Pengelolaan produk

Revisi sejak 6 September 2024 14.11 oleh RizvanuSN (bicara | kontrib) (Saya menambahkan penjelasan tentang kemampuan yang diperlukan produk digital)

Produk merujuk pada hasil dari proses produksi yang dirancang untuk menawarkan nilai atau manfaat tertentu kepada konsumen atau end user. Produk ini dapat berupa barang fisik atau layanan non fisik, seperti perangkat lunak atau pengalaman yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik di pasar yang dituju.

Masalah atau tantangan dalam kehidupan sehari-hari merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman masyarakat. Setiap individu atau kelompok sering kali dihadapkan pada kesulitan yang membutuhkan solusi efektif. Oleh karena itu, produk atau layanan diciptakan dengan tujuan untuk memberikan jawaban atas masalah-masalah tersebut. Produk ini dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan segmen masyarakat yang paling merasakan dampak dari tantangan tersebut. Segmen ini, yang terdiri dari individu-individu yang mengalami masalah serupa, menjadi target pasar utama atau calon konsumen. Dengan memahami masalah yang mereka hadapi, produk dapat menawarkan solusi yang relevan dan bermanfaat, sehingga tidak hanya memenuhi kebutuhan tetapi juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Untuk menciptakan produk yang sukses, penting untuk berada di persimpangan antara tiga elemen: pengalaman pengguna (UX), kelayakan teknis, dan kelayakan bisnis.

Whole Product Concept

Whole Product Concept merupakan sebuah teori yang dipopularkan oleh Geoffrey Moore melalui bukunya yang berjudul Crossing the Chasm pada tahun 1991. Moore memperkenalkan sebuah ide bahwa untuk berhasil di pasar mainstream, perusahaan harus mampu menawarkan bukan hanya produk inti yang mereka punya, tetapi juga "whole product" yang mencakup semua barang, layanan, dan dukungan pelengkap yang diperlukan untuk memenuhi semua kebutuhan pelanggan.

Dalam teori produk, terdapat konsep yang bernama whole product yang menjelaskan bahwa suatu produk utuh terdiri dari empat lapisan: generic product, expected product, augmented product, dan potential product. Konsep ini membantu mengatasi marketing gap yang sering dijumpai dengan menyediakan nilai tambah dengan memenuhi ekspektasi pelanggan dan menyediakan layanan tambahan.

  • Generic Product Generic product merupakan inti dari produk, yaitu produk dasar yang tanpa tambahan fitur khusus atau layanan tambahan. Produk ini hanya menawarkan fungsi utama yang dibutuhkan oleh konsumen dan sering kali menjadi titik awal dalam pengembangan produk lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah.
  • Expected Product Expected product merujuk pada aspek-aspek minimum dari suatu produk yang diharapkan oleh pelanggan. Ini mencakup fitur, manfaat, atau karakteristik dasar yang secara umum dianggap standar atau wajib untuk dipenuhi oleh produk tersebut. Contohnya dalam konteks hotel, produk yang diharapkan mungkin termasuk seprai bersih, handuk segar, akses Wi-Fi, dan kamar mandi yang bersih.
  • Augmented Product Augmented product merupakan produk yang dikembangkan untuk memaksimalkan peluang mencapai tujuan pembelian (value proposition product). Contoh augmented product adalah sebuah platform, seperti application store) untuk generic product berupa aplikasi mobile.
  • Potential Product Potential product merupakan ruang improvisasi produk untuk masa depan.

Pengelolaan produk adalah proses bisnis yang mencakup perencanaan, pengembangan, peluncuran, dan pengoperasian suatu produk atau layanan. Proses bisnis ini meliputi seluruh siklus hidup dari suatu produk, mulai dari pencetusan ide produk atau layanan, pengembangannya hingga tahapan pemasaran. Pengelola produk atau layanan adalah peran yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa suatu produk atau layanan memenuhi kebutuhan pasar yang disasar dan juga berkontribusi terhadap strategi bisnis, serta bertanggung jawab untuk mengelola satu atau beberapa produk/layanan di setiap tahap siklus hidup produk. Pengelolaan produk perangkat lunak adalah salah satu cabang pengelolaan produk yang mengadaptasi dasar-dasar manajemen produk untuk produk-produk digital.

