Shalih bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal Asy-Syaibani ( Bahasa Arab : صالح بن أحمد بن محمد بن حنبل بن هلال ) merupakan seorang ahlul Hadits, teolog Islam, ulama Hanabilah, seorang hakim ( Qadhi - قاضي ), ahli fiqih, dan merupakan putra tertua dari pendiri Madzhab Hambali, Ahmad bin Hanbal dan juga merupakan murid Imam Ahmad. Ia merupakan anak laki-laki-laki pertama Imam Ahmad dari istri pertamanya, bernama Abbasah binti Al Fadhl. Ia lahir pada sekitaran tahun 204 Hijriyah, dan wafat di Isfahan sebagai hakim di sana pada sekitaran tahun 264 Hijriah atau sekitar tahun 879 M ( riwayat lain mengatakan ia wafat pada tahun 265 H atau sekitar tahun 880 M. Dan adapun Riwayat lainnya mengatakan bahwa ia lahir pada tahun 203 H, dan wafat pada tahun 266 H. Namun, riwayat yang lebih kuat menyatakan bahwa Shalih lahir saat Imam Ahmad berusia sekitar 40 tahun dan Imam Ahmad lahir pada tahun 164 H. Jadi, riwayat yang lebih kuat menyatakan bahwa Abu Al Fadl Shalih bin Ahmad lahir pada tahun 204 H dan wafat pada tahun 264 H ).[1]

Shalih bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin 'Abdillah bin Hayyan bin 'Abdillah bin Anas bin 'Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa'labah bin Ukanah bin Sha'b bin 'Ali bin Bakr bin Wa'il bin Qasith bin Hanab bin 'Aqsha bin Da'mi bin Jadilah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan
(صالح بن أحمد بن محمد بن حنبل)
Al Imam Shalih ibn Ahmad Asy-Syaibani
Kun-yahAbu Al Fadhl
NamaShalih bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin 'Abdillah bin Hayyan bin 'Abdillah bin Anas bin 'Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa'labah bin Ukanah bin Sha'b bin 'Ali bin Bakr bin Wa'il bin Qasith bin Hanab bin 'Aqsha bin Da'mi bin Jadilah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan
(صالح بن أحمد بن محمد بن حنبل)
NisbahAsy-Syaibani, Al Baghdadi
Lahir820 M / 204 H
Baghdad, Irak
Meninggal879 M / 264 H
Isfahan, Iran
ZamanZaman Keemasan Islam, sekitar Abad 2-3 Hijriah (204 H - 264 H)
Wilayah aktifBaghdad, Kekhalifahan Abbasiyah ( sekarang Irak ), lalu ke Isfahan, Iran )
FirkahAhlus Sunnah wal Jama'ah ( Al Jama'ah )
Mazhab FikihHambali
Mazhab AkidahAs-Salaf (Salafi)
Minat utamaFiqih · Hadits · Aqidah
Gagasan yang terkenal
  • Penerus dasar-dasar Mazhab Hambali
  • Penyusun kitab 'Sirah Imam Ahmad' (berisi kisah dan keutamaan Imam Ahmad dan biografi Imam Ahmad)
  • Penyusun kitab Masail Al Imam Ahmad yang membahas tentang pemikiran fiqih Imam Ahmad dan permasalahan Mazhab fiqh lainnya yang disajikan dalam sudut pandang pemikiran Hambali
Dipengaruhi  oleh
  • Imam Ahmad bin Hanbal
    • Ali bin Al Madini
    • Affan bin Muslim
    • Abdullah bin Abi Bakar Al Ataki
    • Abu Al Walid At Tayalisi
    • Ja'far bin Muhammad bin Isa At Taba'
Mempengaruhi
  • Abdullah bin Ahmad bin Hanbal
    • Zuhair bin Shalih bin Ahmad Asy-Syaibani
Keturunan
  • Zuhair bin Shalih bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy-Syaibani (Anak Laki-laki)
  • Ahmad bin Shalih bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy-Syaibani (Anak Laki-laki)
Orang tua
Keluarga
  • Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy Syaibani (saudara laki-laki)
  • Hanbal bin Ishaq bin Hanbal bin Hilal (paman) - ( Hanbal bin Ishaq ialah anak dari paman Imam Ahmad, sehingga menjadikan Hanbal bin Ishaq sebagai sepupu Imam Ahmad dan paman dari Shalih bin Ahmad )
  • Muhammad bin Ahmad bin Shalih bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Asy-Syaibani (cucu laki-laki)

