Keluarga Berencana

gerakan pembatasan kelahiran agar keluarga sehat & sejahtera
Revisi sejak 22 Agustus 2024 06.52 oleh Mufti Nasution (bicara | kontrib) (Sejarah)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Keluarga berencana (disingkat KB) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Dalam arti lain, gerakan ini dapat didefinisikan sebagai perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan seperti menggunakan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran meliputi kondom, spiral, IUD, dan sebagainya. Selain itu, gerakan KB juga dapat dapat dimaknai sebagai upaya peningkatan kepedulian dan peran masyarakat melalui upaya pendewasaan usia perkawinan, pengendalian kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, serta peningkatan kesejahteraan keluarga dalam rangka melembagakan dan membudidayakan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera.[1]

Logo keluarga berencana

Program Keluarga Berencana adalah bagian yang terpadu (integral) dalam program pembangunan nasional. Program ini memiliki tujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya penduduk Indonesia agar dapat mencapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional. Di samping itu, KB juga termasuk ke dalam program pemerintah yang dibuat untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dengan jumlah penduduk. Oleh sebab itu, program ini diharapkan dapat menerima Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada pertumbuhan yang seimbang. Perlu digarisbawahi bahwasanya Gerakan Keluarga Berencana Nasional Indonesia telah dianggap masyarakat dunia sebagai program yang berhasil menurunkan angka kelahiran yang bermakna.[1]

Sejarah

sunting

Di Indonesia, program Keluarga Berencana (KB) diprakarsai oleh para ahli kandungan pada tahun 1950-an. Program ini diusung untuk mencegah angka kematian ibu dan bayi yang tinggi pada masa itu. Lalu, pada tahun 1957, terbentuk Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang menjadi organisasi sosial yang bergerak dalam bidang KB. Namun, kegiatannya mendapat berbagai hambatan, terutama dengan adanya KUHP nomor 283 yang melarang adanya penyebarluasan gagasan tentang keluarga berencana.[2]

Kemudian, pada tahun 1967, PKBI diakui secara resmi sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman. Dalam Kongres Nasional I PKBI di Jakarta, terdapat keputusan yang menerangkan bahwa dalam upayanya untuk mendukung program KB, PKBI akan melakukan kerjasama dengan pemerintah. Pada tahun yang sama, presiden Soeharto meresmikan Deklarasi Kependudukan Dunia yang membahas tentang kesadaran mengenai urgensi merencanakan jumlah anak dan menjarangkan kelahiran sebagai bagian dari hak asasi manusia.[2]

Lebih lanjut, setelah dilakukan pertemuan dengan para menteri dan tokoh masyarakat yang terlibat dalam upaya KB, pada tanggal 17 Oktober 1968 pemerintah membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan status sebagai Lembaga Semi Pemerintah. Lalu, pada tahun 1970, pemerintah membentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang diketuai oleh dr. Suwardjo Suryaningrat. Pada tahun 1972, lembaga tersebut resmi menjadi Lembaga Pemerintah Non-departemen yang memiliki kedudukan langsung di bawah Presiden.[2]

Masa Orde Baru

sunting

Program KB berjaya pada era Orde Baru karena mendapat dukungan langsung dari presiden Soeharto. Semua elemen pemerintah berkomitmen untuk melaksanakan program keluarga berencana. Selain itu, program ini juga mendapat dukungan dana dari pemerintah dalam negeri dan luar negeri salah satunya Bank Dunia. Pada masa itu, program KB berhasil dipromosikan kepada berbagai masyarakat di berbagai pelosok Indonesia.[2]

