Museum Maritim Indonesia

museum di Indonesia

Museum Maritim Indonesia adalah museum yang terletak di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, DKI Jakarta . Museum ini didirikan pada tahun 2018 yang ditargetkan akan menjadi pusat riset dan sumber pengetahuan maritim Indonesia. Konsep museum dibuat digital dengan menampilkan informasi mengenai sejarah kemaritiman Indonesia, pelabuhan dan perkapalan. Selain itu, keberadaan museum ini menjadi pelabuhan digital PELINDO.[1]

Museum Maritim Indonesia

Latar Belakang

Sejak abad ke-9 Masehi, nenek moyang kita telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Ke Utara mengarungi laut Tiongkok, ke Barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar, ke Timur hingga Pulau Paskah. Kondisi itu membuat bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa penjelajah samudera. Kenyataan akan kejayaan maritim Indonesia di masa lampau memang bukan sekadar mitos yang dilebih-lebihkan catatan sejarah. Sejak dahulu, bangsa Indonesia telah menjadikan laut sebagai bagian penting dari kehidupan keseharianya. Sebelum kedatangan bangsa penjajah, laut Indonesia juga telah digunakan sebagai “titik temu” berbagai suku bangsa yang saling berinteraksi dalam hal ekonomi, percaturan politik, hingga pertukaran bahasa dan budaya. Di seluruh penjuru Nusantara telah tersebar berbagai bandar dagang dan pelabuhan-pelabuhan besar. Sejarah pun telah menyebutkan bahwa bersatunya Nusantara adalah karena kebesaran armada maritimnya.

Cerita tentang kejayaan maritim Nusantara juga tercermin dalam kisah Kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya merupakan negara maritim yang kuat, sehingga dapat menguasai seluruh Sumatra dan mengirimkan ekspedisinya ke Jawa serta menguasai Selat Malaka hingga Tanah genting Kra.[2] Di puncak kejayaannya, Sriwijaya menjadi tuan atas Selat Malaka dan menguasai rute perdagangan yang melalui selat ini. Pada tahun 1178, seorang penulis Tiongkok, Chou K’u-fei, melaporkan bahwa beberapa kapal asing yang lewat akan diserang jika tidak masuk pelabuhan Sriwijaya atau membayar tol. Kapal-kapal Sriwijaya melakukan pelayaran sendiri antara Tiongkok dan India. Ia juga mengirimkan utusan ke Tiongkok dan diakui sebagai negara penguasa di Asia Tenggara.[2]

Setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh pada abad ke-14, kekuatan maritim Nusantara digantikan oleh Kerajaan Majapahit. Segala kemegahan kekuatan maritim Majapahit diceritakan Pramoedya Ananta Toer dalam Novel Arus Balik: di zaman Majapahit, Arus Balik peradaban berlangsung dari wilayah Bawah Angin di Selatan ke Atas Angin di Utara. Majapahit memang dikenal memiliki kehebatan sebagai kerajaan besar penguasa Arus Selatan hingga mampu menerjang penguasa kerajaan Utara. Majapahit menjadi kekuatan maritim terbesar pada abad itu (1350-1389 M) dan mengusai hampir seluruh wilayah Indonesia saat ini, hingga Singapura (Tumasik), Malaysia (Malaka), dan beberapa negara ASEAN lainnya.[3]

Namun, masih menurut Pramoedya, kini arus telah berubah ke arah sebaliknya: dari Utara ke Selatan. Arus zaman telah membalik, segalanya berubah: kekuasaan laut menjadi mengkerut ke pedalaman, kemuliaan menukik dalam kemerosotan, kejayaan berubah ke kekalahan, kecemerlangan cendekia menjadi kedunguan penalaran, persatuan berubah menjadi perpecahan yang memandulkan segala kegiatan. Penjajahan kolonial adalah penyebab malapetaka ini. Mindset masyarakat Indonesia yang semula berorientasi pada laut dialihkan perlahan-lahan ke darat. Bangsa Indonesia pun hidup semakin jauh dari jati diri azalinya sebagai bangsa maritim. Indonesia kini diatur oleh paham kontinental dengan watak khasnya yang bukan saja tak kenal, tetapi juga meminggirkan budaya maritim. Hal itu terus mengakar kuat hingga sekarang.

Bangunan dan koleksi

Museum Maritim Indonesia berada dalam gedung bersejarah yang berada di wilayah PELINDO Regional 2 Tanjung Priok. Gedung ini dulunya kantor pengelola pelabuhan dibangun pada awal abad ke-20. Museum Maritim Indonesia mempunyai dua ruang pameran tetap di sisi timur dan sisi barat. Ruang pamer sisi timur menampilkan sejarah kemaritiman dan sisi barat menampilkan hal terkait pelabuhan di Indonesia.

