Gempa bumi

getaran permukaan bumi disebabkan pelepasan energi secara tiba-tiba di kerak

Gempa bumi (bahasa Inggris: Earthquake) adalah fenomena guncangan permukaan tanah akibat pelepasan energi secara tiba-tiba di bawah litosfer sehingga menimbulkan gelombang seismik. Intensitas gempa bumi bisa bermacam-macam, mulai dari gempa yang sangat lemah dan tidak dapat dirasakan, hingga gempa bumi dahsyat yang melempar benda-benda ke udara, merusak infrastruktur penting, dan menimbulkan kehancuran di seluruh kota. Aktivitas gempa bumi di suatu lokasi tertentu adalah laju rata-rata pelepasan energi seismik per satuan volume.

Gempa bumi dengan skala magnitudo 6,0+ dari tahun 1900 sampai 2017
Bangunan hancur akibat dari Gempa bumi Yogyakarta Mei 2006

Gempa bumi dapat terjadi secara alami atau disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti penambangan, fracking, dan uji coba nuklir. Titik awal pecahnya disebut hiposenter atau fokus, sedangkan permukaan tanah yang berada tepat di atasnya disebut episentrum. Gempa bumi dapat disebabkan oleh kesalahan geologis, atau oleh aktivitas gunung berapi, tanah longsor, dan peristiwa lainnya. Frekuensi, jenis, dan ukuran gempa bumi di suatu wilayah menentukan aktivitas seismiknya, yang mencerminkan tingkat rata-rata pelepasan energi seismik.

Peristiwa gempa bumi yang paling terkenal adalah gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004, memakan lebih dari 230.000 korban jiwa, dan gempa bumi terkuat yang pernah tercatat yaitu gempa bumi Valdivia 1960 di Chili dengan skala 9,5 Mw. Gempa bumi menimbulkan berbagai dampak, seperti guncangan tanah dan pencairan tanah, yang mengakibatkan kerusakan besar dan korban jiwa. Jika episentrum gempa besar terletak di lepas pantai, dasar laut mungkin akan mengalami pergeseran yang cukup besar sehingga menyebabkan tsunami. Gempa bumi juga dapat memicu tanah longsor. Gempa bumi dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik di sepanjang sesar aktif, termasuk sesar normal, sesar terbalik (dorong), dan sesar mendatar, dengan dinamika pelepasan energi dan patahan yang diatur oleh teori pantulan elastis.

Jenis Gempa bumi

Gempa bumi Tektonik

 
Tiga tipe patahan:
A. Strike-slip
B. Normal
C. Terbalik

Gempa bumi tektonik terjadi di mana saja di bumi di tempat yang terdapat energi tekanan elastis yang terakumulasi dengan cukup untuk mendorong perambatan fraktur di sepanjang bidang patahan. Permukaan bumi terdiri dari lempeng-lempeng yang berdekatan antara satu dengan yang lain. Lempeng-lempeng ini selalu mengalami pergerakan yang per tahunnya bisa mencapai 10 cm.[1] Sisi-sisinya hanya dapat bergerak saling melewati satu sama lain secara mulus dan tanpa disertai getaran (aseismik) jika tidak adanya ketidakteraturan atau asperitas di sepanjang permukaan patahan yang meningkatkan hambatan gesekan. Sebagian besar permukaan lempeng memiliki asperitas, yang menyebabkan bentuk perilaku pergesekan yang rapat. Saat patahan terkunci, gerakan relatif yang terus berlangsung di antara lempeng-lempeng akan meningkatkan tekanan dan, oleh karenanya, menyebabkan terakumulasinya energi tegangan di dalam volume di sekitar permukaan patahan. Hal ini terus berlanjut hingga tegangan antara dua atau lebih lempeng yang terjadi mencapai tingkat yang cukup untuk membobol asperitas, yang kemudian menyebabkan terjadinya pergeseran mendadak pada bagian patahan yang terkunci dan melepaskan energi yang terakumulasi.[2]

Gempa bumi sesar aktif

Ada tiga jenis sesar utama, yang dapat menyebabkan gempa bumi antar lempeng yaitu: sesar jenis normal, sesar naik (dorongan), dan sesar strike-slip. Sesar normal dan sesar terbalik merupakan contoh dari dip-slip, dimana perpindahan sepanjang sesar searah dengan arah kemiringan dan pergerakan pada patahan tersebut melibatkan komponen vertikal.

Panjang maksimum patahan yang dipetakan (dapat pecah dalam satu waktu) adalah sekitar 1.000 km (620 mil). Contohnya adalah gempa bumi di Alaska (1957), Chile (1960), dan Sumatra (2004), semuanya berada di zona subduksi. Gempa bumi terpanjang yang terjadi pada patahan strike-slip, seperti Patahan San Andreas (1857, 1906), Patahan Anatolia Utara di Turki (1939), dan Patahan Semangko di Sumatra (1926), panjangnya sekitar setengah hingga sepertiga panjang sepanjang batas lempeng subduksi, dan panjang sepanjang patahan normal bahkan lebih pendek.

Sesar normal

Sesar normal terjadi terutama di daerah yang keraknya memanjang seperti batas divergen. Gempa bumi yang terkait dengan sesar normal umumnya berkekuatan kurang dari magnitudo 7. Besaran maksimum di sepanjang sesar normal bahkan lebih terbatas karena banyak di antaranya berlokasi di sepanjang pusat penyebaran.

