Kembul Sewu Dulur Saparan Bendung Kahyangan

Revisi sejak 1 Agustus 2024 06.47 oleh Altair Netraphim (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Kembul Sewu Dulur Saparan Bendung Kahyangan adalah tradisi turun-temurun yang dilaksanakan di Bendung Kahyangan yang berada di Dusun Turus, Kalurahan Pendoworejo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bendungan Kahyangan sendiri merupakan petilasan dari leluhur warga Desa Pendoworejo yang memiliki garis genealogis dengan Prabu Brawijaya V, yaitu Mbah Bei. Kepercayaan dan latar belakang dari bendungan tersebut secara tidak langsung telah membangun impresi masyarakat, sehingga menjadikan bendungan tersebut sebagai tempat untuk melakukan pertapaan dan ruwatan. Upacara Kembul Sewu Dulur dilaksanakan satu kali dalam setahun, yaitu pada hari Rabu terakhir bulan Sapar dan sudah dilaksanakan turun-menurun oleh masyarakat setempat.

Perjamuan makanan dan kegiatan makan bersama pada upacara adat Kembul Sewu Dulur Saparan Bendung Kahyangan.

Asal-usul

sunting

Bendungan ini menampung air dari Sungai Ngiwa dan Sungai Gunturan. Bendung ini menjadi pertemuan kedua sungai yang berhulu di Gua Kiskendo dan daerah Purworejo. Bendungan in bernama Kayangan karena salah satu sisi hulunya berupa dinding tegak lurus pada Bukit atau Gunung Kayangan. Upacara ini dilaksanakan untuk mengenang dan menghargai jasa Mbah Bei Kayangan setiap hari Rabu terakhir (pungkasan) di bulan Sapar bersamaan dengan tradisi merti Bendung Kayangan yang lebih dikenal dengan nama Tradisi Kembul Sewu Dulur Saparan Rebo Pungkasan Bendung Kayangan.

merupakan sebuah tradisi turun-temurun yang berasal dari Desa Pendoworejo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Dalam bahasa Jawa, kata "kembul sewu dulur" sendiri berarti makan bersama-sama seribu sedulur (saudara). Sehingga, tradisi Kembul Sewu Dulur Saparan Bendung Kahyangan adalah kegiatan makan bersama seribu saudara yang dilakukan pada bulan Sapar di dareah Bendung Kahyangan.

Nama Bendung Kahyangan pada tradisi ini sendiri berkaitan dengan pelaksanaan tradisi upacara adat bernama Kahyangan yang dilaksanakan di sebuah bendungan bernama Kahyangan. Bendung Kahyangan adalah sebuah tempat peninggalan Mbah Bei, seorang leluhur masyarakat Desa Pendoworejo, yang merupakan keturunan Raja Brawijaya dari Kerajan Majapahit. Konon, menurut cerita, Mbah Bei adalah seorang yang memiliki keahlian dalam bidang spiritual yang tinggi. Keyakinan masyarakat Desa Pendoworejo kepada hal-hal berbau mistis yang masih memiliki sangkut paut dengan leluhur mereka telah membangun sebuah pondasi yang mendukung terciptanya tradisi adat ini.

Sejarah

sunting

Tradisi adat ini, pada mulanya dimulai dari munculnya kesan masyarakat terhadap latar belakang dan keyakinan terhadap Bendungan Kahyangan. Masyarakat memiliki ketergantungan kepada bendungan tersebut sebagai tempat untuk melakukan berbagai macam aktivitas spiritual, seperti: peratapan, pesugihan, dan lain sebagainya. Selain itu, Bendungan Kahyangan ini juga kerap digunakan masyarakat sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, seperti: mencuci baju, sumber air minum, tempat wisata, pengairan ladang dan perkebunan (irigasi). Hubungan antara keyakinan masyarakat Desa Pendoworejo terhadap hal-hal mistis yang terdapat di balik latar belakang Bendungan Kahyangan tersebut, serta hal praktis yang menyangkut pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka menjadi asal-usul terciptanya upacara adat ini.

Kegiatan

sunting
 
Prosesi upacara.

Kegiatan yang dilakukan dalam Tradisi Kembul Sewu Dulur Saparan ini pada umumnya adalah kegiatan perjamuan makanan yang terdiri dari berbagai macam makanan khas daerah tersebut, seperti nasi tumpeng dengan lauk bothok lele, serta kegiatan makan bersama masyarakat Desa Pendoworejo. Selain itu, ada juga kegiatan ritual memandikan kuda kepang di aliran Bendung Kahyangan.

Pada dasarnya, berbagai kegiatan yang dilakukan dalam tradisi ini berbeda-beda setiap tahunnya. Pelaksanan upacara adat ini dilakukan sekali dalam setahun, pada hari rabu terakhir bulan Sapar dan konon tradisi ini telah dilakukan oleh masyarakat secara turun-temurun.[1]

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting
  1. ^ "Kembul Sewu Dulur Saparan Bendung Kahyangan". Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses tanggal 27 Juli 2024.