Kurikulum Merdeka

Kurikulum Pendidikan di Indonesia
Revisi sejak 11 Agustus 2024 02.59 oleh Akuindo (bicara | kontrib) (kurikulum berlaku sekarang)

Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam dengan konten yang lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Dalam proses pembelajaran guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat pembelajaran sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Di dalam kurikulum ini terdapat proyek untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila. Kemudian, dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Proyek ini tidak bertujuan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran.[1]

Logo buku versi Kurikulum Merdeka.

Inti dari kurikulum merdeka ini adalah Merdeka Belajar. Hal ini dikonsep agar siswa bisa mendalami minat dan bakatnya masing-masing. Misalnya, jika dua anak dalam satu keluarga memiliki minat yang berbeda, maka tolok ukur yang dipakai untuk menilai tidak sama. Kemudian anak juga tidak bisa dipaksakan mempelajari suatu hal yang tidak disukai sehingga akan memberikan otonomi dan kemerdekaan bagi siswa dan sekolah.[2] Penerapan kurikulum merdeka terbuka untuk seluruh satuan pendidikan PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, Pendidikan Khusus, dan Kesetaraan. Selain itu, satuan pendidikan menentukan pilihan berdasarkan angket kesiapan implementasi Kurikulum Merdeka yang mengukur kesiapan guru, tenaga kependidikan dan satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulum. Pilihan yang paling sesuai mengacu pada kesiapan satuan pendidikan sehingga implementasi Kurikulum Merdeka semakin efektif jika makin sesuai kebutuhan.[3]

Rasional pelaksanaan

Berbagai studi nasional dan internasional memperlihatkan bahwa Indonesia telah lama mengalami krisis dan kesenjangan pembelajaran. Beragam faktor dan banyak hal lainnya ikut berkontribusi menjadi penyebab masalah tersebut. Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung selama 2 (dua) tahun memperburuk krisis dan semakin melebarkan kesenjangan pembelajaran yang terjadi di Indonesia. Banyak anak-anak Indonesia yang mengalami ketertinggalan pembelajaran (learning loss) sehingga mereka kesulitan untuk mencapai kompetensi dasar sebagai peserta didik.

Pada kondisi khusus Pandemi COVID-19, Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus dapat tetap mengacu kepada Kurikulum 2013, mengacu kepada Kurikulum Darurat yaitu Kurikulum 2013 yang disederhanakan oleh Pemerintah, atau melakukan penyederhanaan Kurikulum 2013 secara mandiri. Dalam Keputusan Menteri tersebut Kurikulum Darurat disebut sebagai Kurikulum pada Kondisi Khusus.

Berdasarkan implementasinya, diperoleh fakta bahwa siswa pengguna Kurikulum Darurat mendapat capaian belajar yang lebih baik daripada siswa yang menggunakan Kurikulum 2013 secara penuh, terlepas dari latar belakang sosio-ekonominya. Survei yang dilakukan pada 18.370 siswa kelas 1-3 SD di 612 sekolah di 20 kab/kota dari 8 provinsi selama kurun waktu bulan April-Mei 2021 menunjukkan perbedaan hasil belajar yang signifikan antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum Darurat. Selisih skor literasi dan numerasinya setara dengan 4 bulan pembelajaran. Pada skor numerasi, siswa pengguna Kurikulum 2013 memperoleh skor 482 dibanding siswa pengguna kurikulum darurat dengan skor 517. Sementara skor literasi siswa pengguna Kurikulum 2013 memperoleh skor 532 dibanding siswa pengguna kurikulum darurat dengan skor 570.[4]

Pada tahun 2022, Kemendikbudristek menginisiasi opsi kebijakan kurikulum sebagai bagian dari upaya memitigasi ketertinggalan pembelajaran dan sebagai bentuk pemulihan pembelajaran. Sebagaimana tertuang dalam Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran. Kemendikbudristek memberikan tiga opsi kepada satuan pendidikan untuk melaksanakan Kurikulum berdasarkan Standar Nasional Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan konteks masing-masing satuan pendidikan. Tiga opsi tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Menggunakan Kurikulum 2013 secara penuh
  2. Menggunakan Kurikulum Darurat
  3. Menggunakan Kurikulum Merdeka[5]