Sesar naik

Sesar naik atau terbalik terjadi di daerah yang keraknya memendek seperti pada batas konvergen. Sesar terbalik, terutama yang berada di sepanjang batas konvergen, berhubungan dengan gempa bumi paling kuat (disebut gempa bumi megathrust) termasuk hampir semua gempa berkekuatan magnitudo 8 atau lebih. Gempa bumi megathrust bertanggung jawab atas sekitar 90% total momen seismik yang terjadi di seluruh dunia.

Sesar geser

Sesar geser atau mendatar adalah struktur curam di mana kedua sisi sesar tergelincir secara horizontal melewati satu sama lain; batas transformasi adalah jenis sesar strike-slip tertentu. Sesar mendatar, khususnya transformasi benua, dapat menghasilkan gempa bumi besar hingga berkekuatan 8. Sesar mendatar cenderung berorientasi vertikal, menghasilkan lebar sekitar 10 km (6,2 mil) di dalam kerak bumi yang rapuh. Dengan demikian, gempa dengan magnitudo jauh lebih besar dari 8 tidak mungkin terjadi.

 
Sesar Lembang. Sesar geser aktif yang paling terkenal di Kabupaten Bandung

Selain itu, terdapat hierarki tingkat tegangan pada ketiga jenis gangguan. Sesar dorong dihasilkan oleh sesar tertinggi, sesar geser oleh sesar menengah, dan sesar normal oleh tingkat tegangan terendah. Hal ini dapat dengan mudah dipahami dengan mempertimbangkan arah tegangan utama terbesar, yaitu arah gaya yang “mendorong” massa batuan pada saat terjadi patahan. Pada sesar normal, massa batuan terdorong ke bawah dalam arah vertikal, sehingga gaya dorong (tegangan utama terbesar) sama dengan berat massa batuan itu sendiri.

Energi yang dilepaskan

 
Kehancuran pada Bandara Sendai, setelah Gempa bumi dan tsunami Tōhoku 2011

Untuk setiap peningkatan satuan besarnya, terdapat peningkatan sekitar tiga puluh kali lipat energi yang dilepaskan. Misalnya saja, gempa berkekuatan 6,0 dapat melepaskan energi sekitar 32 kali lebih banyak dibandingkan gempa berkekuatan 5,0 skala Richter, dan gempa berkekuatan 7,0 dapat melepaskan energi 1.000 kali lebih banyak dibandingkan gempa berkekuatan 5,0 magnitudo. Gempa berkekuatan 8,6 magnitudo dapat melepaskan energi yang sama dengan 10.000 bom atom seukuran yang digunakan pada Perang Dunia II.[3]

Hal ini terjadi karena energi yang dilepaskan saat gempa bumi, dan besarnya gempa, sebanding dengan luas patahan yang pecah dan penurunan tegangan. Oleh karena itu, semakin panjang dan lebar area patahan, maka besaran yang dihasilkan akan semakin besar. Namun, parameter terpenting yang mengendalikan magnitudo gempa maksimum pada suatu patahan bukanlah panjang maksimum yang tersedia, namun lebar tersedia karena lebar tersedia bervariasi sebesar 20 kali lipat. Sepanjang batas lempeng konvergen, sudut kemiringan bidang patahan sangat besar. dangkal, biasanya sekitar 10 derajat. Oleh karena itu, lebar bidang di bagian atas kerak bumi yang rapuh bisa mencapai 50–100 km (31–62 mil) (seperti di Jepang, 2011), atau (Alaska, 1964), yang memungkinkan terjadinya gempa bumi terkuat.

Penyebab Terjadinya Gempa bumi

 
Peta lempeng tektonik
 
Gerakan lempengan tektonik global

Gempa Bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang disebabkan lempengan yang bergerak ke satu arah atau bisa lebih. Semakin lama itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan di mana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa Bumi akan terjadi.

Pergeseran lempeng bumi dapat mengakibatkan gempa bumi karena dalam peristiwa tersebut disertai dengan pelepasan sejumlah energi yang besar.

Selain pergeseran lempeng Bumi, gerak lempeng Bumi yang saling menjauhi satu sama lain juga dapat mengakibatkan gempa bumi.

Hal tersebut dikarenakan saat dua lempeng bumi bergerak saling menjauh, akan terbentuk lempeng baru di antara keduanya.

Lempeng baru yang terbentuk memiliki berat jenis yang jauh lebih kecil dari berat jenis lempeng yang lama. Lempeng yang baru terbentuk tersebut akan mendapatkan tekanan yang besar dari dua lempeng lama sehingga akan bergerak ke bawah dan menimbulkan pelepasan energi yang juga besar.

Terakhir adalah gerak lempeng yang saling bertumbukan juga dapat mengakibatkan gempa bumi. Pergerakan dua lempeng yang saling mendekat juga berdampak pada terbentuknya gunung.

Seperti yang terjadi pada gunung Everest yang terus tumbuh tingkat gerak lempeng saling bertumpuk. Ilmu Pengetahuan Alam/Kementerian Pendidikan dan Gempa Bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan-lempengan tersebut.

Gempa Bumi yang paling parah biasanya atasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa Bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit. Beberapa gempa bumi juga dapat terjadi dalam gunung berapi.

Frekuensi gempa bumi

 
Gempa bumi dan tsunami di Messina, Italia memakan hingga 120,000 korban jiwa, salah satu bencana terburuk dalam sejarah Eropa.

Diperkirakan sekitar 500.000 gempa bumi terjadi setiap tahunnya, dan dapat dideteksi dengan instrumentasi saat ini. Sekitar 100.000 gempa bumi di antaranya dapat dirasakan. Gempa bumi kecil hampir terus-menerus terjadi di seluruh wilayah didunia seperti di California dan Alaska, serta di El Salvador, Meksiko, Guatemala, Chili, Peru, Indonesia, Filipina, Iran, Pakistan, Kepualauan Azores di Portugal, Turki, Selandia Baru, Yunani, Italia, India, Nepal, dan Jepang.[4][5]

 
Cincin Api Pasifik. Zona seismik dan letusan gunung berapi terbesar didunia
 
Zona Sabuk alpida. Zona seismik paling aktif kedua didunia

Sebagian besar gempa bumi di dunia 90%, terjadi di zona sepanjang 40.000 kilometer (25.000 mil), yang dikenal sebagai Cincin Api Pasifik. Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api ini.

Gempa besar juga cenderung terjadi di sepanjang batas lempeng lainnya, seperti di sepanjang Pegunungan Himalaya yang dikenal sebagai Zona sabuk alpida, zona seisimik paling aktif kedua setelah Cincin api di Pasifik.[6] Zona seismik Sabuk alpida mempunyai reputasi sebagai pembunuh. Meskipun hanya sekitar 17% gempa bumi besar di dunia terjadi di sabuk seismik Alpida, sebagian besar korban jiwa akibat gempa bumi sepanjang sejarah terjadi di zona ini. Hal ini terutama disebabkan oleh konstruksi yang lemah dan banyaknya jumlah penduduk di wilayah tersebut. Beberapa gempa bumi mematikan di daerah ini termasuk Gempa bumi Asia Selatan 2005 yang membunuh sekitar 87.000 jiwa, lalu Gempa bumi Bam 2003 di Tenggara Iran menewaskan sekitar 34.000 orang, dan gempa bumi baru baru ini yaitu Gempa bumi Turki–Suriah 2023 membunuh sekitar 50.000 jiwa.[7]

 
Tokyo menjadi kota paling rawan gempa di dunia. Para ahli mengatakan, ada kemungkinan 70 persen gempa besar berkekuatan 7.0 melanda wilayah selatan Tokyo dalam 30 tahun ke depan.

Kota-kota besar seperti Mexico City, Tokyo, Jakarta, Manila, Los Angeles, San Francisco, Roma, Istanbul, Bucharest, Delhi dan Teheran memiliki resiko gempa bumi yang sangat tinggi, dengan kerusakan dan jumlah korban yang tak terbatas. Beberapa seismolog memperingatkan bahwa satu gempa bumi saja dapat merenggut nyawa sekitar tiga juta orang, meskipun peristiwa semacam itu belum pernah terjadi dalam catatan sejarah.[8][9]

Dampak gempa bumi

Guncangan dan pergerakan tanah

 
Struktur bangunan delapan lantai yang fondasinya hancur, setelah diguncang Gempa bumi Kota Meksiko 1985
 
Animasi perbandingan guncangan gempa antara Gempa bumi Kota Meksiko 1985 dan Gempa bumi Puebla 2017

Guncangan tanah adalah dampak utama yang ditimbulkan oleh gempa bumi. Tingkat keparahan dampak lokal bergantung pada kombinasi kompleks besaran gempa, jarak dari pusat gempa, serta kondisi geologi dan geomorfologi setempat, yang dapat memperkuat atau mengurangi perambatan gelombang. Guncangan tanah diukur dengan percepatan tanah puncak.

Efek ini disebut amplifikasi. Hal ini terutama disebabkan oleh perpindahan gerakan seismik dari tanah dalam yang keras ke tanah dangkal yang lunak dan efek fokus energi seismik yang disebabkan oleh susunan geometris khas dari endapan tersebut.

Guncangan tanah adalah risiko berbahaya bagi struktur teknik bangunan besar seperti bendungan, jembatan, dan pembangkit listrik tenaga nuklir yang dapat merusak struktur tersebut.

Pencairan tanah

 
Dampak Pencairan tanah di Balaroa, Palu, setelah Gempa bumi dan tsunami Sulawesi 2018

Pencairan tanah atau Likeufaksi terjadi ketika, karena goncangan, material butiran jenuh air (seperti pasir) untuk sementara kehilangan kekuatannya dan berubah dari padat menjadi cair. Likuifaksi tanah dapat menyebabkan struktur kaku, seperti bangunan dan jembatan, miring atau tenggelam ke dalam endapan cair. Misalnya, pada Gempa bumi Alaska tahun 1964, pencairan tanah menyebabkan banyak bangunan tenggelam ke dalam tanah, dan akhirnya runtuh dengan sendirinya.[10]

Longsor

Gempa bumi juga dapat menyebabkan tanah longsor pada perbukitan yang curam dan sebuah pegunungan.

Kebakaran

 
Kebakaran saat Gempa bumi San Francisco 1906.

Gempa bumi juga dapat menyebabkan kebakaran dengan merusak saluran listrik atau saluran pipa gas. Misalnya, pada Gempa bumi San Francisco 1906 lebih banyak korban jiwa yang disebabkan oleh api daripada gempa itu sendiri.[11]

Tsunami

 
Tsunami saat Gempa bumi di Samudra Hindia.

Tsunami adalah gelombang laut dengan panjang gelombang dan periode panjang yang dihasilkan oleh pergerakan air dalam jumlah besar secara tiba-tiba atau tiba-tiba—termasuk saat terjadi gempa bumi di bawah laut. Di lautan terbuka, jarak antara puncak gelombang dapat melebihi 100 kilometer (62 mil), dan periode gelombang dapat bervariasi dari lima menit hingga satu jam. Tsunami semacam itu bergerak dengan kecepatan 600–800 kilometer per jam (373–497 mil per jam), bergantung pada kedalaman air. Gelombang besar yang dihasilkan oleh gempa bumi atau tanah longsor bawah laut dapat menyerbu daerah pesisir terdekat dalam hitungan menit. Tsunami juga dapat menempuh jarak ribuan kilometer melintasi lautan terbuka dan mendatangkan kehancuran di pantai seberang beberapa jam setelah gempa bumi yang menimbulkannya.

Biasanya, gempa subduksi di bawah magnitudo 7,5 tidak menyebabkan tsunami, meskipun beberapa kejadiannya telah tercatat. Sebagian besar tsunami yang merusak disebabkan oleh gempa bumi berkekuatan 7,5 atau lebih.

Banjir

Banjir mungkin efek sekunder dari gempa bumi jika bendungan rusak. Gempa bumi dapat menyebabkan tanah longsor membendung sungai, runtuh dan menyebabkan banjir.

Dampak pada Manusia

 
Korban terluka di Sewon, Bantul akibat Gempa bumi Yogyakarta 2006

Dampak fisik akibat gempa bumi termasuk: Cedera dan kehilangan nyawa.[12]

Selain itu, masyarakat yang terkena dampak gempa cenderung terpengaruh secara psikologis, seperti gangguan mental dan perilaku yang secara langsung menimbulkan rasa takut atau menyebabkan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Dilaporkan bahwa antara 10 dan 40% para penyintas bencana gempa bumi mengalami depresi, dan sulit tidur karena gangguan kecemasan.

Para penyintas gempa mengalami dampak kecemasan, adalah sesuatu yang wajar saat mengalami gempa pertama, apalagi gempa besar.

Diketahui bahwa gejala PTSD, depresi, dan kecemasan merupakan gangguan mental yang banyak terjadi pada remaja Indonesia pasca gempa.

Orang-orang dapat mengalami pusing, kecemasan, dan bahkan "gempa susulan hantu”. Gempa bumi selalu menakutkan, namun bagi sebagian orang, gempa susulan dapat terjadi lebih dari sekedar gempa yang sebenarnya: Orang dapat mengalami kecemasan, masalah tidur, dan masalah kesehatan lainnya dalam hitungan jam atau hari setelah gempa.[13]

Prediksi

 
Sebuah Seismometer alat pengukur skala gempa bumi

Prediksi gempa adalah cabang ilmu seismologi yang berkaitan dengan spesifikasi waktu, lokasi, dan berapa besarnya gempa bumi di masa depan. Banyak metode yang telah dikembangkan untuk memprediksi kapan gempa bumi akan terjadi, dalam waktu, dan tempat yang ditentukan. Meskipun banyak upaya yang dilakukan, hingga saat ini gempa bumi belum dapat diprediksi pada hari atau bulan tertentu.

Pada tahun 1970-an, para ilmuwan optimis bahwa metode untuk memprediksi gempa bumi akan segera ditemukan, tetapi pada tahun 1990-an kegagalan terus berlanjut, dan membuat banyak pihak mempertanyakan apakah hal semacam itu bisa dilakukan. Sebagian besar ilmuwan pesimis dan berpendapat bahwa, memprediksi gempa bumi pada dasarnya adalah hal mustahil untuk dilakukan.

Gempa bumi Haicheng 1975 diklaim salah satu gempa bumi yang berhasil diprediksi oleh seismologi, sehingga angka korban kematian berhasil ditekan, sebagian besar kota telah dievakuasi sebelum gempa, dan hanya sedikit korban yang meninggal akibat runtuhnya bangunan.

Sistem peringatan gempa

 
- Negara yang memiliki sistem peringatan dini gempa bumi (warna merah)
- Negara yang dalam masa pengembangan peringatan dini gempa bumi (warna kuning)

Pada tahun 2023, Tiongkok, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan Meksiko memiliki sistem peringatan dini gempa bumi nasional yang akurat dan komprehensif.

Meksiko

 
SASMEX Sistem peringatan dini gempa bumi di Mexico City

Negara yang mempunyai penerapan sistem peringatan dini gempa bumi, termasuk Meksiko (Sistem Peringatan Seismik Meksiko) atau disebut SASMEX. Sistem peringatan ini memberikan peringatan gempa bumi hingga 60 detik ke Mexico City, Acapulco, Kota Puebla, Oaxaca, Guadalajara, Colima dan Toluca. SASMEX dibuat setelah peristiwa mematikan Gempa bumi Kota Meksiko 1985, dalam rangka langkah-langkah kesiapsiagaan darurat.

Jaringan sensor SASMEX yang melayani Kota Meksiko telah dianggap sebagai sistem peringatan dini gempa pertama yang mengeluarkan peringatan dan tersedia untuk masyarakat umum.[14]

Amerika Serikat

 
ShakeAlert di California

Di Amerika Serikat. Sistem pra-deteksi gempa bumi otomatis paling awal dipasang pada tahun 1990an; misalnya, di California, sistem stasiun pemadam kebakaran Calistoga yang secara otomatis memicu sirene seluruh kota untuk memperingatkan seluruh penduduk di wilayah tersebut akan adanya gempa bumi.[15]

Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) memulai penelitian dan pengembangan sistem peringatan dini di Pantai Barat Amerika Serikat pada bulan Agustus 2006, dan sistem tersebut mulai dapat dibuktikan pada bulan Agustus 2009. Setelah melalui berbagai fase pengembangan, versi 2.0 diluncurkan pada musim gugur tahun 2018, memungkinkan sistem yang "cukup berfungsi dan teruji" untuk memulai Fase 1 untuk memperingatkan California, Oregon, dan Washington.

ShakeAlert memperingatkan masyarakat mulai tanggal 28 September 2018, pesan-pesan itu sendiri tidak dapat didistribusikan sampai berbagai mitra distribusi swasta dan publik menyelesaikan aplikasi seluler dan melakukan perubahan pada berbagai sistem peringatan darurat. Sistem peringatan pertama yang tersedia untuk umum adalah aplikasi ShakeAlertLA, yang dirilis pada Malam Tahun Baru 2018 (walaupun hanya memperingatkan adanya guncangan di wilayah Los Angeles). Pada 17 Oktober 2019, Cal OES mengumumkan peluncuran sistem distribusi peringatan di seluruh negara bagian di California, menggunakan aplikasi seluler dan sistem Peringatan Darurat Nirkabel (WEA). California menyebut sistem mereka sebagai Sistem Peringatan Dini Gempa California. Sistem ini peringatan diluncurkan di Oregon pada 11 Maret 2021 dan di Washington pada 4 Mei 2021, melengkapi sistem peringatan untuk Pantai Barat.[16]

Jepang

 
Mekanisme sistem peringatan dini gempa bumi di Jepang
 
Sistem Peringatan Gempa (EEW) pada Ponsel di Jepang
Suara dari sistem peringatan (EEW) pada Ponsel

Di Jepang sistem peringatan dini gempa bumi, dibuat oleh Badan Meteorologi Jepang, sistem peringatan tersebut bernama (EEW) Earthquake Early Warning. Sistem ini menggunakan gelombang seismik. Sistem tersebut akan diperingati melalui ponsel seluler, saluran televisi, dan radio, beberapa detik atau menit sebelum gempa bumi mengguncang.[17]

Sistem ini dikembangkan untuk meminimalkan kerusakan akibat gempa dan memungkinkan masyarakat untuk berlindung atau mengevakuasi daerah berbahaya sebelum datangnya guncangan yang kuat. Sistem ini digunakan oleh kereta api untuk memperlambat kereta dan oleh pabrik untuk menghentikan jalur perakitan sebelum gempa terjadi.

Efektivitas peringatan tergantung pada posisi penerimanya. Setelah menerima peringatan, seseorang memiliki waktu beberapa detik hingga satu menit atau lebih untuk mengambil tindakan. Daerah dekat pusat gempa mungkin akan mengalami guncangan hebat sebelum peringatan dikeluarkan.[18]

Setelah Gempa bumi dan tsunami Tōhoku 2011, sistem (EEW) dan sistem peringatan tsunami Jepang dianggap efektif. Meskipun tsunami menewaskan lebih dari 20.000 orang, dan diyakini bahwa jumlah korban jiwa akan jauh lebih besar tanpa sistem peringatan (EEW).

Tiongkok

 
Sistem peringatan gempa Tiongkok (EEWS), 150.000 stasiun pemantauan dipasang

Sistem peringatan gempa di Tiongkok dibangun pada tahun 1990an. Kehancuran akibat Gempa bumi Sichuan 2008 mendorong investasi Tiongkok dalam sistem peringatan dini gempa bumi nasional (EEWS). Sejumlah stasiun pemantauan, sensor, dan sistem analitik dipasang untuk meningkatkan akurasi, daya tanggap, dan kelengkapan data gempa. Pada bulan Juni 2019, sistem peringatan gempa nasional (EEWS), berhasil memperingatkan sebuah kota akan terjadinya gempa berkekuatan 6,0 Mw antara 10-27 detik sebelum guncangan tiba.

Pada tahun 2023, (EEWS) nasional telah selesai dibangun, dengan 150.000 stasiun pemantauan, dikelola oleh tiga pusat nasional, 31 pusat provinsi, 173 pusat prefektur dan kota. Sistem peringatan dini gempa Tiongkok adalah jaringan seismik terbesar di dunia.[19]

Indonesia

Di Indonesia, sistem peringatan dini gempa bumi saat ini dalam masa pengembangan, sistem tersebut bernama (EWAS) Earthquake Early Warning System, sistem pendeteksi guncangan ini difungsikan untuk memberikan tanda peringatan kehadiran gempa bumi kepada masyarakat secara otomatis dan sangat cepat. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan rasa aman sekaligus kewaspadaan masyarakat di daerah-daerah rawan bencana gempa bumi yang makin sering terjadi.