Pengelola produk bertanggung jawab untuk mengelola lini produk perusahaan dalam kesehariannya. Oleh karena itu, pengelola produk berperan penting dalam mendorong pertumbuhan perusahaan, margin perusahaan, dan pendapatan perusahaan. Pengelola produk bertanggung jawab atas kasus bisnis, pembuatan konsep, perencanaan, pengembangan produk, pemasaran produk, dan pengiriman produk ke pasar sasaran. Bergantung pada ukuran perusahaan, industri perusahaan, dan sejarah perusahaan, pengelolaan produk memiliki berbagai fungsi dan peran. Seringkali, pengelola produk juga memiliki tanggung jawab terkait laporan laba rugi (atau laba rugi) sebagai metrik utama untuk mengevaluasi kinerja pengelola produk. Pengelolaan produk memerlukan pendekatan yang terstruktur dan integrasi antara berbagai tim, seperti pemasaran, pengembangan, dan layanan pelanggan, untuk memastikan kesuksesan produk di pasar.

Pengelolaan produk juga memerlukan keterampilan komunikasi yang baik, kemampuan analisis pasar yang mendalam, serta pemahaman yang kuat tentang kebutuhan pelanggan. Pengelola produk harus mampu berkolaborasi dengan berbagai departemen, termasuk development, marketing, sales, dan customer service untuk memastikan bahwa produk dapat diluncurkan secara efektif dan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan pasar yang dinamis. Selain itu, pengelola produk harus tetap mengikuti tren industri dan teknologi terbaru agar dapat membuat keputusan yang tepat dalam pengembangan dan peningkatan produk.

Sejarah pengelolaan produk dimulai dengan konsep "Brand Men" yang diperkenalkan oleh Neil McElroy di Procter & Gamble pada tahun 1931, menekankan pentingnya kolaborasi antara tim pemasaran dan pengembangan produk serta tanggung jawab penuh atas merek individu. Pendekatan ini kemudian diadopsi oleh perusahaan teknologi seperti Hewlett-Packard, yang menempatkan manajer produk sebagai suara pengguna dalam proses pengembangan​. Pada sekitar tahun 80-an, beberapa perusahaan seperti Intuit dan Microsoft juga mengadopsi pendekatan yang serupa, yaitu dengan menggunakan product manager untuk memahami kebutuhan pengguna secara langsung. Peran product manager di sini menjadi semakin penting dalam menjembatani antara pengguna dan tim pengembangan produk, memastikan bahwa kebutuhan pengguna diterjemahkan dengan tepat ke dalam fitur-fitur yang dikembangkan. Masuk ke awal abad ke-21, pengelolaan produk digital menjadi lebih strategis dengan mengadopsi metode Agile, yang memungkinkan tim untuk bekerja secara iteratif dan responsif terhadap umpan balik pengguna. Pelatihan khusus di perusahaan besar semacam Google semakin menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam terhadap konsumen dan pengembangan produk berbasis data, yang memungkinkan produk berkembang sesuai kebutuhan pasar yang dinamis.

Pengelolaan produk digital memiliki framework sebagai acuan pengembangan yang terdiri dari dua kategori yaitu Product Management Process Groups dan Organization Operating Model. Product Management Process Groups terdiri dari product strategy, planning, development, marketing, dan support yang mencakup proses pengembangan produk, berbeda halnya dengan Organization Operating Model yang hanya mencakup product leadership.

Segmentasi pelanggan berperan penting dalam keberhasilan produk dalam hal memastikan bahwa proposisi nilai yang dirancang tidak hanya relevan, tetapi juga spesifik dan terarah untuk memenuhi kebutuhan unik dari setiap segmen pasar yang ditargetkan. Dengan membagi pasar menjadi segmen-segmen yang lebih homogen, perusahaan dapat mengembangkan produk yang lebih sesuai dengan preferensi, perilaku, dan karakteristik dari setiap segmen. Teori ini menggarisbawahi bahwa segmentasi pasar tidak hanya membantu dalam menciptakan proposisi nilai yang lebih relevan, tetapi juga dalam mengoptimalkan sumber daya perusahaan dengan mengarahkan upaya pemasaran dan pengembangan produk secara lebih efisien. Dalam konteks ini, product-market fit menjadi faktor krusial untuk memastikan bahwa produk yang ditawarkan benar-benar memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan memanfaatkan data pelanggan dan analisis pasar secara mendalam, perusahaan dapat menyesuaikan produk yang ditawarkan dengan segmen yang tepat sehingga meningkatkan engagement dan mendapatkan competitive advantage untuk pertumbuhan keuntungan yang lebih stabil dan berkelanjutan.

