz dengan Sofjan Wanandi, Prabowo pernah mengatakan pada Sofjan bahwa ia siap "mengusir semua orang Cina meskipun hal itu akan membuat ekonomi Indonesia mundur 20-30 tahun"[28] dan mengatakan "kamu Cina Katolik mencoba menjatuhkan Suharto".[27] Sofjan sendiri membantah pernah berkata bahwa Prabowo akan mengusir semua orang Tionghoa dari Indonesia, dan menyatakan bahwa Schwarz hanya salah persepsi.[29]

Dugaan keterlibatan kerusuhan Mei 1998

Prabowo diduga kuat mendalangi kerusuhan Mei 1998 berdasar temuan Tim Gabungan Pencari Fakta.[30][31][32] Bahkan menurut Friend (2003), walaupun kubu Wiranto menekankan bahwa mereka tidak ingin pembantaian Tiananmen terjadi di Jakarta, kubu Prabowo memperingatkan Amien Rais bahwa militer tidak takut akan terjadinya "Tiananmen lain" dan "lautan darah" bila demonstrasi dilanjutkan.[33] Dugaan motif Prabowo adalah untuk mendiskreditkan rivalnya Pangab Wiranto, untuk menyerang etnis minoritas, dan untuk mendapat simpati dan wewenang lebih dari Soeharto bila kelak ia mampu memadamkan kerusuhan.[34] Dia juga masih belum diadili atas kasus tersebut.[35]

Prabowo mengklaim bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar. Prabowo mengaku sadar bahwa menghancurkan Tionghoa di Indonesia dapat merugikan Indonesia sendiri. Ia juga menyayangkan Menko Polkam Feisal Tanjung dan Panglima ABRI Wiranto yang menurutnya konsisten menyangkal tuduhan bahwa perintah membuat kerusuhan berasal langsung dari mereka atau Soeharto sebagai Panglima Tinggi. Prabowo meyakini bahwa perintah tersebut tidak dalam satu rangkaian komando karena atasannya senang bekerja secara melompat-lompat dalam berbagai tingkatan. Ia memastikan bahwa dirinya tidak pernah memperoleh perintah menyiksa orang.[36]

Pembelaan lebih lanjut dari pihak Prabowo adalah dia hanya menjalankan tugasnya sebagai Pangkostrad atas permintaan Panglima Kodam Jaya waktu itu yang mendapat perintah dari Mabes ABRI. Pada waktu itu permintaan Prabowo agar ia difasilitasi pesawat Hercules juga ditolak, sehingga ia terpaksa menggunakan Garuda dan Mandala atas biaya sendiri.[37]

Sementara terkait penembakan mahasiswa dalam peristiwa Trisakti, hasil uji balistik di Belfast, Irlandia Utara, memperlihatkan bahwa peluru tersebut berasal dari senjata milik Gegana, Polri, bukan tipe senjata yang digunakan oleh TNI. Penembakan itu juga tidak mungkin dilakukan oleh sniper karena peluru yang digunakan jenis kaliber 5,56mm, sementara senjata sniper berkaliber 7mm ke atas. Target penembakan juga acak, berbeda dengan pola penembakan sniper yang akan memilih pemimpin demonstrasi atau sasaran strategis tertentu.[37]

Isu kudeta Mei 1998

Pada pagi hari tanggal 22 Mei 1998, Wiranto melaporkan kepada B.J. Habibie, yang baru saja dilantik sebagai Presiden Indonesia ketiga, bahwa telah terjadi pergerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta dan konsentrasi pasukan di kediaman Presiden Habibie tanpa sepengetahuan dirinya sebagai Panglima ABRI. Pergerakan pasukan tersebut diduga sebagai upaya kudeta dan oleh karena itu atas instruksi Presiden Habibie, Prabowo diberhentikan sebagai Panglima Kostrad.[38]