Biografi & Kisah

Kelahiran di keluarga Hanbal

Ia lahir dari ayah seorang penuntut ilmu yang cukup terkenal di kota Baghdad pada saat itu. Ayahnya, Ahmad bin Muhammad atau yang lebih orang Baghdad kenal sebagai Ahmad bin Hanbal, berusia sekitar 40 tahun ketika Shalih lahir ( tahun 204 H ). Ibunya bernama Abbasah binti Al Fadhl, yang merupakan wanita pertama dan cinta pertama bagi Imam Ahmad saat itu. Dan ia juga lahir di saat kekhalifahan Abbasiyah dipimpin oleh Khalifah Al-Ma'mun, tepatnya sekitar 7 tahun setelah Al-Ma'mun memimpin Abbasiyah. Di masa ia lahir, pemikiran mu'tazilah yang dibawa oleh kroni-kroni & dedengkot mu'tazilah mulai menyusup ke dalam pemerintahan kekhalifahan dan mulai menyebarkan fitnah.[2]

Masa Kecil & Remaja

Ketika ia kecil, ayahnya sangat memperhatikan dirinya untuk belajar Al Qur'an dan fiqih. Imam Ahmad sangat memperhatikan keilmuan putranya ini dan sangat mendidik Shalih dengan keilmuan yang Imam Ahmad punya. Ayahnya sangat menekankan akan kesesatan mu'tazilah yang sedang berkobar saat itu dan menasihati anaknya agar jangan sampai terpengaruh dengan kesesatan pemikiran mu'tazilah.

Beranjak remaja, Shalih terkadang sering bekerja di pasar yang membuat sang Imam marah. Ayahnya tidak ingin Shalih lalai dalam belajar agama dengan menyibukkan dirinya bekerja. Kalau Imam Ahmad mendapati dirinya bekerja, pasti ayahnya itu akan langsung marah dan menasihatinya agar fokus menuntut ilmu. Shalih bertindak demikian karena rasa empatinya terhadap keadaan finansial keluarganya dan juga beralasan bahwa dulu Imam Ahmad juga melakukan hal yang demikian yang juga dilarang oleh ibu Imam Ahmad. Imam Ahmad sering menunggu anaknya ini untuk datang ke kajiannya, namun seperti yang sudah dijelaskan tadi, karena Shalih gemar bekerja di pasar, kadang-kadang, ia tak hadir di kajian ayah sekaligus gurunya itu.[3]

Melawan Mu'tazilah

Ia hidup di zaman mu'tazilah dijadikan sebagai sebuah pemikiran wajib di kekhalifahan. Sebuah isu tentang kemahlukkan Al Qur'an menjadi persoalan utama di sekitaran Baghdad dan wilayah lainnya. Dimulai dari Al-Ma'mun, lalu Al-Mu'tashim sampai Al Watsiq, ketiganya merupakan Khalifah Abbasiyah yang tercemar paham mu'tazilah dan terpengaruh akan pemikiran tersebut sehingga memaksa masyarakat dan para alim ulama untuk mengadopsi pemikiran yang sama dengan yang mereka anut. Pada saat Al-Ma'mun wafat tahun 833, dirinya sudah berumur sekitar 13 tahun. Lalu digantikan oleh saudaranya, Al-Mu'tashim yang juga bertendensi kepada mu'tazilah pada periode 833 sampai tahun 842, lalu dilanjuti dengan anaknya Al-Mu'tashim dari tahun 842 sampai tahun 847 M. Selama periode 14 tahun ini, usianya sudah sekitar hampir 30 tahun dan selama itu ia belajar dengan alim ulama Hanif-Salaf Baghdad dan bersama-sama dengan ayahnya memerangi paham mu'tazilah yang sesat lagi menyesatkan.

Menjadi Ulama Hanabilah dan Akhir Hayat

Setelah masa Al Watsiq, beralih kepada masa Khalifah Al-Mutawakkil yang di mana, Khalifah yang merupakan saudara dari Al Watsiq dan anak dari Al-Mu'tashim ini lebih condong ke pemikiran salaf dan alim-ulama Baghdad ketimbang pemikiran mu'tazilah. Hal ini sudah ia tunjukkan dari sebelum ia menjadi Khalifah dengan pertentangannya terhadap mihnah atau serangakaian periode kekerasan yang dilakukan 3 Khalifah sebelumnya terhadap alim ulama Baghdad yang menolak dan menentang pemikiran Mu'tazilah dan kemahlukan Al Qur'an secara umum. Shalih bin Muslim termasuk di barisan yang paling getol selain ayahnya dalam memerangi Mu'tazilah. Ia berdampingan dengan ayahnya, lalu saudaranya yang bernama Abdullah dan pamannya, Hanbal bin Ishaq bin Hanbal yang juga merupakan seorang alim ulama Hanabilah dari keluarga Hambali itu sendiri. Setelah wafatnya Imam Ahmad, ia terus menetap di Baghdad dan mengajari tentang dasar fiqh dan aqidah Hambali dari pemikiran ayahnya, lalu ia pindah ke kota Isfahan, Iran. Di sana, banyak orang yang mengagumi ayahnya Shalih dengan mengatakan bahwa "tiada orang di negeri ini ( Isfahan maksudnya ) melainkan mencintai ayahmu ( Imam Ahmad )". Para masyaikh dan ulama di sana sangat menghormati Shalih dan ayahnya karena keilmuan yang mereka miliki. Ia wafat di Isfahan sebagai hakim ( Qadhi ) di sana pada tahun 266 H atau riwayat lain mengatakan 265 H dan yang lainnya mengatakan 264 H (sekitar tahun 879-880 M).[4]

Nasabnya

Sebagaimana nasab ayahnya, Shalih bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal juga ternisbatkan kepada seorang keturunan Rabi'ah bernama Syaiban bin Dzuhl Adz Dzuhili. Dan karena ia lebih dekat kepada salah satu leluhurnya Syaiban, maka nasabnya ialah 'Asy Syaibani'.

Nasab lengkapnya ialah : Shalih bin Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin bin Asad bin Idris bin 'Abdillah bin Hayyan bin 'Abdillah bin Anas bin 'Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa'labah bin Ukanah bin Sha'b bin 'Ali bin Bakr bin Wa'il bin Qasith bin Hanab bin 'Aqsha bin Da'mi bin Jadilah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan.

Nasabnya sebagaimana ayahnya, bertemu dengan Rasulullah di Nizar bin Ma'ad bin Adnan. Ia merupakan keturunan Rabi'ah yang biasanya daerah kabilahnya dekat dengan Najd yang mengarah ke Irak selayaknya Bani Tamim, Banu Hanifah dan keturunan Rabi'ah lainnya. Sedangkan, Bani Mudhar ialah yang menurunkan Rasulullah dengan rincian, biasanya mereka tinggal di dataran Hijaz. Inilah alasan mengapa keluarga Asy-Syaibani yang merupakan keturunan Rabi'ah lebih memilih menetap di sekitaran wilayah Irak ketimbang berada di Hijaz. Dan menurut nasab, Rabi'ah bin Nizar dengan Mudhar bin Nizar merupakan saudara adik kakak.

Guru-gurunya

Guru-gurunya berasal dari kalangan alim-ulama Baghdad dan terkenal akan perawian haditsnya, termasuk ayahnya sendiri, Imam Ahmad. Guru-gurunya ialah :

Murid-muridnya

Kitab-kitabnya

Kitab-kitabnya ialah :

  1. Sirah Al Imam Ahmad bin Hanbal - berisi biografi dan kisah Imam Ahmad bin Hanbal berdasarkan pengamatan putranya, Shalih bin Ahmad
(سيرة الإمام أحمد بن حنبل)
  1. masayil al'iimam 'ahmad bin hanbal riwayat abnuh 'abi alfadl salih - Permasalahan Imam Ahmad bin Hanbal yang diriwayatkan oleh putranya, Abu Al Fadhl Shalih
( مسائل الإمام أحمد بن حنبل رواية ابنه أبي الفضل صالح )[5]

Lihat Juga

Ulama

Mazhab Hambali

Imam Ahmad bin Hanbal

Musnad Ahmad

Baghdad

Kekhalifahan Abbasiyah

Isfahan

Fuqaha

Qadhi

Aqidah

Fiqih

Hadits

Referensi

  1. ^ [1]"صالح بن أحمد"
  2. ^ [2]"صالح بن أحمد"
  3. ^ [3]"صالح بن الإمام أحمد بن محمد بن حنبل أبي الفضل"
  4. ^ [4]"صالح بن أحمد"
  5. ^ [5]"Books by صالح بن أحمد بن حنبل"