Cepogo, Boyolali

kecamatan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah
Revisi sejak 10 September 2024 02.51 oleh Amangkubumi (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Cepogo (bahasa Jawa: ꦕꦼꦥꦒ) adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia.

Cepogo
Lokasi Kecamatan Cepogo ing Kabupaten Boyolali
Peta lokasi Kecamatan Cepogo
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenBoyolali
Pemerintahan
 • CamatInsan Adi Asmono
Populasi
 • Total- jiwa
Kode Kemendagri33.09.03 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS3309030 Edit nilai pada Wikidata
Luas- km²
Kepadatan- jiwa/km²
Desa/kelurahan15
Peta
PetaKoordinat: 7°29′36″S 110°32′0″E / 7.49333°S 110.53333°E / -7.49333; 110.53333


Pemandangan di Cepogo.

Etimologi

sunting

Cepogo diyakini berasal dari kata “pogo” yang dalam bahasa jawa berarti “rak yang berada di dapur atau pawon”. Pogo sendiri digunakan sebagai tempat menyimpan perlengkapan dapur termasuk empon-empon (jamu atau bumbu masak), dan biji bijian seperti kopi, beras dan jagung. Penempatan pogo biasanya di atas luweng/tungku, sehingga sesuatu yang disimpan disana awet/tahan lama, tidak cepat menjamur/bertunas dan mudah ditemukan. Sedangkan kata “ce” awalan kata “pogo” diyakini dari kata akhiran “tje” (bahasa belanda) seperti: laci – dari kata de lade disingkat menjadi de la kemudian diberi akhiran –tje menjadi het laatje dan masuk ke telinga Indonesia menjadi ’laci’. Ejaan “tj” pada tjepogo tersebut kemudian berubah menjadi “c” cepogo, seiring dengan ejaan yang disempurnakan.

Potensi

sunting

Dalam Führer auf Java: Ein Handbuch für Reisende. atau “Panduan Ke Jawa: Buku Pegangan Untuk Wisatawan”, Berbahasa Jerman yang terbit tahun 1942, tertulis bahwa terdapat perkebunan kopi dan chioa (biji telasih) di Sukabumi (Tjepogo).

Budaya

sunting

Cepogo (tje-pogo, rak penyimpan di pawon) dan Tumang (ganjel luweng/pawon/tempat pembakaran) yang keduanya berada di dapur, adalah peristilahan segaris yang lekat sejak zaman belanda dan jawa kuno. Istilah “Tumang” sendiri diyakini masyarakat setempat sudah ada sejak abad kesembilan atau masa mataram hindu dan masih banyak meninggalkan tradisi sampai sekarang. “Nyadran” atau tradisi sadranan sampai saat ini masih terjaga dan terus berlangsung. Bagi masyarakat Cepogo, tradisi ini memiliki kedudukan yang penting layaknya lebaran, warga perantauan yang menyempatkan untuk pulang kampung ketika tradisi ini digelar. Tradisi ini diawali dipagi buta, ratusan warga setempat mulai mempersiapkan diri untuk berziarah ke makam dengan membawa tenong (penyimpan makanan) dari anyaman bambu. Ratusan tenong milik warga berjejer rapi di depan sesepuh desa, ulama dan warga, ber-dzikir dan tahlil bersama kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Seusai berdoa, dilanjutkan makan bersama, dan setiap orang dipersilakan untuk mengambil makanan yang tersedia di tenong. Setelahnya, warga menggelar “Open House”, membuka pintu untuk umum bersilaturahim dan menikmati jamuan makan dengan hidangan lokal. Ada sebagian kepercayaan warga, jika tenong mereka habis disantap warga, juga semakin banyak tamu yang datang dan menyantap makanan mereka, maka rejeki pada tahun depan akan semakin lancar dan berkah. Tradisi bersilaturahim ini bukan hanya dihadiri oleh warga setempat, tapi banyak yang dari sekitar desa dan sekitar kecamatan bahkan luar kabupaten hadir untuk “Nyadran di Cepogo”.

Kecamatan Cepogo, sampai hari ini masih menjadi tempat suburnya bungan selasih (telasih) rempah sekaligus penyegar lengkap dengan tradisi nyadran-nya. Disamping itu Tumang semakin mendunia dengan kerajinan tembaga yang menembus ekspor ke berbagai negara. Demikian pula ternak sapi dan susu, Cepogo adalah salah satu penyumbang produksi daging dan susu terbesar di Boyolali, tak heran kolonjono menjadi pager ayu sepanjang jalan dan tegalan. Tak lupa sayur dan tembakau juga menjadi mata pencaharian warga setempat. Berbagai industri juga sedang tumbuh, selaras cepogo yang terus berbenah dengan pembangunan pasar dan pasar hewan, stadion sepak bola, workshop tembaga, serta jalan belanda. Sebagaimana yang lain, anggaran desa se Kecamatan Cepogo diarahkan untuk kesejahteraan masyarakatnya. Kebhinekaan selalu ada, kerukunan terus dijaga. Cepogo terus maju, menjunjung nilai agama dan keberagaman, “Sembur-sembur adus, siram-siram bayem”, biså linalaksanan amargå olèh pandongane wong akèh, gemah ripah loh jinawi tåtå têntrêm kêrtå raharjå.

Desa/kelurahan

sunting

Pada tahun 2021, wilayah Kecamatan Cepogo terdiri dari 15 desa/kelurahan berikut:[1]

Kondisi topografi

sunting

Secara umum Kecamatan Cepogo merupakan perbukitan bergelombang dengan relief halus hingga sedang. Kemiringan lereng bervariasi dari 0 % sampai dengan lebih dari 70 %. Geomorfologi Kecamatan Cepogo merupakan perbukitan bergelombang berelief halus hingga kasar antara 400 hingga 1.400 meter di atas permukaan laut, yang terbagi menjadi 2 satuan geomorfologi, yaitu perbukitan berelief halus-datar (menempati wilayah bagian timur dan memanjang ke arah tenggara) dan perbukitan berelief sedang (menempati bagian tengah hingga barat daya dan barat laut).

Geologi

sunting

Geologi Kecamatan Cepogo termasuk dalam lembaran peta geologi lembar Magelang dan Semarang, lembar Yogyakarta dan lembar Surakarta-Giritontro dengan skala 1:100.000 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (Puslitbang Geologi) Bandung tahun 1996.

Batas wilayah

sunting

Kecamatan Cepogo batas-batas wilayah sebagai berikut.

Utara Kecamatan Gladagsari dan Kecamatan Ampel
Timur laut Kecamatan Ampel
Timur Kecamatan Boyolali
Tenggara Kecamatan Musuk
Selatan Kecamatan Musuk
Barat daya Kecamatan Musuk
Barat Kecamatan Selo
Barat laut Kecamatan Gladagsari

Referensi

sunting
  1. ^ Basuki, A. C., dkk. (September 2022). Kecamatan Cepogo dalam Angka 2022. Boyolali: Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali. hlm. 4.