Pada tahun 1970 hingga tahun 1980, penyelenggaraan program KB Nasional dikenal dengan nama “Management for the People”. Pada masa ini, pemerintah lebih banyak melakukan inisiatif dan partisipasi masyarakat menjadi sangat rendah. Hal ini disebabkan karena program tersebut memiliki orientasi target sehingga menjadi kurang demokratis dengan kehadiran Polisi dan TNI pada pelaksanaan kegiatan seperti KB massal. Seiring dengan berjalannya waktu, implementasi program yang memiliki sifat “top-down approach” ini berubah kembali menjadi Gerakan Keluarga Berencana pada tahun 1980-an. Pola kebijakan ini berubah menjadi “Management with the People”. Unsur pemaksaan dikurangi serta masyarakat dibebaskan untuk memilih jenis kontrasepsi yang hendak digunakan.[2]

Program KB pada era Orde Baru ini berhasil mencapai target nasional. Keberhasilan program ini juga diakui oleh dunia internasional dengan peraihan penghargaan dari United Nation (UN) Population Award oleh UNFPA pada tahun 1989.[2]

Tujuan

sunting

Pelaksanaan program Keluarga Berencana memiliki beberapa tujuan sebagai berikut.

  1. Mencanangkan keluarga kecil dengan hanya dua anak
  2. Membentuk keluarga kecil sejahtera, sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga tersebut
  3. Menekan angka kematian ibu dan bayi akibat hamil di usia yang terlalu muda atau terlalu tua
  4. Mencegah terjadinya pernikahan di usia dini
  5. Menekan jumlah penduduk dan menyeimbangkan jumlah kebutuhan dengan jumlah penduduk di Indonesia.[3]

Manfaat

sunting

Program Keluarga Berencana (KB) memiliki beberapa manfaat untuk keluarga di antaranya sebagai berikut.

1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi

sunting

Program Keluarga Berencana (KB) dapat memberikan pengarahan mengenai langkah-langkah untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi, baik itu pra ataupun pasca melahirkan. Hal ini disebabkan karena program kehamilan yang direncanakan dengan matang dan baik akan memberikan dampak positif bagi kesehatan ibu dan bayi.[3]

2. Mendorong kecukupan ASI dan pola asuh yang baik bagi anak

sunting

Melalui program KB, pasangan suami istri dapat merencanakan waktu kehamilan dengan tepat. Hal ini berhubungan dengan kecukupan ASI dan pola asuh anak. Secara ideal, jarak anak pertama dan kedua adalah 3–5 tahun. Dengan jarak waktu tersebut, anak pertama dapat memperoleh manfaat ASI dengan maksimal sampai usianya 2 tahun. Selain itu, anak juga dapat memperoleh perhatian penuh dari orang tuanya sehingga bisa berdampak positif untuk tumbuh kembangnya.[3]

3. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan

sunting

Pasangan yang tidak menjalankan program KB akan rentan mengalami kehamilan yang tidak direncanakan. Sebagai contoh, perempuan di atas 35 tahun dan belum menopause yang melakukan hubungan intim tanpa alat kontrasepsi bisa saja hamil. Namun, kehamilan ini berisiko tinggi dan bisa berdampak fatal pada ibu dan bayi. Begitu juga dengan kehamilan yang terlalu dini setelah melahirkan. Sebagai contoh, seorang wanita bisa saja melahirkan ketika anak pertama masih berusia di bawah 1 tahun. Pada kondisi ini, ibu bisa saja belum pulih sepenuhnya setelah melahirkan anak sebelumnya. Hal ini akan berdampak buruk pada kesehatan fisik maupun mental seorang ibu.[3]

4. Menurunkan angka kematian ibu dan bayi

sunting

Manfaat program KB selanjutnya adalah menurunkan risiko kematian ibu dan bayi. Kasus ini masih sering dijumpai di masyarakat, khususnya pada kehamilan yang berisiko tinggi, misalnya pada wanita berusia lebih dari 35 tahun, wanita yang menderita penyakit kronis tertentu, dan wanita yang baru saja melahirkan.[3]

5. Mencegah penyakit menular seksual

sunting

Hubungan seksual tidak terlepas dari risiko terjadinya penyakit menular seksual seperti sifilis, gonore, hingga HIV/AIDS. Namun, hal tersebut dapat dicegah dengan penggunaan alat kontrasepsi, seperti kondom.[3]