Di siang hari pada tanggal yang sama, Prabowo dihubungi Markas Besar Angkatan Darat perihal pemberhentiannya sebagai Panglima Kostrad. Prabowo langsung menghadap Presiden Habibie di istana untuk mendapat kepastian pemberhentiannya. Kepada Prabowo, Presiden Habibie mengatakan bahwa pemberhentiannya adalah permintaan langsung dari Soeharto dan ia akan ditunjuk sebagai Duta Besar untuk Amerika Serikat.[36] Sore harinya Prabowo menyerahkan jabatan Panglima Kostrad kepada Pangdiv I Kostrad Mayjen Johny Lumintang.[39]

Prabowo menegaskan bahwa ia yakin bisa saja melancarkan kudeta pada hari-hari kerusuhan pada bulan Mei itu. Namun ia menegaskan, “Keputusan mempercepat pensiun saya adalah sah,” ujarnya. Lebih lanjut Prabowo juga menjelaskan, “Saya tahu, banyak di antara prajurit saya akan melakukan apa yang saya perintahkan. Namun saya tidak mau mereka mati berjuang demi jabatan saya. Saya ingin menunjukkan bahwa saya menempatkan kebaikan bagi negeri saya dan rakyat di atas posisi saya sendiri. Saya adalah seorang prajurit yang setia. Setia kepada negara, setia kepada republik”.[40]

Setelah Mei 1998, ia terbang ke Amman, Yordania.[41] Ia diisukan mendapat tawaran status kewarganegaraan dari Abdullah II.[42] Namun tawaran ini ditolaknya.[43] Pangeran Abdullah II yang kemudian pada 1999 menjadi Raja Yordania adalah kawan Prabowo di sekolah militer. Prabowo kembali ke Indonesia pada November 2001.[44]

Paradise Papers

Pada November 2017, sebuah investigasi penyelidikan yang dilakukan oleh Konsorsium Jurnalisme Investigasi Internasional (ICIJ) mencatutkan namanya dalam daftar politisi yang disebutkan dalam tuduhan "Paradise Papers".[45]

Ghost Fleet

Pada tanggal 18 September 2017, saat peluncuran buku teori ekonomi politik ayahnya, Prabowo Subianto berpidato yang memperingatkan bahwa Indonesia bisa pecah pada tahun 2030. “Di negara lain, mereka sudah membuat kajian, di mana NKRI dinyatakan tidak ada. lebih banyak lagi pada tahun 2030,” katanya. Klip video pidato tersebut diposting ke halaman Facebook resmi Gerindra pada tanggal 18 Maret 2018. Ketika ditanya studi mana yang dimaksud oleh Prabowo Subianto, pejabat Gerindra Elnino M. Husein Mohi mengatakan, "Prabowo Subianto telah membaca berbagai tulisan orang-orang di luar Partai Gerindra. negara, pengamat intelektual yang ada. Anda juga dapat melihatnya secara online."[46] Kemudian terungkap bahwa "studi" tersebut sebenarnya adalah novel perang fiksi ilmiah tahun 2015 berjudul Ghost Fleet oleh penulis Amerika August Cole dan P. W. Singer. Catatan penulis di awal buku menyatakan: "Yang berikut ini terinspirasi oleh tren dan teknologi dunia nyata. Namun, pada akhirnya, ini hanyalah karya fiksi, bukan prediksi."[47] Bingung oleh Prabowo Subianto yang mengutip dalam bukunya, Singer menulis di Twitter: "Pemimpin oposisi Indonesia mengutip #GhostFleet dalam pidato kampanyenya yang berapi-api... Ada banyak liku-liku tak terduga dari pengalaman dalam buku ini, tapi ini mungkin cukup berhasil."[48]

Kesalahan Haiti

Pada akhir tahun 2018, Prabowo Subianto diejek setelah secara keliru menyatakan bahwa Haiti, sebuah republik di Kepulauan Karibia, adalah negara Afrika. Dalam pidatonya pada tanggal 23 Desember 2018 di Solo, Jawa Tengah, Prabowo Subianto mengatakan pemerintah Indonesia telah memindahkan sebagian kekayaan Indonesia ke luar negeri. “Kalau ini terus dibiarkan, Indonesia akan terus dimiskinkan,” ujarnya. “Kami masyarakat Indonesia setara dengan negara-negara miskin di Afrika seperti Rwanda, Haiti, dan pulau-pulau kecil seperti Kiribati yang bahkan kami tidak tahu di mana letaknya,” imbuhnya.[49]

