Muhammad Dimyathi

Ulama
Revisi sejak 29 Agustus 2024 22.06 oleh Ustad abu naum (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Abuya KH. Muhammad Dimyathi bin Syeikh Muhammad Amin Al-Bantani (bahasa Arab: أبويا كياهى الحاج محمد دمياطى بن الشيخ محمد أمين البنتني), atau yang lebih dikenal dengan Abuya Dimyathi (7 Februari 1926 – 3 Oktober 2003) adalah seorang ulama asal Banten.[1] Beliau merupakan ayah dari Abuya KH. Ahmad Muhtadi Dimyathi (أبويا كياهى الحاج أحمد مهتدى دمياطى).[2] Beliau (Abuya Dimyathi) juga merupakan guru dari Abuya KH. Uci Turthusi (Cilongok - Pasar Kemis - Tangerang).

Muhammad Dimyathi
Abuya
NamaMuhammad Dimyathi
Nasabbin Muhammad Amin
NisbahAl-Bantani
LahirMuhammad Dimyathi
7 Februari 1926
Kalahang, Cadasari, Pandeglang, Banten, Hindia Belanda
Meninggal3 Oktober 2003(2003-10-03) (umur 77)
Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten, Indonesia
Nama lainAbuya Dimyathi Cidahu
Abuya Dimyathi Cadasari
Mbah Dim
KebangsaanIndonesia
EtnisSunda Banten
JabatanUlama, Mursyid Thoriqoh Syadziliyyah
FirkahSunni
Mazhab FikihSyafi'i
Murid dariAbuya Abdul Halim
Abuya Muqri Abdul Hamid
Mama Bakri Sempur
Mbah Dalhar
Mbah Nawawi Jejeran Jogja
Mbah Khozin Bendo Pare
Mbah Baidlowi Lasem
Mbah Ruqyat Kaliwungu dan lain-lainnya.
Mempengaruhi
IstriHj. Asmah (Istri Pertama) Hj. Dallalah (Istri Kedua)
KeturunanAhmad Muhtadi (Abah Muh)

Muhammad Murtadho (Abah Mur)

Abdul Aziz Fakhruddin (Abah Ade)

Ahmad Muntaqo (Abah Mun)

Ahmad Muqotil (Abah Aceng)

Ahmad Mujtaba (Abah Taba)
Orang tuaKH. Muhammad Amin (ayah)
Hj. Ruqoyyah (ibu)

Kehidupan awal

sunting

Abuya Dimyathi lahir di Banten. Beliau merupakan putra dari pasangan KH. Muhammad Amin dan Hj. Ruqayyah.[3]

Masa pendidikan

sunting

Sejak kecil Abuya Dimyathi sudah menampakan kecerdasan dan keshalihannya. Beliau belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya, menjelajah tanah Jawa hingga ke pulau Lombok untuk menuntut ilmu.

Kehidupan pribadi

sunting

Abuya Dimyathi menikah dengan Hj. Asma. Buah hati dari pernikahannya, Beliau dikaruniai beberapa anak. Diantaranya Abuya Ahmad Muhtadi.[4]

Mendirikan pesantren

sunting

Abuya Dimyathi merintis pesantren di Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten sekitar tahun 1965, dan telah banyak melahirkan ulama-ulama ternama seperti Habib Hasan bin Ja'far Assegaf yang sekarang memimpin Majelis Nurul Musthofa di Jakarta dan (alm) Abuya Uci Turtusi yang memimpin Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyah di Cilongok Sukamantri, Pasar Kemis, Tangerang yang wafat pada tahun 2021.

Dalam perilaku sehari-hari beliau tampak tawadhu, zuhud dan ikhlas. Banyak dari beberapa pihak maupun wartawan yang coba untuk mempublikasikan kegiatannya dipesantren selalu ditolak dengan halus oleh Abuya Dimyathi, begitu pun ketika beliau diberi sumbangan oleh para pejabat selalu ditolak dan dikembalikan sumbangan tersebut. Hal ini pernah menimpa Siti Hardijanti Rukmana yang memberi sumbangan sebesar 1 milyar. Tetapi oleh Abuya Dimyathi ditolak.

Kontroversi

sunting

Abuya Dimyathi dikenal sebagai salah satu orang yang sangat teguh pendiriannya.[5] Sampai-sampai karena keteguhannya ini,[yang mana?][kenetralan diragukan] Ia pernah dipenjara pada zaman Orde Baru. Pada tahun 1977 Abuya Dimyathi sempat difitnah dan dimasukkan ke dalam penjara.[5] Hal ini disebabkan Abuya Dimyathi sangat berbeda prinsip[yang mana?][diragukan] dengan pemerintah ketika terjadi pemilu di tahun tersebut. Abuya Dimyathi dituduh menghasut dan anti pemerintah. Abuya Dimyathi pun dijatuhi vonis selama 6 bulan. Namun 4 bulan kemudian beliau keluar dari penjara.[5]

Karya-karya

sunting

Beberapa kitab yang dikarang oleh Abuya Dimyathi. Diantaranya adalah:[6]

  1. Kitab Minhajul Ishthifa. Kitab ini isinya menguraikan tentang Hidzib Nashr dan Hidzib Ikhfa. Dikarang pada bulan Rajab 1379 H/1959 M.
  2. Kitab Aslul Qodr. Yang didalamnya khususiyat sahabat saat perang Badr.
  3. Kitab Roshnul Qodr. Isinya menguraikan tentang Hidzib Nasr. Rochbul Qoir I dan II yang juga sama isinya yaitu menguraikan tentang Hidzib Nasr.
  4. Kitab Bahjatul Qooalaid. Nadzam Tijanud Darori.
  5. Kitab Al-Hadiyyatul Jalaliyyah didalamnya membahas tentang tarekat Syadziliyyah.

Abuya Dimyathi meninggal dunia pada 3 Oktober 2003 pukul 03.00 wib di Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten.[7]

Referensi

sunting

Catatan Kaki

sunting
  1. ^ Alawi, Abdullah (2019-10-31). "Mengenal Ulama Kharismatik Banten Abuya Dimyati". nu.or.id. Diakses tanggal 2022-12-14. 
  2. ^ DIA, Yayasan (2019-03-14). "Biografi KH. Muhammad Dimyati al-Bantani (Abuya Dimyati)". Biografi KH. Muhammad Dimyati al-Bantani (Abuya Dimyati) (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-12-14. 
  3. ^ Agu 2; Jelajah, 2021 | (2021-08-02). "MBAH DIMYATI BIN MUHAMMAD AMIN AL BANTANI, KESEDERHAAN BERSAHAJA DENGAN SUASANA KEILMUAN". Sidogiri Media Online. Diakses tanggal 2022-12-14. 
  4. ^ Jayasantika, Yadi. "Ada Ulama Banten Dampingi Kapolri, Abuya Muhtadi Bersama Habib Luthfi bin Yahya Gelorakan Semangat Persatuan - Kabar Banten". kabarbanten.pikiran-rakyat.com. Diakses tanggal 2022-12-14. 
  5. ^ a b c Nugraha, Dindin (24 Januari 2017). "Biografi KH Muhammad Dimyati (Mbah Dim) Pandeglang Banten". NU Online Jawa Barat (dalam bahasa (Indonesia)). Diakses tanggal 14 Desember 2022. 
  6. ^ Roji, Fathur (2020-04-16). "Abuya Dimyati, Ulama Kharismatik yang Waktunya untuk Ilmu dan Dakwah". Gontornews (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-12-14. 
  7. ^ "KH Dimyati Banten Meninggal Dunia". nu.or.id. Diakses tanggal 2022-12-14.