6. Membentuk keluarga yang berkualitas

sunting

Merencanakan kehamilan dan jumlah anak bukan hanya menyoal masalah waktu, tetapi juga soal ekonomi, pendidikan anak, dan pola asuh. Semua hal yang direncanakan dengan baik akan berbuah baik juga.[3]

Prosedur KB

sunting

Program KB memiliki beberapa metode seperti penggunaan pil kontrasepsi oral, implan, suntik, spiral, kondom, dan sebagainya. Masing-masing metode tersebut memiliki prosedur dan efektivitas yang berbeda dalam mengendalikan kehamilan atau mencegah kehamilan yang tidak kamu inginkan. Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai prosedur KB.[4]

1. Kontrasepsi alami

sunting

Metode ini dapat dilakukan dengan cara menghitung masa subur wanita secara manual melalui perhitungan siklus menstruasi. Selain itu, cara ini juga dapat dilakukan dengan memeriksa suhu tubuh, perubahan pada cairan vagina, serta menghitung menggunakan kalender kesuburan.[4]

2. Pil KB

sunting

Pil KB adalah salah satu metode kontrasepsi yang paling umum digunakan oleh banyak orang. Kontrasepsi ini mengandung hormon estrogen dan progesteron yang berperan dalam mencegah terjadinya ovulasi. Terdapat dua jenis pil KB, yakni pil kombinasi yang mengandung kedua hormon tersebut, dan pil yang hanya mengandung progesteron.[4]

3. Kondom pria

sunting

Alat ini dapat dipakai pria untuk menghalangi sperma memasuki vagina saat berhubungan seksual. Selain mencegah kehamilan, penggunaan kondom pria juga berguna untuk mencegah penularan penyakit infeksi menular seksual (IMS). Namun, perlu diingat bahwa kondom ini hanya dapat digunakan sekali pakai.[4]

4. Suntik

sunting

Ada dua varian dari suntikan kontrasepsi, yaitu yang bertahan selama tiga bulan dan yang hanya bertahan selama satu bulan. Metode ini lebih efektif daripada mengonsumsi pil KB, tetapi memiliki potensi efek samping yang lebih besar dibandingkan dengan jenis kontrasepsi lainnya.[4]

5. Implan

sunting

Alat kontrasepsi ini berbentuk dan berukuran mirip dengan batang korek api, dimasukkan di bawah kulit, biasanya di bagian atas lengan. Implan KB atau susuk KB melepaskan hormon progestin secara perlahan dan dapat mencegah kehamilan selama tiga tahun. Namun, alat KB ini dapat menyebabkan efek samping seperti menstruasi tidak teratur, pembengkakan, dan memar di area tempat pemasangan, serta tidak efektif dalam mencegah penularan IMS.[4]

6. IUD

sunting

IUD (intrauterine device) memiliki bentuk seperti huruf T. Alat ini digunakan untuk ditempatkan di rahim guna mencegah sperma mencapai sel telur. IUD umumnya terbagi menjadi dua jenis utama: yang terbuat dari tembaga, seperti ParaGard, yang dapat bertahan hingga 10 tahun; dan yang mengandung hormon, seperti Mirena, yang perlu diperbarui setiap lima tahun.[4]

7. Kondom wanita

sunting

Kondom wanita adalah perangkat plastik yang digunakan untuk melapisi vagina. Pada bagian ujung alat ini terdapat cincin plastik yang membantu menyesuaikan posisi alat kelamin pria selama berhubungan intim.[4]

Efek samping

sunting

Suntik

sunting

Setiap metode alat kontrasepsi memiliki efek samping, khususnya alat kontrasepsi hormonal seperti KB suntik. Alat kontrasepsi suntik umumnya memiliki efek samping sebagai berikut.