Pengelolaan produk digital yang dikembangkan dengan konteks relevansi terhadap kebutuhan pasar yang tersegmentasi memerlukan kemampuan untuk melihat peluang sebuah produk dalam menyelesaikan kebutuhan pasar, khususnya pasar yang sudah disegmentasi berdasarkan kebutuhan pelanggan pada pasar yang beragam. Kemampuan ini pun dikembangkan dari melihat dan menganalisis secara akurat atas masalah-masalah pelanggan pada pasar dimana hal ini memerlukan pemikiran pada lingkup Problem Space pelanggan pada pasar tersebut dan merumuskan penemuan pada Problem Space secara komprehensif lalu memutuskan apakah produk sudah cukup feasible untuk menjadi solusi atas masalah customer. Pola pikir dari pengembangan produk digital kemudian berlanjut setelah merumuskan secara akurat masalah-masalah dan needs customer pada lingkup pikiran Problem Space, berpindah ke Solution Space dimana berbagai solusi mulai dikembangkan dan dievaluasi. Di tahap Solution Space ini, fokus utamanya adalah merancang, menguji, dan menyempurnakan solusi yang paling efektif untuk menjawab needs customer yang ada, serta memastikan bahwa solusi tersebut tidak hanya relevan tetapi juga memiliki nilai tambah yang signifikan terhadap customer tersebut.

Pembeda produk digital dengan produk lainnya terletak pada fungsi dan susunan infrastruktur di dalamnya. Oleh sebab itu, banyak perusahaan yang mulai menerapkan digitalisasi dan menggunakan produk digital dalam pengelolaan internal dan kinerja. Hal tersebut dilakukan demi mempermudah pencapaian tujuan dan visi misi perusahaan.

Dalam mengelola produk digital, penerapan pendekatan Agile menjadi kunci untuk mendorong kinerja tim sehingga dapat dengan cepat beradaptasi dan memodifikasi produk sesuai dengan dinamika pasar yang terus berubah. Secara definisi, Agile merupakan cara kerja dalam pengelolaan produk yang menekankan pada tingkat fleksibilitas, kolaborasi, dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan. Dengan jenis pendekatan ini, perusahaan dapat mengurangi risiko pengelolaan produk yang tidak sesuai dengan dinamika pasar, karena dalam pengelolaan produk akan memberikan kesempatan kepada pengguna untuk memvalidasi dan memberikan feedback terhadap produk.

Siklus Hidup Produk Digital

Dalam konteks Siklus Hidup Produk Digital (Digital Product Lifecycle), terdapat dua versi yang berbeda: satu yang berfokus pada siklus hidup produk dari sisi pasar, dan satu lagi yang berfokus pada iterasi pengembangan produk. Siklus Hidup Produk Digital secara garis besar menggambarkan bagaimana perjalanan sebuah produk dari mulai pengenalan hingga penurunan produk di pasar. Siklus ini  mempunyai empat fase, yaitu fase market development, market growth, market maturity, dan market decline. Pada fase market development, produk baru akan dikenalkan ke pasar sebelum adanya permintaan (demand) akan produk tersebut dan bahkan belum sepenuhnya teruji secara teknis. Pada fase ini, penjualan dari produk akan cenderung lambat dan akan berkembang secara bertahap yang dikarenakan produk baru digunakan oleh early adopters dan konsumen-konsumen lainnya yang ingin mengetahui kegunaan produk secara lebih lanjut . Seiring dengan berjalannya waktu, produk akan mulai dikenal dan diminati sehingga menciptakan pasar yang besar serta penjualan yang meningkat. Hal ini menandakan bahwa produk sudah masuk ke dalam fase kedua, yaitu fase market growth atau bisa dibilang sebagai takeoff stage. Pada tahap ini, product manager memiliki fokus untuk mengadaptasi dan menyesuaikan produk mereka dengan masukan-masukan yang mereka dapat dari pelanggan dan pasar.

Pada fase market growth, produk mulai dikenal secara luas oleh konsumen sehingga permintaan pasar dapat meningkat pesat. Pada tahap ini, product manager memiliki fokus untuk mengoptimalisasi pertumbuhan produk mereka dengan tujuan untuk tetap kompetitif dan menjangkau lebih banyak pelanggan.

Setelah itu, produk akan memasuki fase market maturity yang membuat perkembangan produk sering kali mengalami stagnasi dalam inovasi. Pada fase ini, penjualan produk cenderung melambat hingga mengalami penurunan yang membuat banyak perusahaan menggunakan strategi rebranding. Pada fase market maturity ini, selain mengalami stagnasi dalam inovasi, biaya produksi produk menurun seiring dengan meningkatnya volume produksi, dan adanya efek kurva pengalaman, keuntungan juga cenderung berkurang karena peningkatan biaya untuk mendapatkan pelanggan baru, serta persaingan yang semakin ketat di pasar.

Pada fase yang terakhir, yaitu fase market decline, penjualan produk sudah mulai mengalami penurunan secara signifikan yang diakibatkan oleh berbagai faktor, seperti peningkatan persaingan dari produk alternatif, munculnya produk baru yang lebih inovatif dan menggantikan produk lama, atau perubahan preferensi konsumen. Pada tahap ini, perusahaan harus melakukan analisis atas faktor-faktor penting suatu produk, seperti profitabilitas, posisi, dan potensi pengembangan dalam membuat keputusan untuk produk tersebut, seperti keputusan untuk menghentikan produk, menyesuaikan strategi pemasaran, atau melakukan inovasi untuk mempertahankan pasar dan relevansi produk tersebut. Dengan demikian, perusahaan harus tetap fleksibel dan adaptif dengan melakukan analisis pasar secara berkala, menentukan target konsumen yang tepat, serta menyesuaikan strategi bisnis agar mampu bertahan di tengah dinamika pasar yang terus berubah.

Jenis Siklus Hidup Produk Digital yang lainnya adalah fase pengembangan produk. Siklus ini bersifat iteratif dan dapat berulang seiring berkembangnya produk.

Fase pembangunan (build) merupakan tahap di mana perusahaan mulai fokus pada pengembangan produk berdasarkan solusi desain yang telah dirancang sebelumnya. Pada tahap ini, perusahaan biasanya memulai dengan pembuatan prototipe awal dari produk tersebut. Prototipe ini berfungsi sebagai versi uji coba yang digunakan untuk mengidentifikasi potensi masalah, mengumpulkan umpan balik, dan melakukan penyesuaian sebelum versi final dikembangkan dan diluncurkan.

Kerangka Pengelolaan Produk Digital

Terdapat 2 kerangka utama dalam pengelolaan produk digital. Kerangka pertama terdiri dari lima tahapan, yaitu Product Opportunity, Product Strategy, Product Planning, Product Development, dan Product Launch. Setiap tahap dilewati dengan Product Leadership untuk memastikan pengembangan produk dilakukan dengan berkolaborasi secara efektif. Kerangka pertama ini berfokus pada siklus hidup produk, dapat dilihat dari tahapannya yang mulai dari mengembangkan produk sesuai peluang yang muncul, dan diakhiri dengan peluncuran produk.

Kerangka kedua lebih menegaskan peran manajemen dan divisi organisasi. Kerangka ini dibagi menjadi dua elemen utama, yang pertama Product Management Process Groups dan yang kedua adalah Organizational Operating Model. Product Management Process Groups meliputi pekerjaan seperti membuat strategi, melakukan perencanaan, pengembangan, pemasaran, dan support. Sedangkan Organizational Operating Model fokus pada aspek kepemimpinan. Kerangka ini memastikan kolaborasi antar tim dan kepemimpinan berjalan selaras dengan strategi bisnis.

Atribut Esensial Produk

Tangible atau Intangible (Berwujud/Tidak Berwujud)

Produk dapat bersifat tangible (berwujud) atau intangible (tidak berwujud). Produk tangible adalah produk yang dapat disentuh, dilihat, dan keberadaannya dapat dirasakan, seperti barang fisik. Sementara produk intangible tidak memiliki bentuk fisik namun mampu memberikan layanan, seperti jasa.

Associated Attribute (Atribut Terasosiasi)

Sebuah produk terdiri dari berbagai fitur dan layanan pendamping. Atribut-atribut ini mencakup warna, kemasan, nama merek, aksesori, instalasi, petunjuk penggunaan, serta layanan purna jual. Keberadaan atribut-atribut ini membuat setiap produk memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan menjadi pembeda antar produk.

Exchange Value (Nilai Tukar)

Agar dapat disebut sebagai produk, suatu barang atau jasa harus memiliki nilai tukar, yakni kemampuan untuk dipertukarkan antara penjual dan pembeli pada harga yang dapat diterima kedua belah pihak.

Nilai tukar ini menjadi penting dalam proses transaksi di pasar. Nilai tukar biasa nya juga mencerminkan fungsionalitas dan manfaat dari suatu produk, yang kesesuaian nilainya akan diukur oleh konsumen. Hal lain yang mempengaruhi nilai tukar produk adalah persepsi merek, kelangkaan produk, dan kondisi ekonomi lingkungan. Penjual perlu menentukan nilai tukar yang sesuai untuk memastikan profitabilitas dan keterjangkauan harganya.

Satisfaction (Kepuasan)

Produk harus mampu memberikan kepuasan kepada pembeli, baik secara nyata maupun psikologis. Bagi pembeli, kepuasan ini bisa berupa fungsi dari produk yang sesuai dengan harapan atau keinginan mereka. Sementara itu, dari sudut pandang penjual, produk harus mampu menghasilkan keuntungan bisnis.