Pulau Sumba
Pulau Sumba adalah sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Luas wilayahnya 10.710 km², dan titik tertingginya Gunung Wanggameti (1.225 m). Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah barat laut, Flores di timur laut, Timor di timur, dan Australia di selatan dan tenggara. Selat Sumba terletak di utara pulau ini. Di bagian timur terletak Laut Sawu serta Samudra Hindia terletak di sebelah selatan dan barat.
Geografi | |
---|---|
Lokasi | Asia Tenggara |
Koordinat | 9°40′S 120°00′E / 9.667°S 120.000°E |
Kepulauan | Kepulauan Nusa Tenggara |
Luas | 11.153 km2 |
Peringkat luas | 73 |
Titik tertinggi | Gunung Wanggameti (1.225 m) |
Pemerintahan | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Nusa Tenggara Timur |
Kota terbesar | Waingapu (36.278 jiwa) |
Kependudukan | |
Demonim | Sumbans; Sumbanese |
Penduduk | 843.047 jiwa (2024) |
Kepadatan | 76 jiwa/km2 |
Bahasa | bahasa penduduk asli Bahasa Sumba (Kambera, Momboru, Anakalang, Wanukaka, Wejewa, Lamboya, Kodi, Loli) dan Bahasa Indonesia (bahasa nasional Indonesia) |
Kelompok etnik | Mayoritas Suku Sumba |
Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau ini sendiri terdiri dari empat kabupaten: Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Tengah, dan Kabupaten Sumba Timur. Kota terbesarnya adalah Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur. Kota tersebut juga terdapat bandar udara dan pelabuhan laut yang menghubungkan Pulau Sumba dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia seperti Pulau Sumbawa, Pulau Flores, dan Pulau Timor.
Sebelum dikunjungi bangsa Eropa pada 1522, Sumba tidak pernah dikuasai oleh bangsa manapun. Sejak 1866, pulau ini dikuasai oleh Hindia Belanda dan selanjutnya menjadi bagian dari Indonesia.
Masyarakat Sumba secara rasial merupakan campuran dari ras Melanesia dan Austronesia. Sebagian besar penduduknya menganut kepercayaan animisme Marapu dan agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik. Kaum Muslim dalam jumlah kecil dapat ditemukan di sepanjang kawasan pesisir. Dan agama Yahudi dianut oleh masyarakat Sumba keturunan Yahudi di Sumba.
Sejarah nama
Nama "Sumba" berasal dari kata asli Sumba humba atau hubba (dalam berbagai dialek Sumba), yang berarti “asli”, “pribumi”, “pribumi” atau “tanpa campur tangan”; ini awalnya merupakan etnonim yang merujuk pada penduduk asli pulau ini yang mengidentifikasi diri mereka sebagai tau Humba atau tau Hubba (terj. har. 'masyarakat asli' atau 'masyarakat asli'), untuk membedakan diri dari orang asing (non-Sumba) yang secara bertahap dan terus menerus datang untuk menduduki pulau tersebut.
Di sisi lain, wilayah budaya Sumba (termasuk Pulau Sumba dan laut di sekitarnya) juga dikenal sebagai tana wai humba atau tana wae hubba (dalam bahasa Sumba), yang berarti “tanah air kita” atau “tanah air orang Sumba”; kalimat ini muncul dalam naskah kuno Sumba yang menceritakan kisah Inya Nyale (makhluk mirip putri duyung yang dulunya hidup di darat namun kemudian pindah ke laut), dianggap sebagai tokoh suci dalam mitologi Sumba.
Huruf 'h' di kemudian hari (sekitar abad ke-12) diganti dengan 's' karena adanya migrasi besar-besaran orang Jawa dari pulau Jawa, karena kata humba terdengar sangat mirip dengan kata bahasa Jawa ꦲꦸꦩ꧀ꦧꦃ (umbah, tetapi ditulis sebagai humbah menurut sistem penulisan Jawa), yang berarti "mencuci" atau "membersihkan".
Geografi, Iklim dan Ekologi
The largest town on the island is the main port of Waingapu near the mouth of the Kambaniru River, with a population of 71,752[1] (including the adjoining district of Kambera) in mid 2023.
The landscape is low, limestone hills, rather than the steep volcanoes of many Indonesian islands. There is a dry season from May to November and a rainy season from December to April. The western side of the island is more fertile and more heavily populated than the east.
Although generally thought to be originally part of the Gondwana southern hemisphere supercontinent, recent research suggests that the island might have detached from the South East Asia margin. Most of it was originally covered in deciduous monsoon forest while the south-facing slopes, which remain moist during the dry season, were evergreen rainforest.[2] The northern part of the island is extremely arid; the soils have been depleted from deforestation and erosion.[3] Sumba is in the Wallacea region, having a mixture of plants and animals of Asian and Australasian origin. Due to its distinctive flora and fauna, Sumba has been categorised by the World Wildlife Fund as the Sumba deciduous forests ecoregion. [2]
Fauna
There are a number of mammals, but the island is particularly rich in bird-life with nearly 200 birds, of which seven endemic species and a number of others are found only here and on some nearby islands. The endemic birds include the endangered Sumba eclectus parrot, four vulnerable species — the secretive Sumba boobook owl, Sumba buttonquail, red-naped fruit-dove, and Sumba hornbill — as well as three more common species: the Sumba green pigeon, Sumba flycatcher, and apricot-breasted sunbird.[2] Saltwater crocodiles can still be found in some areas.