1. Perubahan siklus menstruasi

sunting

Suntik KB dapat mengakibatkan perubahan siklus menstruasi, baik menjadi lebih pendek maupun lebih panjang. Pada saat pemakaian pertama kali, perempuan akan mengalami menstruansi berkepanjangan, flek (spotting), kemudian jarang atau berhentinya haid. Pada kasus ini, 40 persen wanita berhenti haid setelah satu tahun pemakaian KB suntik. Perlu diingat bahwa efek samping tersebut termasuk ke dalam efek samping yang tidak berbahaya sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Berhentinya menstruasi tidak berarti darah kotor menstruasi jadi menumpuk. Hal ini disebabkan karena kontrasepsi hormonal menekan penebalan dinding rahim yang biasanya luruh dalam bentuk darah haid sehingga tidak ada darah yang harus diluruhkan.[5]

2. Berat badan naik

sunting

Kemudian, suntik KB dapat menyebabkan kenaikan berat badan sekitar 1-2 kg per tahun. Efek samping ini disebabkan oleh hormon progesteron pada suntik KB yang dapat meningkatkan nafsu makan dengan cara memengaruhi pusat pengendali nafsu makan pada hipotalamus.[5]

3. Tidak dapat langsung hamil setelah suntik berhenti

sunting

Suntik KB dapat menyebabkan seorang wanita tidak dapat langsung hamil setelah berhenti pemakaian. Berbeda dengan IUD, implan, maupun pil KB, pengguna suntik KB harus sedikit bersabar saat merencanakan kehamilan kembali. Hal itu disebabkan karena setelah berhenti memakai alat kontrasepsi suntik, kesuburan batu akan kembali sekitar 10 bulan setelahnya atau bisa juga lebih cepat. Pengguna tidak dapat memperkirakan berapa lama kesuburan akan kembali karena efek KB pada setiap orang berbeda-beda.[5]

4. Penurunan gairah seksual

sunting

Efek selanjutnya adalah penurunan gairah seksual. Hal ini disebabkan karena suntik KB dapat membuat vagina menjadi lebih kering. Salah satu cara kerja hormon progesteron adalah mengentalkan lendir pada vagina. Di samping itu, suntikan progestin juga dapat mengubah makanan sumber karbohidrat menjadi lemak yang sukar bereaksi terhadap air. Dengan kata lain, makin banyak kadar lemak pada tubuh, maka kadar air justru menjadi lebih sedikit. Hal itulah yang membuat vagina menjadi lebih kering sehingga wanita akan merasa sakit saat berhubungan seksual. Efek samping ini akan berakibat pada penurunan gairah seksual. Namun, efek samping ini dapat disiasati dengan melakukan foreplay yang lebih lama atau memakai pelumas.[5]

5. Sakit kepala, nyeri payudara, dan perubahan suasana hati

sunting

Suntik KB juga dapat menimbulkan sakit kepala, nyeri payudara, hingga perubahan suasana hati karena adanya perubahan hormonal yang diakibatkan oleh masuknya progestin ke dalam tubuh. Untuk mengurangi efek samping ini, pengguna dapat mengonsumsi parasetamol. Jika tidak sembuh, pengguna dapat segera berkonsultasi pada dokter.[5]

6. Berkurangnya kepadatan tulang

sunting

Penggunaan alat suntik KB dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya penipisan tulang. Hal ini disebabkan karena gejala awal osteoporosis memang lebih rentan menimpa wanita. Kendati demikian, efek samping ini tidak akan berisiko pada patah tulang.[5]

7. Timbul jerawat

sunting

Terakhir, perubahan hormon karena suntik KB juga dapat menyebabkan berbagai masalah pada kulit, salah satunya timbulnya jerawat. Hal ini disebabkan karena hormon progesteron dapat menyebabkan sekresi pada kelenjar minyak dan lemak pada wajah secara berlebihan sehingga berpotensi menimbulkan jerawat.[5]

Pil KB

sunting

Selain suntik KB, pil KB juga dapat memiliki beberapa efek samping sebagai berikut.

1. Mual

sunting

Pil KB dapat mengakibatkan mual. Meskipun dalam hal ini, pil KB menjadi salah satu pilihan paling aman dan efektif untuk mencegah kehamilan. Selain itu, jenis kontrasepsi ini juga mudah dikonsumsi dan didapatkan.[6]

2. Sakit kepala

sunting

Efek samping pil KB selanjutnya adalah rasa sakit kepala. Efek samping ini biasanya hanya terasa beberapa hari sekali. Efek samping ini dapat diatasi dengan obat pereda nyeri seperti parasetamol.[6]

3. Nyeri payudara

sunting

Mengonsumsi pil KB juga dapat menyebabkan nyeri payudara. Efek samping ini biasanya hanya berlangsung sementara dan akan hilang dalam waktu beberapa bulan. Namun, efek samping ini biasanya akan makin terasa saat mendekati waktu menstruasi.[6]

4. Perdarahan di luar masa haid

sunting

Kemudian, pengguna pil KB dapat mengalami efek samping berupa perdarahan di luar masa haid. Efek samping ini dapat dicegah dengan mengonsumsi pil KB pada waktu yang sama setiap harinya.[6]

5. Kenaikan berat badan

sunting

Sama halnya dengan suntik KB, pil KB juga dapat berdampak pada kenaikan berat badan. Efek samping ini akan muncul jika pil KB mengandung estrogen dengan kadar yang tinggi sehingga membuat nafsu makan meningkat dan memicu penimbunan cairan di dalam tubuh.[6]

6. Gairah seks yang menurun

sunting

Lalu, penggunaan pil KB juga dapat menyebabkan gairah seks menurun. Hal itu terjadi karena kandungan hormon estrogen dan progestin dalam pil KB membuat hormon testosteron menurun, sehingga gairah seks wanita menjadi turun.[6]

7. Perubahan suasana hati yang terjadi secara mendadak

sunting

Terakhir, perubahan hormon akibat pil KB juga dapat berpengaruh pada suasana hati.[6]

Kelompok Wanita yang Sebaiknya Menghindari Pil KB

sunting

Mengonsumsi pil KB dapat dibilang praktis karena pengguna dapat melakukan sendiri di rumah. Akan tetapi, ada beberapa pengguna yang dianjurkan untuk tidak menggunakan pil KB, di antaranya yaitu:

  1. Berusia lebih dari 35 tahun
  2. Memiliki riwayat tekanan darah tinggi
  3. Menderita serangan migrain yang parah
  4. Menderita diabetes dengan komplikasi atau telah menderita diabetes lebih dari 20 tahun
  5. Memiliki berat badan berlebih (overweight) dengan indeks massa tubuh di atas 35
  6. Merokok atau baru saja berhenti merokok selama 1 tahun
  7. Memiliki riwayat penggumpalan darah atau memiliki anggota keluarga yang mengalami penggumpalan darah pada usia kurang dari 45 tahun
  8. Menderita kanker payudara.[6]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Perpustakaan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2023). Keluarga Berencana (PDF). Jakarta: Perpustakaan Kementerian Kesehatan RI. 
  2. ^ a b c d e f Fandy. "Sejarah Program KB di Indonesia". Gramedia. Diakses tanggal 2024-03-23. 
  3. ^ a b c d e f g "Kenali Tujuan dan Manfaat Program Keluarga Berencana". Alodokter. 2020-10-12. Diakses tanggal 2024-03-23. 
  4. ^ a b c d e f g h Halodoc. "KB (Keluarga Berencana) - Tujuan, Manfaat, dan Prosedur". halodoc. Diakses tanggal 2024-03-23. 
  5. ^ a b c d e f g Halodoc, Redaksi. "Ketahui 7 Efek Samping Melakukan Suntik KB dan Cara Mengatasinya". halodoc. Diakses tanggal 2024-03-23. 
  6. ^ a b c d e f g h Halodoc, Redaksi. "7 Efek Samping Memakai Pil KB yang Perlu Dipahami". halodoc. Diakses tanggal 2024-03-23. 

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting