Malik bin Anas

Ulama
Revisi sejak 19 Juli 2024 13.55 oleh Abdullah Al Indunisi (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Mālik ibn Anas bin Malik bin 'Āmr al-Asbahi atau Malik bin Anas (lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani), Bahasa Arab: مالك بن أنس, lahir di Madinah pada tahun 711 M / 90H dan meninggal pada tahun 795M / 174H. Ia adalah pakar ilmu fikih dan hadis, serta pendiri Mazhab Maliki. Juga merupakan guru dari Muhammad bin Idris pendiri Madzhab Syafi'i.

Mālik bin Anas bin Malik bin 'Āmr al-Asbahi
NamaMālik bin Anas bin Malik bin 'Āmr al-Asbahi
Lahir711 M/ 95 H
Madinah, Kekhalifahan Umayyah
Meninggal795 M/179 H
Madinah, Kekhalifahan Abbasiyah
ZamanZaman keemasan Islam
Wilayah aktifMadinah
FirkahAhlus Sunnah
Mazhab FikihMaliki
Mazhab AkidahAs-Salaf
Minat utamaFiqh · hadis
Karya yang terkenalAl-Muwatta

Biografi

sunting

Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin al-Haris bin Ghaiman bin Jutsail bin Amr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imam Malik dilahirkan di kota Madinah. sedangkan mengenai masalah tahun kelahirannya terdapat perbedaaan riwayat. Al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat fuqoha meriwayatkan bahwa Imam Malik dilahirkan pada 94 H. Ibn Khalikan dan yang lain berpendapat bahwa Imam Malik dilahirkan pada 95 H. Sedangkan Imam Adz-Dzahabi meriwayatkan Imam Malik dilahirkan 90 H. Imam Yahya bin Bakir meriwayatkan bahwa ia mendengar Malik berkata, "Aku dilahirkan pada 93 H," dan inilah riwayat yang paling benar (menurut al-Sam'ani dan ibn farhun).[3]

Imam Malik bin Anas dikenal luas akan kecerdasannya. Suatu waktu ia pernah dibacakan 31 buah Hadis Rasulullah dan mampu mengulanginya dengan baik dan benar tanpa harus menuliskannya terlebih dahulu.

Ia menyusun kitab Al Muwaththa', dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.

Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadis, dan yang meriwayatkan Al Muwaththa’ lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al-Laitsi al-Andalusi al-Mashmudi.

Sejumlah ulama berpendapat bahwa sumber-sumber hadits itu ada tujuh, yaitu al-Kutub as-Sittah ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad-Darimi sebagai ganti Al Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibnu Hazm berkata,” Al Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan hadis, aku belum mengetahui bandingannya.

Hadis-hadis yang terdapat dalam Al Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada yang Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian ulama menghitungnya berjumlah 600 hadis musnad, 222 hadis mursal, 613 hadis mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping itu ada 61 hadis tanpa penyandara, hanya dikatakan "telah sampai kepadaku” dan “dari orang kepercayaan," tetapi hadits-hadits tersebut bersanad dari jalur-jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik sendiri, karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan hadits-Nadifa mursal, munqathi’ dan mu’dhal yang terdapat dalam Al Muwaththa’ Malik.

Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan tabi’in dan 600 dari tabi’in-tabi’in. Imam Malik meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al-Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, Az-Zuhri, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.

Adapun yang meriwayatkan darinya banyak sekali di antaranya ada yang lebih tua darinya seperti az-Zuhri dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti Al-Auza’i, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al-Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al-Qaththan dan Abi Ishaq.

Malik bin Anas menyusun kompilasi hadis dan ucapan para sahabat dalam buku yang terkenal hingga kini, Al Muwatta'.

Imam Malik diketahui sangat jarang keluar dari kota Madinah. Ia memilih menyibukkan diri dengan mengajar dan berdakwah di kota tempat Rasulullah Saw wafat tersebut. Beliau sesekali keluar dari kota Madinah untuk melakukan ibadah haji di kota Mekkah

Di antara guru dia adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az-Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az-Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain.

Di antara murid dia adalah Ibnul Mubarak, Al Qaththan, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qasim, Al Qa’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al-Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al-Auza’i, Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Zubairi, dan lain-lain.

Pujian Ulama untuk Imam Malik

sunting

An Nasa’i berkata,” Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur, tepercaya periwayatan hadisnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada meriwayatkan hadis dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim”.

(Ket: Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak senegeri dengan Imam Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Imam Malik hanya sedikit mentahrijkan hadisnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).

Ibnu Hayyan berkata, ”Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para tokoh ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah."

Imam as-Syafi'i berkata, "Imam Malik adalah Hujjatullah atas makhluk-Nya setelah para Tabi'in."[3]

Yahya bin Ma'in berkata, "Imam Malik adalah Amirul mukminin dalam (ilmu) Hadis."

Ayyub bin Suwaid berkata, "Imam Malik adalah Imam Darul Hijrah (Imam madinah) dan as-Sunnah seorang yang tsiqah, seorang yang dapat dipercaya."