Museum menampilkan koleksi berupa alat navigasi, keramik benda muat kapal yang tenggelam, replika prasasti dan kapal, barang-barang Ir. H. Djuanda yang digunakan selama hidupnya dan diorama peristiwa penting dalam kemaritiman dan perdagangan.[1]

Pentingnya Museum Maritim

Kehadiran museum bertema maritim di tengah persoalan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia –pudarnya budaya dan pola pikir maritim– sangat relevan. Budaya maritim yang begitu kaya membutuhkan ruang untuk terus lestari dan berkembang. Kekayaan dan keberagaman budaya maritim akan hilang apabila tidak dikomunikasikan kepada khalayak dan diberi ruang untuk terus hidup. Terlebih lagi, di tengah dinamika sosial dan budaya yang berkembang begitu cepat, museum bertema maritim dapat menjadi media alternatif pendidikan non-formal yang berfungsi untuk merekonstruksi pola pikir maritim dan wawasan Nusantara. Hal itu ditegaskan oleh Sutan Takdir Alisjahbana dalam tulisannya yang mengatakan bahwa museum sebagai alat pendidikan zaman modern akan senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan dunia modern itu sendiri.[4] Sama seperti museum-museum pada umumnya, museum bertema maritim di Indonesia juga memiliki tanggung jawab dan fungsi untuk melestarikan, membina, sekaligus mengembangkan budaya maritim baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Melalui pesan-pesan yang dirangkai lewat display dan ruang pameran, museum bertemakan maritim di Indonesia berfungsi sebagai sarana komunikasi dan jembatan penghubung yang dapat memicu kesadaran dan pengetahuan bagi masyarakat.

Keberadaan museum bertema maritim di Indonesia menjadi sangat penting mengingat museum tidak hanya memiliki fungsi sebagai pelindung benda cagar budaya, melainkan juga sebagai tempat pembentukan ideologi, disiplin, dan pengembangan pengetahuan bagi publik. Hal itu juga ditegaskan dalam kode etik ICOM, “Museum memiliki tugas penting untuk mengembangkan peran pendidikan dan menarik pengunjung lebih luas dari kalangan masyarakat, lokalitas, atau kelompok yang dilayaninya. Interaksi dengan masyarakat pendukung dan pembinaan serta promosi warisan yang diampunya merupakan bagian integral dari pendidikan yang harus dilaksanakan oleh museum.[5]

Menilai Kualitas Museum Maritim

Untuk menganalisis kualitas yang ada pada museum bertema maritim tersebut, dapat dilihat pada unsur dan model komunikasi yang diterapkan. Unsur dan model komunikasi dapat menjadi indikator seberapa efektif museum bertema maritim menjalankan fungsi dan perannya. Hal itu disebabkan karena unsur dan model komunikasi menjadi penghubung antara museum dengan publik secara langsung. Dalam bahasa sederhana, unsur dan model komunikasi museum menjadi ujung tombak keberhasilan museum dalam merekonstruksi pola pikir dan budaya masyarakat. Hal itu juga dibuktikan dalam sejarah perkembangan museum mengenai peran penting komunikasi museum dalam menciptakan daya tarik serta mempermudah pemahaman pesan yang disampaikan kepada publik.[4] Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai kualitas museum maritim terutama dalam hal kosmunikasi adalah sebagai berikut:

Unsur Komunikasi Deskripsi
Sumber (Source) Dalam komunikasi museum, sumber (source) diartikan sebagai personel atau keseluruhan sumber daya manusia yang ada di dalam museum, seperti director, kurator, kelompok kerja, dan lain-lain.
Pesan Pesan diartikan sebagai simbol verbal maupun nonverbal yang berisi nilai, gagasan, atau informasi lain yang dikomunikasikan oleh unsur sumber kepada penerima.
Media Media disebut juga sebagai saluran atau alat atau wahana yang digunakan unsur sumber untuk menyampaikan pesan kepada penerima.
Pengunjung Pengunjung diartikan sebagai penerima pesan (receiver), yaitu mereka yang datang ke museum dan menafsirkan sendiri pesan-pesan yang disampaikan oleh unsur sumber menjadi gagasan atau informasi baru yang dia pahami.
Gangguan Gangguan atau disebut dengan hambatan diartikan sebagai rangsangan tambahan, baik berupa fisik maupun psikologis, yang tidak dikehendaki dan mengganggu pesan yang disampaikan oleh unsur sumber.
Efek Efek atau dampak diartikan sebagai sesuatu yang terjadi pada pengunjung setelah menerima pesan dari unsur sumber. Hal itu dapat dicontohkan seperti adanya perubahan mindest, pengetahuan, insirasi dan pola pikir

Referensi

  1. ^ a b Pelindo. Selebaran: Museum Maritim Indonesia. 
  2. ^ a b Yuliati. 2014. Kejayaan Indonesia sebagai Negara Maritim (Jalesveva Jayamahe). Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Universitas Negeri Malang melalui journal.um.ac.id
  3. ^ Toer, Pramoedya Ananta. 2002. Arus Balik: Sebuah Epos Pasca Kejayaan Nusantara di Awal Abad 16. Jakarta: Hasta Mitra
  4. ^ a b Sadzali, Asyhadi Mufsi. 2014. Museum untuk Kebangkitan Maritim Indonesia Kajian Kritis Komunikasi Museum Bertema Maritim di Indonesia. Tesis Sarjana S-2 Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.
  5. ^ Rusdi, Fitriana Uli. 2013. Museum Transportasi Maritim Mengembalikan Kejayaan Maritim Indonesia di Masa Mendatang. Skripsi Sarjana S-1 Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Lihat: S1-2013-285153-chapter1.pdf