Referensi

  1. ^ a b Friend, T. (2003). Indonesian Destinies. Harvard University Press. hlm. 324. ISBN 0-674-01137-6. 
  2. ^ Friend, T. (2003). Indonesian Destinies. Harvard University Press. hlm. 203, 324. ISBN 0-674-01137-6. 
  3. ^ "Surat Dari Redaksi" (Letter from the Editor), Tempo, 6–12 Oktober 98, hlm. 7; Adam Schwarz, A Nation in Waiting (Boulder: Westview Press, 2nd ed., 2000), hlm. 161–162, 320, 490n35.
  4. ^ Subroto, Hendro (2009). Sintong Panjaitan, perjalanan seorang prajurit para komando. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. hlm. 450–453. ISBN 9789797094089. 
  5. ^ a b c d Berpangkat Kapten, Prabowo Berani Lawan Jendral Benny Moerdani. Diarsipkan 2014-05-04 di Wayback Machine. Diakses dari situs berita Merdeka pada 3 Mei 2014
  6. ^ a b Soempono, Femi Adi (2009). Prabowo dari Cijantung bergerak ke istana. Yogyakarta: Galang Press. hlm. 121. ISBN 9789797094089. 
  7. ^ Lowry, Bob (2013). "Timor Timur: The Untold Story by Lieutenant General Kiki Syahnakri (retd), Indonesian Armed Forces" (PDF). 10 (4). Australian Army Journal: 88. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-02-12. Diakses tanggal 2014-04-18. 
  8. ^ East Timor International Support Center (4 November 1998). "Prosecute Prabowo for crimes against ETimorese people". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-07-21. Diakses tanggal 17 April 2014. 
  9. ^ Wahjana, Juliani (5 Juni 2009). "Buyung Nasution: "Kasus HAM Prabowo Belum Selesai"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-19. Diakses tanggal 17 April 2014. 
  10. ^ "What ever happened in Kraras, Timor Leste, 'Pak' Prabowo?". 20 Desember 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-27. Diakses tanggal 27 Maret 2014. 
  11. ^ Anderson, Ben; Djati, Arief; Kammen, Douglas (Oktober 2003). "Interview with Mário Carrascaläo". Indonesia. Cornell University Southeast Asia Program. 76: 1–22. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-24. Diakses tanggal 2014-03-27. 
  12. ^ "Letter to the editor: Prabowo clarifies". 27 Desember 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-18. Diakses tanggal 27 Maret 2014. 
  13. ^ Taylor, John G. (1991). Indonesia's forgotten war: the hidden history of East Timor. London: Zed Books. hlm. 103. ISBN 9781856490153. 
  14. ^ (Indonesia) Supriyanto, Agus (3 juni 2005). "Prabowo dan Sjafrie Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM". Tempo.co. tempointeraktif. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-18. Diakses tanggal 7 oktober 2008. 
  15. ^ Lamb, David (24 Mei 1998). "Gen. Wiranto: From Brink of a Sacking to Strongman". Los Angeles Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-18. Diakses tanggal 17 April 2014. Prabowo, 46, who attended the advanced officers training course at Ft. Bragg, N.C., in 1980 and wanted Wiranto's job as defense chief, was widely believed to be behind some of Indonesia's most flagrant human rights abuses. Among them are the disappearances of 14 student activists--five remain unaccounted for--and the supplying of provocateurs to encourage riots against ethnic Chinese merchants 
  16. ^ "Progress Case Activists kidnapping in 1998" (PDF). Kontras. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-01-03. Diakses tanggal 17 April 2014. (...) but until 2004 there are still 14 people missing. They are Suyat, Yani afri, Sonny, M.Yusuf, Noval Alkatiri, Dedy Hamdun, Ismail, Bimo Petrus, Abdun Naser, Hendra Hambali, Ucok Siahaan, Yadin Muhidin and Wiji Thukul 
  17. ^ Asydhad, Arifin (14 Juni 2005). "14 Korban Penculikan 1997-1998 Diyakini Sudah Meninggal". detikcom. Detik. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-13. Diakses tanggal 17 April 2014. 