(EWAS) memberi tanda peringatan gempa bumi berupa bunyi sirine yang keras di tengah masyarakat tepat saat guncangan gempa terjadi. EWAS efektif mendeteksi guncangan gempa dan membunyikan alarm peringatan dalam waktu kurang dari 5 detik. Tidak harus menunggu pesan SMS atau whatsapp yang baru mengabarkan gempa 5 menit setelah gempa terjadi.

Ketika alarm EWAS berbunyi, sudah pasti itu akibat gempa, bukan karena truk melintas atau karena adanya perkerjaan renovasi/konstruksi bangunan. Masyarakat tidak perlu ragu, segera bergegas keluar bangunan menuju tempat yang lapang, agar terhindar dari bahaya terkena runtuhan bangunan.

Sistem EWAS dibangun dari sejumlah detektor getaran tanah (node) yang dipasang di suatu lingkungan pemukiman, misalnya suatu desa atau kelurahan; atau gedung apartemen, gedung perkantoran, kawasan industri hingga daerah wisata pantai dan pegunungan serta tempat wisata lainnya yang ramai pengunjungnya. Setiap node saling berkomunikasi melalui gelombang radio. Sehingga jarak antar node tergantung dari jangkauan komunikasi radio antar node. Sejauh ini Sistem EWAS yang sudah terpasang jarak antar nodenya sekitar 200-300 meter.[20]

Sistem Global

Detektor Gempa

 
Logo dari Detektor Gempa dari Francesco Finazzi, kini dapat di install melalui aplikasi Android
 
Pengguna aplikasi Detektor Gempa "Earthquake Network"

Pada bulan Januari 2013, Francesco Finazzi dari Universitas Bergamo memulai proyek penelitian Jaringan Gempa yang bertujuan untuk mengembangkan dan memelihara sistem peringatan gempa crowdsourced berdasarkan jaringan ponsel pintar. Ponsel pintar digunakan untuk mendeteksi guncangan tanah yang disebabkan oleh gempa bumi dan peringatan dikeluarkan segera setelah gempa terdeteksi. Masyarakat yang tinggal pada jarak yang lebih jauh dari pusat gempa dan titik deteksi mungkin akan diperingatkan sebelum mereka terkena gelombang gempa yang merusak.

Masyarakat dapat mengambil bagian dalam proyek ini dengan menginstal aplikasi Android "Earthquake Network" di ponsel pintar mereka. Aplikasi ini mengharuskan ponsel untuk menerima peringatan.[21][22]

"Earthquake Network" atau "Detektor Gempa" kini dapat di install dalam aplikasi Play Store untuk seluruh pengguna global.

Sistem Peringatan Gempa Android

Pada 11 Agustus 2020, Google mengumumkan bahwa sistem operasi Android-nya akan mulai menggunakan akselerometer di perangkat untuk mendeteksi gempa bumi (dan mengirimkan datanya ke "server pendeteksi gempa" perusahaan). Karena jutaan ponsel beroperasi pada Android, dan menghasilkan jaringan pendeteksi gempa terbesar di dunia.

Data yang dikumpulkan oleh perangkat Android hanya digunakan untuk memberikan informasi cepat mengenai gempa bumi melalui Google Penelusuran, meskipun perangkat tersebut selalu direncanakan untuk mengeluarkan peringatan untuk banyak area lain berdasarkan kemampuan deteksi Google di masa mendatang.

Pada tanggal 28 April 2021, Google mengumumkan peluncuran sistem peringatan ke Yunani dan Selandia Baru, negara pertama yang menerima peringatan berdasarkan kemampuan deteksi Google sendiri. Peringatan Google diperluas ke Turki, Filipina, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan pada bulan Juni 2021.[23]

Zona Gempa

 
Pusat gempa bumi dari tahun 1900–2015. Bintang kuning adalah episenter Gempa bumi Sichuan 2008

Terdapat dua zona atau sirkum gempa besar, keduanya bertempat di pertemuan antara dua lempeng tektonik. Zona Pertama, yang juga disebut Cincin Api Pasifik atau Pacifik Ring Of Fire, terletak di sekitar Samudera Pasifik, Melintasi Benua Asia bagian Timur, Benua Amerika bagian barat dan Pulau Papua di Benua Australia. Melintasi Amerika serikat. Sebagian besar wilayah San Fransisco pada tahun 1906, juga hancur akibat gempa yang melanda pada zona tersebut. bahkan negara Indonesia juga termasuk dalam dua zona seperti Cincin Api Pasifik dan Sabuk alpida yang terkena dampak gempanya.[24] Zona Kedua melewati Selatan Eurasia (Ini tidak termasuk kawasan Asia dari Gondwana seperti Semenanjung Arab dan Anak Benua India) dan terus ke arah Laut Tengah sampai ke Pegunungan atlas di Afrika Utara.