Ahmad bin Hanbal berkata, "Jika engkau melihat seseorang yang membenci Imam Malik, maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid'ah."

Seseorang bertanya kepada as-Syafi'i, " apakah anda menemukan seseorang yang alim seperti imam malik?" as-Syafi'i menjawab, "aku mendengar dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu daripada aku, mereka mengatakan kami tidak menemukan orang yang alim seperti Imam Malik, maka bagaimana kami (orang sekarang) menemui yang seperti Imam Malik?"[3]

Imam Abu Hanifah berkata, "Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pandai tentang sunnah Rasulullah dari Imam Malik."

Abdurrahman bin Mahdi, "Aku tidak pernah tahu seorang ulama Hijaz kecuali mereka menghormati Imam Malik, sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umat Muhammad, kecuali dalam petunjuk."

Ibnu Atsir, "Cukuplah kemuliaan bagi asy-Syafi'i bahwa syaikhnya adalah Imam Malik, dan cukuplah kemuliaan bagi Imam Malik bahwa di antara muridnya adalah asy-Syafi'i."

Abdullah bin Mubarak berkata, "Tidak pernah aku melihat seorang penulis ilmu Rasulullah lebih berwibawa dari Imam Malik, dan lebih besar penghormatannya terhadap hadis Rasulullah Saw dari Imam Malik, serta kikir terhadap agamanya dari Imam Malik, jika dikatakan kepadaku pilihlah Imam bagi umat ini, maka aku akan pilih Imam Malik."

Laits bin Saad berkata, "Tidak ada orang yang lebih aku cintai di muka bumi ini dari Malik."

Kitab Al-Muwaththa

sunting

Al-Muwaththa berarti ‘yang disepakati’ atau ‘tunjang’ atau ‘panduan’ yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Al-Muwaththa merupakan sebuah kitab yang berisikan hadis-hadis yang dikumpulkan oleh Imam Malik serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama tabiin. Kitab ini lengkap dengan berbagai problem agama yang merangkum ilmu hadis, ilmu fiqh dan sebagainya. Semua hadis yang ditulis adalah sahih kerana Imam Malik terkenal dengan sifatnya yang tegas dalam penerimaan sebuah hadis. Dia sangat berhati-hati ketika menapis, mengasingkan, dan membahas serta menolak riwayat yang meragukan. Dari 100.000 hadis yang dihafal dia, hanya 10.000 saja diakui sah dan dari 10.000 hadis itu, hanya 5.000 saja yang disahkan sahih olehnya setelah diteliti dan dibandingkan dengan al-Quran. Menurut sebuah riwayat, Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk mengumpul dan menapis hadis-hadis yang diterima dari guru-gurunya. Imam Syafii pernah berkata, “Tiada sebuah kitab di muka bumi ini setelah al qur`an yang lebih banyak mengandungi kebenaran selain dari kitab Al-Muwaththa karangan Imam Malik, inilah karangan para ulama muaqoddimin.”

Akhir Hayat

sunting

Menjelang wafat, Imam Malik ditanya kenapa ia tak pergi lagi ke Masjid Nabawi selama tujuh tahun, ia menjawab, "Seandainya bukan karena akhir dari kehidupan saya di dunia, dan awal kehidupan di akhirat, aku tidak akan memberitahukan hal ini kepada kalian. Yang menghalangiku untuk melakukan semua itu adalah penyakit sering buang air kecil, karena sebab ini aku tak sanggup untuk mendatangi Masjid Rasulullah. Dan, aku tak suka menyebutkan penyakitku, karena khawatir aku akan selalu mengadu kepada Allah." Imam Malik mulai jatuh sakit pada hari Ahad sampai 22 hari lalu wafat pada hari Ahad, tanggal 10 Rabi'ul Awwal 179 Hijriyah atau 800 Miladiyyah.

Masyarakat Madinah menjalankan wasiat yang ia sampaikan, yakni dikafani dengan kain putih, dan dishalati diatas keranda. Imam shalat jenazahnya adalah Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim al-Hasyimi yang merupakan gubernur Madinah. Gubernur Madinah datang melayat dengan jalan kaki, bahkan termasuk salah satu yang ikut serta dalam mengangkat jenazah hingga ke makamnya. Dia dimakamkan di Pemakaman Baqi', seluruh murid-murid dia turut mengebumikan dia.

Informasi tentang kematian dia tersebar di seantero negeri Islam, mereka sungguh sangat bersedih dan merasa sangat kehilangan, seraya mendoakan dia agar selalu dilimpahi rahmat dan pahala yang belipat ganda berkat ilmu dan amal yang dia persembahkan untuk Islam.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ MuslimHeritage.com - Topics
  2. ^ The Origins of Islamic Law: The Qurʼan, the Muwaṭṭaʼ dan Madinan ʻAmal, hal. 16
  3. ^ a b c Malik bin Anas: "Al Muwaththa", halaman 7-9. Mesir:Dar al-Ghad al-gadeed ISBN 977-372-088-8

Pranala luar

sunting