Dasar hukum dan regulasi

  1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  2. Peraturan Pemerintah No 57 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 57 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan
  4. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 5 Tahun 2022 tentang Standar Kompetensi Lulusan
  5. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 7 Tahun 2022 tentang Standar Isi
  6. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 16 Tahun 2022 tentang Standar Proses
  7. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 21 Tahun 2022 tentang Standar Penilaian Pendidikan
  8. Keputusan Mendikbudristek No. 262/M/2022 Tentang Perubahan atas Keputusan Mendikbudristek No. 56/M/2022 Tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran
  9. Keputusan Mendikbudristek No. 56/M/2022 Tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran
  10. Keputusan Kepala BSKAP Nomor 008/KR/2022 tentang Capaian Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah pada Kurikulum Merdeka
  11. Keputusan Kepala BSKAP Nomor 033/H/KR/2022 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala BSKAP Nomor 008/KR/2022 tentang Capaian Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah pada Kurikulum Merdeka
  12. Keputusan Kepala BSKAP Nomor 009/KR/2022 tentang Dimensi, Elemen, dan Subelemen Profil Pelajar Pancasila pada Kurikulum Merdeka
  13. Keputusan Kepala BSKAP Nomor 024/H/KR/2022 tentang Konsentrasi Keahlian SMK/MAK pada Kurikulum Merdeka
  14. Keputusan Kepala BSKAP Nomor 034/H/KR/2022 tentang Satuan Pendidikan Pelaksana Implementasi Kurikulum Merdeka pada Tahun Ajaran 2022/2023[6]

Tujuan Kurikulum Merdeka

Kemendikbudristek ini melakukan penyederhanaan kurikulum dalam kondisi khusus (kurikulum darurat) untuk memitigasi ketertinggalan pembelajaran (learning loss) pada masa pandemi. Hasilnya, dari 31,5 persen sekolah yang menggunakan kurikulum darurat menunjukkan, penggunaan kurikulum darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73 persen (literasi) dan 86 persen (numerasi).

Kurikulum ini juga merupakan langkah terobosan untuk membantu guru dan kepala sekolah mengubah proses belajar menjadi jauh lebih relevan, mendalam dan menyenangkan. Sehingga, peserta didik pun dapat lebih mudah memahami pembelajaran yang dilakukan.

Untuk mendukung visi pendidikan Indonesia, dan sebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran, Kurikulum Merdeka (yang sebelumnya disebut sebagai kurikulum prototipe) dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik.[7]

Karakteristik utama Kurikulum Merdeka

Karakteristik utama dari kurikulum ini yang mendukung pemulihan pembelajaran adalah pembelajaran berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai profil pelajar Pancasila; fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi; dan fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.[3]

Strategi implementasi Kurikulum Merdeka

Implementasi Kurikulum Merdeka sudah dimulai pada 2021 dengan kurikulum yang diterapkan pada Sekolah Penggerak.[8] Pada tahun 2022, Kemendikburistek akan mencoba untuk melakukan pendataan yang nantinya akan menjadi dasar pada penerapan Kurikulum Merdeka ini kedepannya. Terdapat beberapa strategi implementasi Kurikulum Merdeka jalur mandiri ini.

  1. Rute Adopsi Kurikulum Merdeka Secara Bertahap, pendekatan strategi ini adalah bagaimana memfasilitasi satuan pendidikan mengenali kesiapannya sebagai dasar menentukan pilihan Implementasi Kurikulum Merdeka serta memberikan umpan balik berkala (3 bulanan) untuk memetakan kebutuhan penyesuaian dukungan Implementasi Kurikulum Merdeka dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
  2. Menyediakan Asesmen dan Perangkat Ajar (High Tech), pendekatan strategi yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang berfungsi dalam menyediakan beragam pilihan asesmen dan perangkat ajar (buku teks, modul ajar, contoh projek, contoh kurikulum) dalam bentuk digital yang dapat digunakan satuan pendidikan dalam melakukan pembelajaran berdasarkan Kurikulum Merdeka.
  3. Menyediakan Pelatihan Mandiri dan Sumber Belajar Guru (High Tech), pendekatan strategi yang juga menggunakan teknologi informasi dan komunikasi yang berfungsi dalam melakukan pelatihan mandiri Kurikulum Merdeka yang dapat diakses secara daring oleh guru dan tenaga kependidikan untuk memudahkan adopsi Kurikulum Merdeka disertai sumber belajar dalam bentuk video, podcast, atau ebook yang bisa diakses daring dan didistribusikan melalui media penyimpanan (flashdisk).
  4. Menyediakan Narasumber Kurikulum Merdeka (High Touch), pendekatan strategi yang digunakan dalam menyediakan narasumber kurikulum merdeka dari Sekolah Penggerak/SMK PK yang telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Pengimbasan bisa dilakukan dalam bentuk webinar atau pertemuan luring yang diadakan pemerintah daerah atau satuan pendidikan. Pertemuan luring bisa dilakukan dalam bentuk seminar tatap muka, lokakarya, maupun pertemuan lainnya yang dilakukan di daerah maupun di satuan pendidikan.
  5. Memfasilitasi Pengembangan Komunitas Belajar (High Touch), komunitas belajar dibentuk oleh lulusan Guru Penggerak maupun diinisiasi pengawas sekolah sebagai wadah saling berbagi praktik baik adopsi Kurikulum Merdeka di internal satuan pendidikan maupun lintas satuan pendidikan.[9]

Tahapan implementasi

Kemendikbudristek membuat Kurikulum Merdeka dengan tujuan adanya pembelajaran yang sesuai dengan kapasitas peserta didik, pendidik, dan satuan pendidikan. Implementasi Kurikulum Merdeka disarankan dilakukan secara bertahap menyesuaikan dengan kondisi masing-masing sekolah. Ada beberapa tahapan yang dirumuskan oleh Kemendikbudristek agar satuan pendidikan dapat menentukan target capaian dari implementasi Kurikulum Merdeka di sekolahnya masing-masing, namun tahapan ini bukan suatu peraturan yang wajib diikuti oleh satuan pendidikan. Terdapat 4 tahap implementasi kurikulum yang dilihat dari 10 aspek.[10]

Tahap awal

Berikut ciri satuan pendidikan yang berada pada tahap awal:[10]

  1. Perancangan kurikulum operasional satuan pendidikan (KOSP): menggunakan dan menyesuaikan sedikit dokumen KOSP yang dibuat oleh Kemendikbudristek sebagai contoh;
  2. Perancangan alur tujuan pembelajaran: menerapkan alur tujuan pembelajaran yang dibuat oleh Kemendikbudristek sebagai contoh;
  3. Perencanaan pembelajaran dan asesmen: menerapkan perencanaan pembelajaran dan asesmen yang dibuat oleh Kemendikbudristek sebagai contoh;
  4. Penggunaan dan pengembangan perangkat ajar: buku teks dan modul ajar yang digunakan sebagai sumber utama dalam melakukan pengajaran;
  5. Perencanaan projek penguatan profil pelajar Pancasila: menerapkan modul projek yang dibuat oleh Kemendikbudristek. Dianjurkan tidak melakukan penyesuaian pada modul projek atau dapat dilakukan hanya sedikit saja;
  6. Implementasi projek penguatan profil pelajar Pancasila: mempraktikkan lebih sedikit atau lebih banyak projek penguatan profil pelajar Pancasila dari yang disarankan Kemendikbudristek. Orientasi projek ini ada pada menciptakan suatu produk seperti minuman dan makanan (artifak), sehingga belum menitikberatkan pada penafsiran penyelesaian masalah;
  7. Penerapan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik: guru menerapkan teknik pengajaran yang beragam tetapi tetap memerankan instruktur dalam pengarahan aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran;
  8. Keterpaduan penilaian dalam pembelajaran: asesmen awal dilakukan bukan untuk merumuskan pembelajaran, tetapi digunakan untuk melakukan penilaian peserta didik. Asesmen ini dilakukan beberapa kali menggunakan asesmen yang tersedia pada modul ajar/buku teks.
  9. Pembelajaran sesuai tahap belajar peserta didik (pendidikan dasar dan menengah): guru melakukan pengajaran kepada semua peserta didik di kelasnya sesuai dengan fase capaian pembelajaran mayoritas siswa di kelasnya didasarkan pada asesmen awal.
  10. Kolaborasi antar guru untuk keperluan kurikulum dan pembelajaran: guru hanya berkolaborasi pada projek penguatan profil pelajar Pancasila, bukan pada askep pembelajaran instrakulikuler.