The Sumba hornbill or Julang Sumba (Rhyticeros everetti) is under increasing threat of extinction. Indiscriminate deforestation is threatening their survival. The population is estimated at less than 4,000 with an average density of six individuals per square kilometre. A hornbill can fly to and from over an area of up to 100 square kilometres.[4]
Threats and preservation
Most of the original forest has been cleared for the planting of maize, cassava, and other crops so only small isolated patches remain. Furthermore, this clearance is ongoing due to the growing population of the island and this represents a threat to the birds.[5]
In 1998 two national parks were designated on the island for the protection of endangered species: the Laiwangi Wanggameti National Park and Manupeu Tanah Daru National Park.
Sungai
Berikut adalah sejumlah sungai panjang yang mengalir di pulau Sumba menurut Kabupaten.[6]
Kabupaten | Nama Sungai | Panjang |
---|---|---|
Sumba Barat | Wano Kaka | 80 Km |
Sumba Barat Daya | Pola Pare | 18 Km |
Wai Ha | 9 Km | |
Wee Wagha | 10 Km | |
Wee Lambora | 10 Km | |
Wee Kalowo | 7 Km | |
Loko Kalada | 16 Km | |
Sumba Tengah | Bewi | 8 Km |
Pamalar | 6 Km | |
Sumba Timur | Payeti | 70 Km |
Wangga | 50 Km | |
Kakaha | 55 Km | |
Kambaniru | 117,1 Km | |
Baing | 301,4 Km |
Administrasi
Sumba merupakan bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan tidak ada satu badan administratif pun di tingkat pulau. Pulau ini dan pulau-pulau kecil lepas pantai yang dikelola olehnya dibagi menjadi empat kabupaten (wilayah pemerintahan daerah), setelah reorganisasi pada tanggal 2 Januari 2007 ketika dua kabupaten baru dibentuk dari sebagian wilayah Kabupaten Sumba Barat. Empat Kabupaten tersebut adalah Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah dan Sumba Timur, yang secara bersama-sama menyumbang 14,7% dari jumlah penduduk provinsi pada tahun 2024. Berikut ini adalah kabupaten-kabupaten dengan luas wilayah dan jumlah penduduk pada Sensus 2010[7] dan Sensus 2020,[8] bersama dengan perkiraan resmi pada pertengahan tahun 2024.[1] Ibu kota provinsi ini tidak berada di Pulau Sumba, melainkan di Kupang, Timor Barat.
Kode Wilayah |
Nama Kota atau Kabupaten |
Statuta (termasuk tahun didirikan) |
Luas wilayah dalam km2 |
Populasi Sensus 2010 |
Pop'n Sensus 2020 |
Pop'n Perkiraan pertengahan 2024 |
Ibukota | IPM[9] 2022 estimate |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
53.11 | Sumba Timur | UU 69/1958 | 7.000,50 | 227.732 | 244.820 | 269.728 | Waingapu | 0.6617 (Medium) |
53.12 | Sumba Barat | UU 69/1958 | 737,42 | 110.993 | 145.097 | 141.782 | Waikabubak | 0.6443 (Medium) |
53.17 | Sumba Tengah | UU 3/2007 | 2,060,54 | 62.485 | 85.482 | 91.531 | Waibakul | 0.6271 (Medium) |
53.18 | Sumba Barat Daya | UU 16/2007 | 1.445,32 | 284.903 | 303.650 | 340.006 | Tambolaka | 0.6315 (Medium) |
Sumba | 11.243,78 | 686.113 | 779.049 | 843.047 |
Referensi
- ^ a b Badan Pusat Statistik, Jakarta, 28 February 2024, Provinsi Nusa Tenggara Timur Dalam Angka 2024 (Katalog-BPS 1102001.53)
- ^ a b c Wikramanayake, Eric D. (2002). Terrestrial Ecoregions of the Indo-Pacific: A Conservation Assessment. Island Press. hlm. 532. ISBN 978-1-55963-923-1. Diakses tanggal 2 February 2013.
- ^ "Sumba". sumba-information.eu (dalam bahasa Prancis). Diakses tanggal 2024-06-15.
- ^ "Sumba Hornbills under increasing threat of extinction". Antara News. Diakses tanggal 2 February 2013.
- ^ "Sumba deciduous forests". Terrestrial Ecoregions. World Wildlife Fund.
- ^ Nama dan Panjang Sungai di Provinsi Nusa Tenggara Timur Menurut Kabupaten/Kota Diarsipkan 2017-12-08 di Wayback Machine. - BPS NTT. Sumber: Balai Wilayah Sungai NTT II. Diakses 28 Agustus 2017.
- ^ Biro Pusat Statistik, Jakarta, 2011.
- ^ Badan Pusat Statistik, Jakarta, 2021.
- ^ "[New Method] Human Development Index by Regency/City 2020-2022". Statistics Indonesia. 2022. Diakses tanggal 13 February 2023.
Pranala luar
- (Indonesia) Waingapu.Com | Portal Berita Sumba Terbesar
- (Indonesia) VisitingSumba.Com | Pulau Eksotik Diarsipkan 2017-09-09 di Wayback Machine.
- (Inggris) Sumba Foundation Diarsipkan 2021-02-10 di Wayback Machine.
- (Belanda) Stichting Ontluikend Sumba Diarsipkan 2021-01-20 di Wayback Machine.
- (Inggris) Indonesia Report: Sumba
- (Indonesia) [https://web.archive.org/web/20181211052747/https://bpsdm.pu.go.id/kms/admin/_assets/uploads/adminkms/papers/SDA/KMS_BOOK_20180727041837.pdf Diarsipkan 2018-12-11 di Wayback Machine. DSM/IP. 16 01/03.1/La-HITA/2014 Puslitbang Sumber Daya Air Naskah Ilmiah Potensi Sumber Daya Air Untuk Penyediaan Air Baku 01 Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Output Kegiatan Penelitian Potensi Sumber Daya Air Untuk Penyediaan Air Baku (Studi Kasus: Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur)