Tumbuhan berbunga

klade tumbuhan berbiji yang menghasilkan bunga
Revisi sejak 30 Oktober 2024 13.52 oleh MITGATVM (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Tumbuhan berbunga, Angiospermae, Angiosperma, atau Anthophyta ("tumbuhan bunga") atau Magnoliophyta ("tumbuhan sekerabat dengan magnolia") adalah kelompok terbesar tumbuhan yang hidup di daratan[1]. Namanya diambil dari cirinya yang paling khas, yaitu menghasilkan organ reproduksi dalam bentuk bunga. Bunga sebenarnya adalah modifikasi daun dan batang untuk mendukung sistem pembuahan tertutup. Sistem pembuahan tertutup ini juga menjadi ciri khasnya yang lain, sehingga kelompok ini dikenal pula sebagai Angiospermae ("berbiji terbungkus/tertutup"). Ciri yang terakhir ini membedakannya dari kelompok tumbuhan berbiji (Spermatophyta) yang lain: tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae).

Tumbuhan berbunga (Angiospermae)
Rentang waktu: Kapur AwalKini
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Spermatophyta
Klad: Angiospermae
Grup
Berdasarkan APG IV (2016):[2]

Tumbuhan berbunga purba

Tumbuhan berbunga inti

Sinonim

Nama Angiospermae diambil dari penggabungan dua kata bahasa Yunani Kuno: αγγειον (aggeion, "penyangga" atau "pelindung") dan σπερμα (sperma, bentuk jamak untuk "biji") yang diperkenalkan oleh Paul Hermann pada tahun 1690. Dalam sebagian besar sistem taksonomi modern, kelompok ini sekarang menempati takson sebagai divisio. Namun, Sistem klasifikasi APG II dan pelanjutnya, Sistem klasifikasi APG III, yang berdasarkan pengelompokan filogeni versi APG, tumbuhan berbunga ditempatkan dalam suatu klad yang tidak menempati suatu takson dan dinamakan Angiospermae.

Anatomi pembuluh

sunting
 
Sayatan melintang batang tumbuhan berbunga flax:
1. Sumsum
2. Protoxilem
3. Xilem I
4. Floem I
5. Sklerenkim (serat semak)
6. Korteks
7. Epidermis

Sejarah evolusi

sunting

Montsechia vidalii, tanaman air yang ditemukan di Spanyol, telah diidentifikasi sebagai tumbuhan berbunga tertua, yang tumbuh sekitar 130 juta tahun lalu, dengan fosil dari zaman Kapur. Dalam pemeriksaan ulang lebih dari 1.000 fosil, para ilmuwan menyimpulkan bahwa tanaman ini sudah mampu menghasilkan buah sederhana, suatu sifat dasar yang mendefinisikan angiosperma, dan kemungkinan menghasilkan bunga jantan dan betina pada tanaman terpisah. Mengingat habitatnya yang berada di perairan, penemuan ini menunjukkan bahwa penyerbukan air mungkin lebih penting dalam evolusi bunga daripada yang pernah diperkirakan sebelumnya.[3]

Amborella dianggap sebagai tumbuhan berbunga paling purba yang dianggap sudah berada selama 130 juta tahun yang lalu hingga saat ini.[rujukan?] Selain itu, Nymphaeales dan Austrobaileyales juga dianggap purba dan dibedakan dari tumbuhan berbunga modern.

Ciri-ciri

sunting

Tumbuhan berbunga dibedakan dari kelompok lain berdasarkan apomorfi (ciri-ciri terwariskan) yang khas dikembangkan oleh kelompok ini. Kebanyakan ciri-ciri ini terletak pada bagian reproduktif. Berikut adalah ciri-ciri tersebut:

  • Bunga
Bunga menjadi penciri yang paling nyata dan membedakannya dari kelompok tumbuhan berbiji yang lain. Bunga membantu kelompok tumbuhan ini memperluas kemampuan evolusi dan lungkang (ruang prasyarat hidup atau niche) ekologisnya sehingga membuatnya sangat sesuai untuk hidup di daratan.
  • Benang sari
Stamen atau benang sari jauh lebih ringan daripada organ dengan fungsi serupa pada tumbuhan berbiji terbuka (yaitu strobilus). Benang sari telah berevolusi untuk dapat beradaptasi dengan penyerbuk dan untuk mencegah pembuahan sendiri. Adaptasi ke arah ini juga memperluas jangkauan ruang hidupnya.
  • Ukuran gametofit jantan sangat tereduksi
Gametofit jantan yang sangat tereduksi (berada dalam serbuk sari dan hanya terdiri dari tiga sel) sangat membantu mengurangi waktu antara penyerbukan, di saat serbuk sari mencapai organ betina, dan pembuahan. Selang waktu normal antara kedua tahap tersebut biasanya 12-24 jam. Pada Gymnospermae waktu yang diperlukan untuk hal tersebut dapat mencapai setahun.
  • Karpela menutup rapat bakal biji
Karpela atau daun buah rapat membungkus bakal biji atau ovulum, sehingga mencegah pembuahan yang tidak diinginkan. Sel sperma akan dikontrol oleh putik untuk membuahi sel telur (ovum). Setelah pembuahan, karpela dan beberapa jaringan di sekitarnya juga akan berkembang menjadi buah. Buah berfungsi adaptif dengan melindungi biji dari perkecambahan yang tidak diinginkan dan membantu proses penyebaran ke wilayah yang lebih luas.
  • Ukuran gametofit betina sangat tereduksi
Sebagaimana pada gametofit jantan, ukuran gametofit betina juga sangat berkurang menjadi hanya tujuh sel dan terlindung dalam bakal biji. Ukuran yang mengecil ini membantu mempercepat perkembangan hidup tumbuhan. Hanya kelompok Angiospermae yang memiliki perilaku semusim dalam proses kehidupannya. Perilaku ini membuatnya sangat mudah menjelajah lungkang yang jauh lebih luas.
  • Endosperma
Pembentukan endosperma pada biji adalah ciri khas Angiospermae yang sangat mendukung adaptasi karena melengkapi embrio atau kecambah dengan cadangan makanan dalam perkembangannya. Endosperma secara fisiologis juga memperkuat daya serap biji akan hara yang diperlukan tumbuhan muda dalam perkembangannya.

Klasifikasi

sunting
 
Kecambah monokotil (kiri) dan dikotil.

Pada awalnya, nama Angiospermae dimaksudkan oleh Paul Hermann (1690) bagi seluruh tumbuhan berbunga dengan biji yang terbungkus dalam kapsula, dan dipertentangkan dengan Gymnospermae sebagai tumbuhan berbunga dengan buah achene atau berkarpela terbelah. Dalam pengertiannya, keseluruhan buah atau bagannya dianggap sebagai biji dan "terbuka". Kedua istilah ini dipakai oleh Carolus Linnaeus dengan pengertian yang sama tetapi digunakan sebagai nama-nama dari kelas Didynamia.

Ketika Robert Brown pada tahun 1827 menemukan bakal biji yang benar-benar terbuka (tak terlindung) pada sikas dan tumbuhan runjung, ia memberikan nama Gymnospermae bagi kedua kelompok tumbuhan ini. Tahun 1851 Wilhelm Hofmeister menemukanperubahan-perubahan yang terjadi pada kantung embrio dari tumbuhan berbunga (penyerbukan berganda). Hasil penemuan ini menjadikan Gymnospermae sebagai kelas yang benar-benar berbeda dari dikotil, dan istilah Angiospermae mulai diterapkan untuk semua tumbuhan berbiji yang bukan kedua kelompok yang disebutkan Robert Brown. Pengertian terakhir inilah yang masih bertahan hingga sekarang.