Tahap berkembang

Berikut ciri satuan pendidikan yang berada pada tahap berkembang:[10]

  1. Perancangan kurikulum operasional satuan pendidikan (KOSP): KOSP dikembangkan dan dimodifikasi dengan tetap mencontoh dokumen KOSP yang tersedia terutama pada aspek perencanaan dan pengorganisasian pembelajaran. Pengembangan disesuaikan dengan kondisi sekolah tanpa melihat hasil analisis karakteristik sekolah;
  2. Perancangan alur tujuan pembelajaran: menyesuaikan alur tujuan pembelajaran yang tersedia sesuai dengan kebutuhan peserta didik;
  3. Perencanaan pembelajaran dan asesmen: menyesuaikan perencanaan pembelajaran dan asesmen yang tersedia sesuai dengan kebutuhan peserta didik;
  4. Penggunaan dan pengembangan perangkat ajar: bahan ajar seperti modul ajar dan buku teks dapat dipilih oleh pendidik agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan konteks lokal;
  5. Perencanaan projek penguatan profil pelajar Pancasila: menyesuaikan modul projek yang tersedia disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan konteks lokal;
  6. Implementasi projek penguatan profil pelajar Pancasila: Mempraktikkan projek penguatan profil pelajar Pancasila sebanyak yang disarankan oleh Kemendikbudristek. Orientasi aktivitas projek ada pada pemahaman mengenai penyelesaian masalah pada tema yang diangkat setelah diawali dengan mengidentifikasi masalah. Praktik projek banyak diarahkan oleh pendidik;
  7. Penerapan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik: metode pembelajaran yang digunakan oleh guru beragam dan berpusat pada peserta didik, serta sesuai dengan tujuan pembelajaran;
  8. Keterpaduan penilaian dalam pembelajaran: Asesmen awal dilakukan untuk melihat peserta didik yang membutuhkan perhatian khusus. Perancangan asesmen mulai diperhatikan kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran.
  9. Pembelajaran sesuai tahap belajar peserta didik (pendidikan dasar dan menengah): Pengajaran dilakukan kepada semua peserta didik sesuai dengan fase capaian belajar kebanyakan siswa di kelasnya. Melakukan metode dan materi pengajaran yang berbeda pada peserta didik yang membutuhkan perhatian khusus.
  10. Kolaborasi antar guru untuk keperluan kurikulum dan pembelajaran: kolaborasi dilakukan pada saat melakukan perencanaan pembelajaran baik di awal semester maupun di akhir semester. Guru bertukar informasi mengenai progress belajar, praktik baik, perangkat ajar, projek penguatan profil Pancasila, dan sebagainya.

Tahap siap

Berikut ciri satuan pendidikan yang berada pada tahap siap:[10]

  1. Perancangan kurikulum operasional satuan pendidikan (KOSP): pengembangan dan mofidikasi KOSP dilakukan dengan melibatkan siswa, orangtua, dan masyarakat sebagai perwakilan berdasarkan analisis kondisi tenaga pendidik, sarana prasarana, dan kependidikan di satuan pendidikan;
  2. Perancangan alur tujuan pembelajaran: merombak tujuan pembelajaran yang tersedia sesuai dengan kebutuhan peserta didik;
  3. Perencanaan pembelajaran dan asesmen: merombak perencanaan pembelajaran dan asesmen yang tersedia sesuai dengan kebutuhan peserta didik;
  4. Penggunaan dan pengembangan perangkat ajar: perangkat ajar yang tersedia dapat dikombinasikan dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan konteks lokal. Modul ajar juga dapat dimodifikasi beberapa bagiannya untuk digunakan sebagai materi.
  5. Perencanaan projek penguatan profil pelajar Pancasila: menyesuaikan modul proyek yang tersedia sesuai dengan kebutuhan, minat, dan bakat peserta didik serta konteks lokal dengan melibatkan pendapat dan ide-ide peserta didik;
  6. Implementasi projek penguatan profil pelajar Pancasila: mempraktikkan projek penguatan profil pelajar Pancasila sebanyak yang disarankan Kemendikbudristek. Guru memfasilitasi identifikasi masalah sehingga orientasi proyek dimulai dengan identifikasi masalah yang difasilitasi oleh guru sehingga aktivitas projek ada pada pemahaman mengenai penyelesaian masalah pada tema yang diangkat;
  7. Penerapan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik: metode pembelajaran yang digunakan oleh guru beragam dan berpusat pada peserta didik, serta sesuai dengan tujuan pembelajaran. Siswa diberikan kesempatan untuk menjadi mandiri dan bertanggung jawab terhadap proses belajar masing-masing, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator;
  8. Keterpaduan penilaian dalam pembelajaran: asesmen awal dilakukan untuk merancang pembelajaran berikutnya yang sesuai dengan capaian mayoritas peserta didik di kelasnya (belum merupakan rencana pembelajaran terdiferensiasi). Asesmen juga digunakan untuk memperoleh umpan balik mengenai kebutuhan belajar peserta didik, sehingga guru dapat menetapkan tindak lanjutnya.
  9. Pembelajaran sesuai tahap belajar peserta didik (pendidikan dasar dan menengah): Peserta didik dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan capaian belajar mereka pada asesmen awal atau asesmen formatif. Satuan pendidikan juga dapat menyelenggarakan program yang mendukung peserta didik yang belum siap untuk belajar di kelas yang seharusnya;
  10. Kolaborasi antar guru untuk keperluan kurikulum dan pembelajaran: kolaborasi dilakukan pada saat melakukan perencanaan pembelajaran baik di awal semester maupun di akhir semester. Guru bertukar informasi mengenai progress belajar, praktik baik, perangkat ajar, projek penguatan profil Pancasila, dan sebagainya, serta terlibat dalam evaluasi kurikulum di satuan pendidikan.

Tahap mahir

Berikut ciri satuan pendidikan yang berada pada tahap mahir:[10]

