Latar Belakang

Penemuan air di Bulan oleh Chandrayaan-1
Air Bulan yang ditemukan oleh pesawat Chandrayaan-1

Penemuan air di bulan adalah salah satu temuan penting yang dihasilkan oleh misi Chandrayaan-1 milik Organisasi Penelitian Luar Angkasa India (ISRO), dengan bantuan Moon Mineralogy Mapper (M3) milik NASA. Temuan ini dipublikasikan oleh Rachel Klima, seorang pakar geologi keplanetan dari Johns Hopkins University, di jurnal Nature Geoscience

Penemuan

Chandrayaan-1, yang diluncurkan pada tahun 2008, membawa Moon Mineralogy Mapper, sebuah instrumen yang dirancang untuk memetakan mineral di permukaan Bulan. Dengan bantuan instrumen ini, para ilmuwan menemukan adanya air magmatik di Bulan, yaitu air yang berasal dari bagian dalam Bulan dan muncul ke permukaan.


Metodologi

Penelitian awal yang dilakukan lima tahun sebelum temuan ini menunjukkan bahwa interior Bulan tidak sekering yang diduga sebelumnya. Pada saat itu, ilmuwan mengungkap adanya air dalam bentuk lapisan tipis di permukaan Bulan yang diduga berasal dari interaksi antara angin matahari dan permukaan Bulan.

Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi air magmatik. Dengan menggunakan data dari Moon Mineralogy Mapper, para ilmuwan mengidentifikasi tipe batuan di kawah Bullialdus yang disebut norite. Batuan ini biasanya mengkristal dan terjebak saat magma keluar dari bagian dalam Bulan. Analisis menunjukkan bahwa batuan norite di kawah Bullialdus mengandung hidroksil lebih banyak dibandingkan dengan lingkungan sekitarnya. Hidroksil adalah molekul yang terdiri atas satu atom oksigen dan satu atom hidrogen, komponen penyusun air.


Klima, R. et al. (Publikasi di Nature Geoscience)

"Chandrayaan-1" - Organisasi Penelitian Luar Angkasa India (ISRO)

Moon Mineralogy Mapper - NASA


Air Bulan adalah air yang terliat di . Ilmuwan mnemukan adanya air magmatik atau air yang berasal dari bagian dalam bulan lalu muncul ke permukaan.

Bukti keberadaan air magmatik tersebut ditemukan dengan bantuan Moon Mineralogy Mapper milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) yang ada di wahana milik , Chandrayaan-1. Rachel Klima, pakar keplanetan dari Johns Hopkins University, memublikasikan temuan itu di jurnal Nature Geoscience.

Keberhasilan pengungkapan air magmatik di bulan dimulai dari hasil penelitian lima tahun lalu. Saat itu, ilmuwan mengungkap bahwa interior bulan tidak sekering dugaan. Para ilmuwan juga berhasil menemukan air berupa lapisan tipis yang diduga berasal dari angin matahari yang menumbuk permukaan bulan.

Penelitian tersebut tidak langsung memberi tanda keberadaan air magmatik. Namun, dari temuan itu ilmuwan bisa mengidentifikasi tipe batuan di kawah bulan bernama Bullialdus. Identifikasi ini membantu memecahkan asal muasal air.

Menurut ilmuwan, tipe batuan di kawah itu disebut norite. Batuan tersebut biasanya mengkristal dan terjebak saat magma keluar dari bagian dalam. Ilmuwan, lewat penelitian selanjutnya, mengungkap bahwa jenis batuan ini tidak hanya ditemukan di kawah Bullialdus.

Dalam risetnya, Klima menganalisis lingkungan kawah Bullialdus dengan bantuan Moon Minerals ogy Mapper. Terungkap bahwa kawah itu punya kandungan hidroksil lebih banyak dari lingkungannya. Hidroksil ialah molekul yang terdiri atas satu atom oksigen dan satu atom hidrogen, komponen penyusun air.

Menurut ilmuwan, wilayah kawah Bullialdus bukan merupakan wilayah yang terpapar angin matahari. Jadi, bila ada air di tempat itu, asalnya bukan dari tumbukan angin matahari dan permukaan bulan. Namun diduga kuat, hidroksil merupakan bukti adanya air magmatik.

Keberadaan air magmatik ini menyuguhkan informasi baru akan proses vulkanik dan komposisi internal bulan seperti yang diberitakan Universe Today, Pemahaman akan hal tersebut akan membantu mengetahui proses pembentukan bulan serta perubahan proses magmatik.

Lihat pula

Sumber

Pranala luar