Gunung Tangkuban Parahu
Gunung Tangkuban Parahu (Aksara Sunda Baku: ᮌᮥᮔᮥᮀ ᮒᮀᮊᮥᮘᮔ᮪ ᮕᮛᮠᮥ, Latin: Gunung Tangkuban Parahu) adalah salah satu gunung yang terletak di Desa Ciater, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Sekitar 20 km ke arah utara Kota Bandung, dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di sekitarnya, Gunung Tangkuban Parahu mempunyai ketinggian setinggi 2.091 meter. Bentuk gunung ini adalah Stratovulcano dengan pusat erupsi yang berpindah dari timur ke barat. Jenis batuan yang dikeluarkan melalui letusan kebanyakan adalah lava dan sulfur, mineral yang dikeluarkan adalah sulfur belerang, mineral yang dikeluarkan saat gunung tidak aktif adalah uap belerang. Daerah Gunung Tangkuban Parahu dikelola oleh Perum Perhutanan. Suhu rata-rata hariannya adalah 17oC pada siang hari dan 2 °C pada malam hari.
Tangkuban Parahu | |
---|---|
ᮌᮥᮔᮥᮀ ᮒᮀᮊᮥᮘᮔ᮪ ᮕᮛᮠᮥ | |
Titik tertinggi | |
Ketinggian | 2.086 m (6.844 ft)[1] |
Koordinat | 6°46′S 107°36′E / 6.77°S 107.60°E [1] |
Hidrologi DAS | DAS Cipunagara, DAS Citarum, dan DAS Ciasem |
Geologi | |
Usia batuan | 90.000 tahun (tertua) |
Jenis gunung | Stratovolcano |
Letusan terakhir | 26 Juli 2019[1] |
Pendakian | |
Pendakian pertama | 1713 oleh van Riebeeck |
Rute termudah | Jalan Tangkuban Parahu |
Gunung Tangkuban Parahu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.
Sejarah Pembentukan dan Letusan
Gunung Tangkuban Parahu terbentuk sekitar 125.000 tahun lalu di Kaldera Sunda. Gunung ini, menurut T. Bachtiar dan Dewi Syafriani dalam buku Bandung Purba, lebih muda dari Gunung Burangrang. Gunung Burangrang yang terletak di sisi barat Gunung Tangkuban Parahu terbentuk sekitar 210.000 hingga 105.000 tahun lalu. Menurut T. Bachtiar, Gunung Tangkuban Parahu lahirnya setelah terbentuknya Sesar Lembang. Ketika Gunung Tangkuban Parahu meletus, sebagian material alirannya yang mengalir ke selatan tertahan di kaki patahan.
Sepanjang sejarahnya, aktivitas yang terjadi di gunung Tangkuban Parahu telah membentuk 13 kawah. Tiga kawah diantaranya populer dijadikan destinasi wisata, yakni Kawah Ratu, Kawah Upas, dan Kawah Domas. Sementara perincian 13 kawah lengkapnya sebagai berikut: Kawah Upas terdiri dari Kawah Upas (termuda), Kawah Upas (muda), dan Kawah Upas (tua). Kawah Ratu juga terdiri dari Kawah Ratu (1920), Kawah Ratu (muda), dan Kawah Ratu (tua). Kemudian ada kawah baru, Kawah Pangguyanganbadak, Kawah Badak, Kawah Ecoma, Kawah Jurig, Kawah Siluman, dan Kawah Domas.
Gunung Tangkuban Parahu sempat meletus beberapa kali. Orang yang sempat mencatat letusan pertamanya adalah botanis sekaligus geologis bernama Franz Wilhelm Junghuhn. Berdasarkan catatan yang dibuat Junghuhn tahun 1853, catatan pertama tentang letusan Gunung Tangkuban Parahu adalah tahun 1829. Tak ada data tentang letusan sebelumnya. Setelah itu letusan beristirahat selama 17 tahun, letusan berikutnya terjadi pada tahun 1846. Setelah itu gunung tercatat aktif berturut-turut tahun 1867 dan 1887. Letusan besar berikutnya terjadi tahun 1896 setelah gunung mengalami masa istirahat 50 tahun. Aktivitas atau letusan kemudian terjadi tahun 1910, 1929, 1935, 1946, 1947, 1950, 1952, 1957, 1961, 1965, 1967, 1969, 1971, 1983, 1992, 1994, 2004, 2013, dan 2019. Menurut T. Bachtiar, masa istirahat antar letusan Gunung Tangkuban Parahu berlangsung antara 30 - 70 tahun.
Pada tahun 2005, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Daerah sudah membuat peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Tangkuban Parahu. Daerah-daerah yang rawan bencana dibagi dalam tiga kategori. Masing-masing Kawasan Rawan Bencana I, II, dan III. Ada yang berada dalam radius 1 km, 5 km dari letusan, dan yang berpotensi terkena terjangan lahar dan hujan abu atau lontaran batu pijar. Dalam buku Bandung Purba disebutkan, lembah yang berpotensi dilanda lahar meliputi Ciasem, Cimuji, Cikole, Cibogo, Cikapundung, Cihideung, Cibeureum dan Cimahi.[2]
Daftar Letusan dan Erupsi sejak 1829
- 1829: Erupsi abu dan batu dari Kawah Ratu dan Domas.
- 1846: Terjadi erupsi dan peningkatan kegiatan.
- 1896: Terbentuk fumarol baru di sebelah utara Kawah Badak.
- 1900: Erupsi uap dari Kawah Ratu.
- 1910: Kolom asap membubung setinggi 2 km di atas dinding kawah, erupsi berasal dari Kawah Ratu.
- 1926: Erupsi freatik di Kawah Ratu membentuk lubang ecoma.
- 1935: Lapangan fumarol baru disebut Badak terjadi, 150 m ke arah selatan barat daya dari Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu.
- 1952: erupsi abu didahului oleh erupsi hidrothermal (freatik).
- 1957: erupsi freatik di Kawah Ratu, terbentuk lubang kawah baru.
- 1961, 1965, 1967: erupsi freatik.
- 1969, 1971: erupsi freatik didahului oleh erupsi lemah menghasilkan abu.
- 1983: erupsi freatik.
- 1992: awan abu membubung setinggi 159 m di atas Kawah Ratu.
- 1994: peningkatan kegiatan kuat dengan gempa seismik dangkal dengan erupsi freatik kecil.
- 2004: peningkatan kegempaan.[3]
- 2013: erupsi freatik di bulan Februari, Maret, dan Oktober.[4]
- 2019: erupsi freatik di bulan Juli.
Legenda rakyat setempat
Asal usul Gunung Tangkuban Parahu dikaitkan dengan legenda Sangkuriang, yang dikisahkan jatuh cinta kepada ibunya, Dayang Sumbi/Rarasati. Untuk menggagalkan niat anaknya menikahinya, Dayang Sumbi mengajukan syarat supaya Sangkuriang membuat sebuah telaga dan sebuah perahu dalam semalam. Ketika usahanya gagal, Sangkuriang marah dan menendang perahu itu sehingga mendarat dalam keadaan terbalik. Perahu inilah yang kemudian membentuk Gunung Tangkuban Parahu.
Gunung Tangkuban Parahu ini termasuk gunung api aktif yang statusnya diawasi terus oleh Direktorat Vulkanologi Indonesia. Beberapa kawahnya masih menunjukkan tanda tanda keaktifan gunung ini. Di antara tanda aktivitas gunung berapi ini adalah munculnya gas belerang dan sumber-sumber air panas di kaki gunungnya, di antaranya adalah di kawasan Ciater, Subang. Gunung Tangkuban Parahu pernah mengalami letusan kecil pada tahun 2006, yang menyebabkan 3 orang luka ringan.
Keberadaan gunung ini serta bentuk topografi Bandung yang berupa cekungan dengan bukit dan gunung di setiap sisinya menguatkan teori keberadaan sebuah telaga besar yang kini merupakan kawasan Bandung. Diyakini oleh para ahli geologi bahwa kawasan dataran tinggi Bandung dengan ketinggian kurang lebih 709 m di atas permukaan laut merupakan sisa dari danau besar yang terbentuk dari pembendungan Ci Tarum oleh letusan gunung api purba yang dikenal sebagai Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Parahu merupakan sisa Gunung Sunda purba yang masih aktif. Fenomena seperti ini dapat dilihat pada Gunung Krakatau di Selat Sunda dan kawasan Ngorongoro di Tanzania, Afrika. Sehingga legenda Sangkuriang yang merupakan cerita masyarakat kawasan itu diyakini merupakan sebuah dokumentasi masyarakat kawasan Gunung Sunda Purba terhadap peristiwa pada saat itu.
Galeri
Referensi
- ^ a b c "Tangkubanparahu". Global Volcanism Program. Institusi Smithsonian.
- ^ Network, Ayo Media (2019-07-26). "Gunung Tangkuban Parahu: Sejarah Terbentuk dan Letusannya". AyoBandung.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-25. Diakses tanggal 2019-10-18.
- ^ Liputan6.com. "Gunung Tangkuban Parahu Erupsi, Ini Sejarah Letusannya". LINE TODAY. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-01. Diakses tanggal 2019-10-18.
- ^ cnnindonesia.co. "Riwayat Erupsi Gunung Tangkuban Parahu". CNN Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-20. Diakses tanggal 2023-04-16.
Pranala luar
- (Indonesia) Situs Resmi Kementrian Pariwisata Diarsipkan 2015-06-07 di Wayback Machine.
- Tangkuban Perahu (4K) Diarsipkan 2022-03-06 di Wayback Machine.