  1. Perancangan kurikulum operasional satuan pendidikan (KOSP): Menyusun KOSP sesuai dengan konteks dan keinginan masyarakat satuan pendidikan, serta hasil analisis kondisi satuan pendidikan. Siswa, orangtua, dan masyarakat dilibatkan dalam membuat struktur pembelajaran yang juga disesuaikan dengan visi-misi dan konteks sekolah;
  2. Perancangan alur tujuan pembelajaran: alur tujuan pembelajaran dikembangkan secara mandiri berdasarkan Capaian Pembelajaran. Koordinator kurikulum satuan pendidikan mengarahkan proses perencanaan, mengawasi pelaksanaan dan mengarahkan pengembangan dan evaluasi tujuan pembelajaran sedemikian rupa sehingga pengembangan ini menjadi bagian dari sistem perencanaan dan evaluasi dari kurikulum satuan pendidikan;
  3. Perencanaan pembelajaran dan asesmen: mengembangkan perencanaan pembelajaran dan asesmen didasarkan pada kebutuhan peserta didik;
  4. Penggunaan dan pengembangan perangkat ajar: perangkat ajar yang tersedia dapat dikombinasikan dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan konteks lokal. Modul ajar juga dapat dimodifikasi beberapa bagiannya untuk digunakan sebagai materi oleh guru dan dapat dibagikan kepada pendidik lainnya. Satuan pendidikan secara kkolaboratif mengadakan sesi pengembangan modul ajar;
  5. Perencanaan proyek penguatan profil pelajar Pancasila: modul proyek dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, minat, dan bakat peserta didik serta konteks lokal dengan melibatkan pendapat dan ide-ide peserta didik;
  6. Implementasi proyek penguatan profil pelajar Pancasila: mempraktikkan proyek penguatan profil pelajar Pancasila sebanyak yang disarankan Kemendikbudristek. Identifikasi masalah dilakukan lebih banyak oleh inisiatif peserta didik dengan guru dan/atau mitra komunitas sebagai narasumber atau fasilitator aktivitas proyek sehingga orientasi proyek dimulai dengan identifikasi masalah yang difasilitasi oleh guru sehingga aktivitas proyek ada pada pemahaman mengenai penyelesaian masalah pada tema yang diangkat;
  7. Penerapan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik: metode pembelajaran yang digunakan oleh guru sesuai dengan capaian, minat, dan kebutuhan siswa. Siswa diberikan kesempatan untuk menjadi mandiri dan bertanggung jawab terhadap proses belajar masing-masing, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator;
  8. Keterpaduan penilaian dalam pembelajaran: asesmen awal dilakukan untuk merancang pembelajaran terdiferensiasi sesuai dengan capaian peserta didik, hal ini disebut juga sebagai teaching at the right level atau mengajar pada level yang benar. Selama proses pembelajaran, guru dapat menyesuaikan pembelajaran sehingga seluruh siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran. Satuan pendidikan mengembangkan kebijakan yang dapat memotivasi guru untuk menggunakan hasil asesmen dalam merancang kurikulum dan pembelajaran.
  9. Pembelajaran sesuai tahap belajar peserta didik (pendidikan dasar dan menengah): Peserta didik dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan capaian belajar mereka pada asesmen awal atau asesmen formatif. Satuan pendidikan juga dapat menyelenggarakan program yang mendukung peserta didik yang belum siap untuk belajar di kelas yang seharusnya dan untuk siswa yang membutuhkan tantangan lebih atau pengayaan;
  10. Kolaborasi antar guru untuk keperluan kurikulum dan pembelajaran: kolaborasi dilakukan pada saat melakukan perencanaan pembelajaran baik di awal semester maupun sepanjang berjalannya semester. Guru bertukar informasi mengenai progress belajar, praktik baik, perangkat ajar, projek penguatan profil Pancasila, dan sebagainya, serta melibatkan diri untuk mengembangkan KOSP. Satuan pendidikan mempunyai mekanisme dan kebijakan yang memotivasi kolaborasi guru untuk aspek pembelajaran intrakurikuler dan juga proyek, contohnya melalui kegiatan refleksi pembelajaran, observasi kelas, aktivitas berbagi praktik baik, dan sebagainya.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Direktorat PAUD, Dikdas dan Dikmen (2021). "Buku saku tanya jawab kurikulum merdeka". repositori.kemdikbud.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-12. Diakses tanggal 2022-04-05. 
  2. ^ Caesaria, Sandra Desi (2022-02-12). Adit, Albertus, ed. "Apa Itu Kurikulum Merdeka? Begini Penjelasan Lengkap Kemendikbud". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-09. Diakses tanggal 2022-04-05. 
  3. ^ a b Kemendikbudristek, Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (2022). "Kurikulum Merdeka". Kemendikbudristek. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-09. Diakses tanggal 2022-04-05. 
  4. ^ Kemendikburistek, Pusat Penelitian Kebijakan (2021-11-21). "Dampak Penyederhanaan Kurikulum terhadap Pembelajaran" (PDF). Kemendikburistek. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-12-07. Diakses tanggal 2022-12-28. 
  5. ^ Kemendikbudristek (2022). "Implementasi Kurikulum Merdeka". Kemendikbudristek. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-07. Diakses tanggal 2022-07-14. 
  6. ^ "Unduhan". Diakses tanggal 2022-07-14. [pranala nonaktif permanen]
  7. ^ Sitoningrum, Niken Dwi. "Kurikulum Merdeka Belajar: Pengertian, Tujuan, Karakteristik, hingga Keunggulannya". detiksulsel. Diakses tanggal 2023-10-02. 
  8. ^ "Kerangka Kurikulum Merdeka". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-03. Diakses tanggal 2022-07-14. 
  9. ^ Kemendikbudristek (2022). "Kurikulum Merdeka sebagai opsi satuan Pendidikan dalam rangka pemulihan pembelajaran tahun. 2022 s.d. 2024". Kemendikbudristek. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-29. Diakses tanggal 2022-04-05. 
  10. ^ a b c d e Kemendikbudristek, BSKAP (2022). "Tahapan Implementasi Kurikulum Merdeka di Satuan Pendidikan" (PDF). Kemendikbud. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-12-07. Diakses tanggal 2022-12-28.