Ontologi
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani.[1] Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Hakikat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
- kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
- Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.
Etimologi
Ilmu pengetahuan mempunyai tiga komponen sebagai tiang penyangga tubuh pengetahuan, yakni ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Singkatnya, ontologi mengenai pertanyaan apa, epistemologi mengenai pertanyaan bagaimana, dan aksiologi mengenai pertanyaan untuk apa.[2]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah ontologi adalah cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakikat hidup.[3] Webster's Third New International Dictionary daring mendefinisikan ontologi sebagai ilmu cabang metafisika khusus mempelajari sifat dan hubungan makhluk. Dapat pula didefinisikan sebagai teori tertentu tentang sifat makhluk atau jenis hal yang memiliki keberadaan.[4] Teori tentang jenis entitas dan khususnya jenis entitas abstrak yang harus diterima dalam sistem bahasa". Secara harfiah, kata Ontologi berasal dari bahasa Yunani: òn berarti: "ada", atau òntos artinya: "keberadaan", dan lògos, artinya: "pemikiran",[5] tetapi dapat juga diturunkan secara eksplisit dari (entitas) yang ditafsirkan secara beragam menurut sudut pandang filosofis yang berbeda.[6]
Aliran
Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni monisme, dualisme, pluralisme, materialisme, idealisme, naturalisme, positivisme logis, dan agnostisisme.[7]
Monisme
Monisme adalah aliran yang mempercayai bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada adalah satu saja, baik yang asa itu berupa materi maupun rohani yang menjadi sumber dominan dari yang lainnya. Para filosof pra-Socrates seperti Thales, Demokritos, dan Anaximander termasuk dalam kelompok Monisme, selain juga Plato dan Aristoteles. Sementara filosof Modern seperti I. Kant dan Hegel adalah penerus kelompok Monisme, terutama pada pandangan idealisme mereka.[butuh rujukan]
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan filsafat yang paling kuno. Pertama kali diperkenalkan oleh filosof Yunani bernama Thales atas pernungannya terhadap air yang terdapat dimana-mana, dan sampai pada kesimpulan bahwa “air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu”. Yang penting bagi kita bukanlah mengenai kesimpulannya tersebut melainkan pendiriannya bahwa mungkin segala sesuatu berasal dari satu substansi saja.[butuh rujukan]
Dualisme
Dualisme meyakini sumber asal segala sesuatu terdiri dari dua hakikat, yaitu materi (jasad) dan jasmani (spiritual). Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama abadi dan azali. Perhubungan antara keduanya itulah yang menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.[7]
Descartes adalah contoh filosof Dualis dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Aristoteles menamakan kedua hakikat itu sebagai materi dan forma (bentuk yang berupa rohani saja). Umumnya manusia dengan mudah menerima prinsip dualisme ini, karena kenyataan lahir dapat segera ditangkap panca indera kita, sedangkan kenyataan batin dapt segera diakui adanya dengan akal dan perasaan hidup.[butuh rujukan]
Materialisme
Materialisme menganggap bahwa yang ada hanyalah materi. Roh, kesadaran dan jiwa yang merupakan bagian dari pikiran dianggap dalam teori materialisme sebagai sesuatu yang bukan kenyataan. Materialisme menganggap bahwa pikiran hanyalah bentuk dari pergerakan suatu materi.[8] Pergerakan ini terjadi dengan suatu cara tertentu.[butuh rujukan]
Materialisme terkadang disamakan orang dengan naturalisme. Namun sebenarnya terdapat perbedaan antara keduanya. Naturalisme merupakan aliran filsafat yang menganggap bahwa alam saja yang ada, yang lainnya di luar alam tidak ada. (Tuhan yang di luar alam tidak ada). Sedangkan yang dimaksud alam (natural) disana ialah segala-galanya meliputi benda dan roh. Sebaliknya materialisme menganggap roh adalah kejadian dari benda, jadi tidak sama nilainya dengan benda.[butuh rujukan]
Filsafat Yunani yang pertama kali muncul juga berdasarkan materialisme, mereka disebut filsafat alam. Mereka menyelidiki asal-usul kejadian alam ini pada unsur-unsur kebendaan yang pertama. Thales (625-545 s.M) menganggap bahwa unsur asal itu air. Anaximandros (610-545 s.M) menganggap bahwa unsur asal itu apeiron yakni suatu unsur yang tak terbatas. Anaximenes (585-528 s.M) menganggap bahwa unsur asal itu udara. Dan tokoh yang terkenal dari aliran ini adalah Demokritos (460-360 s.M) menggap bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya tak dapat dihitung dan sangat halus. Atom-atom itulah yang menjadi asal kejadian peristiwa alam. Pada Demokritos inilah tampak pendapat materialisme klasik yang lebih tegas.[9]
Idealisme
Idealisme merupakan lawan dari materialisme yang juga dinamakan spiritualisme. Aliran menganggap bahwa hakikat kenyataan yang beraneka warna itu semua berasal dari roh (sukma) atau yang sejenis dengan itu. Intinya sesuatu yang tidak berbentuk dan yang tidak menempati ruang. Menurut aliran ini materi atau zat itu hanyalah suatu jenis daripada penjelmaan roh. Alasan yang terpenting dari aliran ini adalah “manusia menganggap roh lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Roh dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau penjelmaan saja.[10]
Agnostisisme
Agnostisisme adalah paham yang mengingkari bahwa manusia mampu mengetahui hakikat yang ada baik yang berupa materi ataupun yang ruhani. Aliran ini juga menolak pengetahuan manusia tentang hal yang transenden. Contoh paham Agnostisisme adalah para filosof Eksistensialisme, seperti Jean Paul Sartre yang juga seorang Ateis. Sartre menyatakan tidak ada hakikat "ada" manusia, tetapi yang ada adalah "keberadaan"-nya.[butuh rujukan]
Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:[butuh rujukan]
- yang-ada
- kenyataan/realitas
- eksistensi
- esensi
- substansi
- perubahan
- tunggal
- jamak
Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya).[11]
Lihat pula
Referensi
- ^ Nasution, Mahyuddin; KM (2018). Ontology. English: IOP. hlm. 8. ISBN 9786232180086.
- ^ Azwar, Welhendri; Muliono (2021). Filsafat Ilmu Cara Mudah Memahami Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenada Media. hlm. 23. ISBN 9786232180086.
- ^ "ontologi". kbbi.kemdikbud.go.id. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Diakses tanggal 2021-12-31.
- ^ "ontology". merriam-webster.com (dalam bahasa Inggris). Webster New International Dictionary Daring. Diakses tanggal 2021-12-30.
- ^ Sawir, Muhammad (2021). Ilmu Administrasi Dan Analisis Kebijakan Publik Konseptual Dan Praktik. Sleman, Yogyakarta: Deepublish. hlm. 15. ISBN 9786230231803.
- ^ Huda, Sholihul (2023). Dasar-Dasar Filsafat Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Samudra Biru. hlm. 13. ISBN 978-623-261-617-2.
- ^ a b "ONTOLOGI". uin-malang.ac.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-31.
- ^ Yunus, Firdaus M. (September 2019). Amin, Husna, ed. Materialisme (PDF). Banda Aceh: PT. Bambu Kuning Utama. hlm. 3. ISBN 978-623-91121-8-9.
- ^ Huda, Sholihul (2023). Dasar-Dasar Filsafat Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Samudra Biru. hlm. 16. ISBN 978-623-261-617-2.
- ^ Jumadi (2017). Perkembangan Filsafat Abad Modern. Diterjemahkan oleh Dewanti, Nur Laila Khurnia. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. hlm. 51.
- ^ Endraswara, Suwardi (2021). Filsafat Ilmu (Edisi Revisi). Yogyakarta: CAPS (Center of Academic Publishing Service). hlm. 97. ISBN 978-602-9324-97-6.