  18. ^ "Penculikan Aktivis, Prabowo: Saya Tidak Ngumpet". Tempo.co. 28 Oktober 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-26. Diakses tanggal 26 Maret 2014. 
  19. ^ "Progress Case Activists kidnapping in 1998" (PDF). Kontras. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-01-03. Diakses tanggal 17 April 2014. TNI Prabowo Subianto admitted that he gave an order to kidnap and he also admitted mistake in analyzing an order under the operational control and is willing to take responsibility. 
  20. ^ Pernah Diculik Pius, Prabowo Tak Bersalah. Diarsipkan 2013-11-04 di Wayback Machine. Diakses dari situs berita Tempo pada 3 Mei 2014
  21. ^ Mydans, Seth (25 Agustus 1998). "Suharto's Son-in-Law, a Much-Feared General, Is Ousted". New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-23. Diakses tanggal 17 April 2014. In announcing General Prabowo's discharge, the armed forces chief, Gen. Wiranto, said General Prabowo, 47, could face a court-martial as more evidence emerges about the abduction of more than two dozen dissidents earlier this year. At least 14 are missing and feared dead. 
  22. ^ Fadillah, Ramadhian (14 November 2011). "Jenderal 08 Tak Kapok Dipecundangi". detikcom. Detik. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-25. Diakses tanggal 17 April 2014. 
  23. ^ "Progress Case Activists kidnapping in 1998" (PDF). Kontras. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-01-03. Diakses tanggal 17 April 2014. Late 1998, a military court was held to prosecute 11 members of Kopasus (Mawar Team) who admitted the crime out of their own conscience. This team admitted of kidnapping 9 activits but was unable to reveal the whereabouts of the other 14 victims. The team also denied of torturing the victims. The defendants were sentence 15 to 26 months of imprisonment and release from TNI. 
  24. ^ (Indonesia) Supriyanto, Agus (3 Juni 2005). "Prabowo dan Sjafrie Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM". tempointeraktif. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-04. Diakses tanggal 7 Oktober 2008. 
  25. ^ (Indonesia) Maslan, M. Rizal (15 Juni 2005). "Komnas Panggil Wiranto, Prabowo & Sjafrie untuk Ketiga Kali". detikcom. Detik. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-22. Diakses tanggal 18 April 2014. 
  26. ^ Heboh Ucapan Karib Prabowo Soal Penculikan Wiji Tukhul dkk. Diarsipkan 2014-05-04 di Wayback Machine. Diakses dari situs berita Merdeka pada 3 Mei 2014
  27. ^ a b Friend, T. (2003). Indonesian Destinies. Harvard University Press. hlm. 315. ISBN 0-674-01137-6. Soon afterward, Sofyan had direct conversation with General Prabowo, the president's son-in-law, who had recently, in public, implored Muslims to join him in fighting "traitors to the nation" 
  28. ^ Adam Schwarz, A Nation in Waiting (Boulder: Westview Press, 2nd ed., 2000), hlm.. 346–347, 496n133; wawancara, Sofyan Wanandi, 21 Oktober 98 (keduanya dalam Friend (2003), hlm. 315.
  29. ^ "Sofjan Wanandi bantah berkata Prabowo akan usir orang Cina". Gres News. 19 Juli 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-10. Diakses tanggal 18 April 2014. Yang benar adalah Schwarz bertanya kepada saya, benarkah ekonomi Indonesia terpuruk pada 1997-1998 akibat ulah para etnis Tionghoa? Saya tak bilang Prabowo akan usir semua orang Cina. Mungkin Schwarts salah tangkap, dia salah persepsi,” kata pengusaha Tionghoa-Indonesia itu ketika dikonfirmasi gresnews.com 
  30. ^ Agus Supriyanto (3 juni 2005). "Prabowo dan Sjafrie Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM". tempointeraktif. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-04. Diakses tanggal 7 oktober 2008. 
  31. ^ "Six years after, May 1998 tragedy still unresolved". The Jakarta Post. 13 Mei 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-10. Diakses tanggal 18 April 2014. A joint fact-finding team set up by the government alleged that the riots were part of a scenario engineered by former president Soeharto's son-in-law Prabowo Subianto, then the Army's Strategic Reserve Command (Kostrad) chief and most recently a Golkar Party presidential candidate before he lost the nomination, in his attempt to have martial law declared, which would allow him to take power amidst the national leadership crisis that ended with Soeharto's resignation on May 21. 
  32. ^ Ester Indahyani Jusuf, dkk. KERUSUHAN MEI 1998 – FAKTA, DATA&Analisis. 2005. Jakarta. Kerjasama Solidaritas Nusa Bangda, APHI, dan TIFA.
  33. ^ Friend, T. (2003). Indonesian Destinies. Harvard University Press. hlm. 342. ISBN 0-674-01137-6. 
  34. ^ Billiocta, Ya'cob (30 Mei 2013). "Prabowo sebut kerusuhan Mei 1998 sedikit pengorbanan". Merdeka.com. Merdeka. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-15. Diakses tanggal 6 Mei 2014. 
  35. ^ "Six years after, May 1998 tragedy still unresolved". The Jakarta Post. 13 Mei 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-10. Diakses tanggal 18 April 2014. To this day, no legal action has been taken against Prabowo over his alleged roles in the tragedy 
  36. ^ a b "Prabowo Ungkap Sekitar Lengsernya Soeharto -- Feisal & Wiranto Dalang Kerusuhan Mei 98". Jawa Pos Online. 28 Februari 2000. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-06-16. Diakses tanggal 18 April 2014. 
  37. ^ a b Wiranto vs Prabowo Menguak Fakta Tragedi 1998. Diarsipkan 2014-05-05 di Wayback Machine. Diakses dari situs berita Kafegue.com pada 5 Mei 2014
  38. ^ Subroto, Hendro (2009). Sintong Panjaitan, perjalanan seorang prajurit para komando. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. hlm. 11–14. ISBN 9789797094089. 
  39. ^ "Habibie Jelaskan Pencopotan Prabowo dari Pangkostrad". Republika Online. 30 Agustus 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-17. Diakses tanggal 18 April 2014. 
  40. ^ “Buku Putih” Prabowo: Kesaksian Tragedi Mei 1998. 2000. Majalah Berita Populer “TOTALITAS”.Dikutip dari Majalah Asiaweek edisi 3 Maret 2000.
  41. ^ Hadad, Toriq (29 desember 1998). "Koneksi Prabowo di Negeri Gurun". Majalah Tempo. Tempo. Archived from the original on 2011-12-23. Diakses tanggal 27 januari 2010. 
  42. ^ "Prabowo Warned About Jordan Citizenship. dari koran News Strait 23 Desember 1998, hal 12 dari 29. Diakses dari arsip Koran News Strait pada 30 Mei 2014". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-24. Diakses tanggal 2014-05-30. 
  43. ^ "Relative of Suharto Probed. Diakses dari situs arsip berita AP News Archive pada 30 Mei 2014". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-31. Diakses tanggal 2014-05-30. 
  44. ^ Amri, Arfi Bambani (17 April 2011). "Setelah Semedi di Yordania". VIVA.co.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-04-19. Diakses tanggal 17 April 2014. 
  45. ^ "Explore The Politicians in the Paradise Papers - ICIJ" (dalam bahasa Inggris). 2017-11-05. Diakses tanggal 2024-02-15. 
  46. ^ "The 'study' Prabowo said predicted Indonesia would dissolve by 2030 is actually a sci-fi techno-thriller called 'Ghost Fleet' | Coconuts". https://coconuts.co/ (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-02-15.  Hapus pranala luar di parameter |website= (bantuan)
  47. ^ Singer, P. W.; Cole, August (2016). Ghost fleet: a novel of the next world war (edisi ke-First Mariner Books edition). Boston New York: Mariner Books/Houghton Mifflin Harcourt. ISBN 978-0-544-14284-8. 
  48. ^ Nugroho, Bagus Prihantoro. "Penulis Novel 'Ghost Fleet' Posting Foto Prabowo di Twitter". detiknews. Diakses tanggal 2024-02-15. 
  49. ^ Afifa, Laila (2018-12-26). "Prabowo Likens Indonesia's Economy to African Country Haiti". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-02-15.