Gempa bumi pada abad ke-21

  • Note: Berikut ini adalah daftar gempa bumi mematikan dari tahun 2000–Sekarang;
    Setidaknya >1,000 korban jiwa
Rank Tanggal Lokasi Artikel Korban Magnitudo
1 02010-01-1212 Januari 2010   Haiti, Port-au-prince Gempa bumi Haiti 2010 220,000–316,000 7.0
2 02004-12-2626 Desember 2004   Indonesia, Sumatra, Samudra Hindia Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 227,898 9.1–9.3
3 02008-05-1212 Mei 2008   Tiongkok, Sichuan Gempa bumi Sichuan 2008 87,587 7.9
4 02005-10-088 Oktober 2005   Pakistan
  India, Kashmir
Gempa bumi Asia Selatan 2005 87,351 7.6
5 02023-02-066 Februari 2023   Turki
  Suriah, Gaziantep
Gempa bumi Turki–Suriah 2023 62,013 7.8
6 02003-12-2626 Desember 2003   Iran, Kerman Gempa bumi Bam 2003 34,000 6.6
7 02001-01-2626 Januari 2001   India, Gujarat Gempa bumi Gujarat 2001 20,026 7.7
8 02011-03-1111 Maret 2011   Jepang, Tōhoku Gempa bumi dan tsunami Tōhoku 2011 19,759 9.0–9.1
9 02015-04-2525 April 2015     Nepal Gempa bumi Nepal April 2015 8,964 7.8
10 02006-05-2727 Mei 2006   Indonesia, Yogyakarta Gempa bumi Yogyakarta 2006 5,778 6.4
11 02018-09-2828 September 2018   Indonesia, Sulawesi Tengah Gempa bumi dan tsunami Sulawesi 2018 4,340 7.5
12 02023-09-088 September 2023   Maroko, Marrakesh-Safi Gempa bumi Maroko 2023 2,960 6.8
13 02010-04-1313 April 2010   Tiongkok, Qinghai Gempa bumi Yushu 2010 2,698 6.9
14 02003-05-2121 Mei 2003   Aljazair, Algiers Gempa bumi Boumerdes 2003 2,226 6.8
15 02021-08-1414 Agustus 2021   Haiti, Les Cayes Gempa bumi Haiti 2021 2,248 7.2
16 02023-10-077 Oktober 2023   Afghanistan, Herat Gempa bumi Herat 2023 1,482 6.3
17 02005-03-2828 Maret 2005   Indonesia, Sumatra Gempa bumi Sumatra 2005 1,314 8.6
18 02022-06-2121 Juni 2022   Afghanistan Gempa bumi Asia Selatan 2022 1,163 6.0
19 02009-09-3030 September 2009   Indonesia, Sumatera Barat Gempa bumi Sumatra Barat 2009 1,115 7.6

Dalam budaya

Mitologi dan agama

Dalam Mitologi Nordik, gempa bumi dijelaskan sebagai perjuangan keras dewa Loki. Ketika Loki, dewa kejahatan dan perselisihan, membunuh Baldr, dewa keindahan dan cahaya, dia dihukum dengan diikat di sebuah gua dengan ular berbisa ditempatkan di atas kepalanya yang meneteskan racun. Istri Loki, Sigyn, berdiri di sampingnya dengan mangkuk untuk menangkap racun, tetapi setiap kali dia harus mengosongkan mangkuk, racun itu menetes ke wajah Loki, memaksanya untuk menyentakkan kepalanya dan meronta-ronta ke ikatannya, yang menyebabkan bumi bergetar.

Dalam mitologi Yunani, Poseidon adalah penyebab dan dewa gempa bumi. Ketika suasana hatinya sedang buruk, dia menghantam tanah dengan trisula, menyebabkan gempa bumi dan bencana lainnya. Dia juga menggunakan gempa bumi untuk menghukum dan menakuti orang-orang sebagai balas dendam.[25]

Dalam mitologi Jepang, Ōnamazu adalah ikan lele raksasa yang menyebabkan gempa bumi. Ōnamazu tinggal di lumpur di bawah bumi dan dijaga oleh dewa Kashima yang menahan ikan dengan batu. Saat Kashima lengah, ōnamazu meronta-ronta, dan menyebabkan gempa bumi yang dahsyat.[26]

Budaya Populer

 
Gempa bumi Valdivia 1960. Gempa terbesar yang pernah tercatat

Dalam budaya populer modern, penggambaran gempa bumi dibentuk oleh kenangan kota-kota besar yang hancur oleh gempa, seperti yang terjadi pada Gempa bumi Kobe tahun 1995, Gempa bumi San Francisco 1906 atau Gempa bumi Kota Meksiko 1985.

Beberapa film fiktif populer yang menggambarkan kehancuran gempa bumi seperti, diperkirakan akan terjadi di Patahan San Andreas California suatu hari nanti, yang digambarkan dalam novel dan film: 2012 (2009) dan San Andreas (2015). Film drama Tiongkok Aftershock (2010) juga terinpirasi dari peristiwa Gempa bumi Tangshan 1976. Dan film drama Indonesia Hafalan Shalat Delisa (2011) yang terinpirasi dari bencana Gempa bumi dan tsunami Aceh tahun 2004

Lihat pula

Referensi

  1. ^ US Department of Commerce, NOAA. "NWS JetStream Max - World's Major Tectonic Plates". www.weather.gov (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-11. Diakses tanggal 2023-03-11. 
  2. ^ Ohnaka, M. (2013). The Physics of Rock Failure and Earthquakes. Cambridge University Press. hlm. 148. ISBN 978-1-107-35533-0. 
  3. ^ Wyss, M. (1979). "Estimating expectable maximum magnitude of earthquakes from fault dimensions". Geology. 7 (7): 336–340. Bibcode:1979Geo.....7..336W. doi:10.1130/0091-7613(1979)7<336:EMEMOE>2.0.CO;2. 
  4. ^ "Earthquake Hazards Program". United States Geological Survey. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-05-13. Diakses tanggal 2006-08-14. 
  5. ^ The 10 biggest earthquakes in history Diarsipkan 2013-09-30 di Wayback Machine., Australian Geographic, March 14, 2011.
  6. ^ "Historic Earthquakes and Earthquake Statistics: Where do earthquakes occur?". United States Geological Survey. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-25. Diakses tanggal 2006-08-14. 
  7. ^ "All about the Alpide Belt that makes Turkey a hotbed for devastating earthquakes" [Semua tentang Sabuk Alpida yang menjadikan Turki sarang gempa bumi dahsyat]. theprint.in (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 7 Mei 2024. 
  8. ^ "The 12 Most Earthquake Vulnerable Cities In The World" [12 Kota Paling Rentan Gempa bumi Di Dunia]. World Atlas (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 24 Januari 2024. 
  9. ^ "Global urban seismic risk Diarsipkan 2011-09-20 di Wayback Machine.." Cooperative Institute for Research in Environmental Science.
  10. ^ "Historic Earthquakes – 1964 Anchorage Earthquake". United States Geological Survey. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-23. Diakses tanggal 2008-09-15. 
  11. ^ "The Great 1906 San Francisco earthquake of 1906". United States Geological Survey. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-02-11. Diakses tanggal 2008-09-15. 
  12. ^ "The wicked problem of earthquake hazard in developing countries". www.preventionweb.net (dalam bahasa Inggris). 7 March 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-11-03. Diakses tanggal 2022-11-03. 
  13. ^ "Survivors of Deadly Earthquakes Must Deal with Lasting Trauma" [Korban Gempa Mematikan Harus Menghadapi Trauma Abadi]. Scientificamericab.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 5 Mei 2024. 
  14. ^ Suárez, Gerardo; García Acosta, Virginia (2014). "The seismic alert system in Mexico City: an example of a successful Early Warning System (EWS)" (PDF). UNISDR Scientific and Technical Advisory Group. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2 October 2015. Diakses tanggal 28 July 2017. 
  15. ^ Podger, Pamela (July 2001). "Calistoga to get an earful of nation's first quake siren". napanet. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-02-23. Diakses tanggal 2012-10-28. 
  16. ^ Snibbe, Kurt (2019-10-15). "California's earthquake early warning system is now statewide" [Sistem peringatan dini gempa California kini diterapkan di seluruh negara bagian]. Mercury News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-31. 
  17. ^ Sankei-MSN News (2011-05-01 21:55) "The Earthquake Early Warning – the chime contained the tone of pains, even examined the 'Godzilla'" 緊急地震速報…チャイムに苦心の音色 「ゴジラ」の検討も (dalam bahasa Jepang). MSN. 2011-05-01. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 July 2011. Diakses tanggal 2011-06-26. 
  18. ^ "What is the Earthquake Early Warning (or "緊急地震速報 (Kinkyu Jishin Sokuho)" in Japanese)?". Japan Meteorological Agency. 2007-08-30. Diakses tanggal 2008-06-29. 
  19. ^ Sharma, Sejal (10 Juni 2023). "China is building the world's largest earthquake early warning system" [Tiongkok sedang membangun sistem peringatan dini gempa bumi terbesar di dunia]. Interesting Engineering (dalam bahasa Inggris). 
  20. ^ "Earthquake Early Warning System di Indonesia". Geoscience.ui.ac.id. Diakses tanggal 22 April 2024. 
  21. ^ Finazzi, Francesco; Fassò, Alessandro (2016). "A statistical approach to crowdsourced smartphone-based earthquake early warning systems". Stochastic Environmental Research and Risk Assessment. 31 (7): 1649–1658. arXiv:1512.01026 . doi:10.1007/s00477-016-1240-8. 
  22. ^ Finazzi, Francesco (2016). "The Earthquake Network Project: Toward a Crowdsourced Smartphone‐Based Earthquake Early Warning System". Bulletin of the Seismological Society of America. 106 (3): 1088–1099. arXiv:1512.01026 . Bibcode:2016BuSSA.106.1088F. doi:10.1785/0120150354. Diakses tanggal 10 June 2016.  [pranala nonaktif permanen]
  23. ^ Spooner, Boone (April 28, 2021). "Introducing Android Earthquake Alerts outside the U.S." Google blog. Google. Diakses tanggal May 6, 2021. 
  24. ^ Ensiklopedia Pengetahuan Populer. Jakarta: Lentera. 2008. hlm. 143. ISBN 978-979-3535-28-9. 
  25. ^ George E. Dimock (1990). The Unity of the Odyssey. Univ of Massachusetts Press. hlm. 179–. ISBN 978-0-87023-721-8. 
  26. ^ "Namazu". World History Encyclopedia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-23. Diakses tanggal 2017-07-23. 

Pranala luar