Dalam sistem taksonomi modern, kelompok tumbuhan berbunga ditempatkan pada berbagai takson. Selain Angiospermae, kelompok ini disebut juga dengan Anthophyta ("tumbuhan bunga"). Sistem Wettstein dan Sistem Engler menempatkan Angiospermae pada tingkat subdivisio. Sistem Reveal memasukkan semua tumbuhan berbunga dalam subdivisio Magnoliophytina, namun pada edisi lanjut memisahkannya menjadi Magnoliopsida, Liliopsida, dan Rosopsida. Sistem Takhtajan dan sistem Cronquist memasukkan kelompok ini ke dalam tingkat divisio dengan nama Magnoliophyta. Sistem Dahlgren dan sistem Thorne (1992) menggunakan nama Magnoliopsida dan meletakkannya pada tingkat kelas. Saat ini, sistem klasifikasi yang paling akhir, seperti sistem APG (1998) dan sistem APG II (2003), tidak lagi menjadikannya sebagai satu kelompok takson tersendiri melainkan sebagai suatu klade tanpa nama botani resmi dengan nama Angiospermae (sistem ini menggunakan nama-nama bahasa Inggris atau diinggriskan untuk nama-nama tidak resmi).

Pembagian internal (taksonomi)

sunting

Klasifikasi internal kelompok ini mengalami banyak perubahan. Sistem klasifikasi Cronquist (1981) masih banyak dipakai tetapi mulai dipertanyakan keakuratannya dari sisi filogeni terutama karena bertentangan dengan hasil-hasil penyelidikan molekular. Kesepakatan umum tentang bagaimana tumbuhan berbunga dikelompokkan mulai tercapai sejak hasil "Angiosperm Phylogeny Group" (APG) dikeluarkan pada tahun 1998, lalu diperbaharui berturut-turut pada tahun 2003, 2012, dan 2016 sebagai Sistem klasifikasi APG II, Sistem klasifikasi APG III, dan Sistem klasifikasi APG IV.

Sistem klasifikasi Cronquist membagi tumbuhan berbunga menjadi dua kelompok: Magnoliopsida dan Liliopsida. Nama pemeri lain yang diizinkan dalam Pasal 16 ICBN adalah Dicotyledoneae (dikotil) dan Monocotyledoneae (monokotil) atas dasar sejarah dan menunjukkan satu ciri cukup mudah untuk diamati meskipun tidak selalu demikian: tumbuhan dikotil memiliki dua daun lembaga sedangkan tumbuhan monokotil memiliki satu daun lembaga.

Sistem APG, yang menggunakan konsep kladistika dan banyak memakai metode pengelompokan statistika (clustering) serta memasukkan data-data molekular, mendapati bahwa monokotil merupakan kelompok monofiletik atau holofiletik, dan menamakannya Monokotil (bentuk jamak dari monocot), tetapi dikotil ternyata tidak demikian (disebut sebagai kelompok bersifat parafiletik). Meskipun demikian terdapat kelompok besar dikotil yang monofiletik yang dinamai Eudikotil atau tricolpates. Nama Eudikotil berarti "dikotil sejati" karena menunjukkan ciri-ciri yang biasa dinyatakan sebagai ciri khas dikotil, seperti bunga dengan empat atau lima mahkota bunga dan empat atau lima kelopak bunga. Sisa dari pemisahan ini, yang tetap parafiletik, biasa dinamakan sebagai paleodicots (paleo- berarti "purba" atau "kuno") untuk kemudahan penyebutan.

Penyelidikan menggunakan filogeni yang menggunakan data-data molekular hingga sekarang telah menemukan delapan kelompok utama pada tumbuhan berbunga, yaitu Monokotil, Eudikotil, Amborellaceae, Nymphaeales, Austrobaileyales, Chloranthales, Ceratophyllales, dan magnoliids.

Keanekaragaman jenis dan manfaat

sunting
 
Sebuah poster berupa duabelas spesies bunga berbeda dari familia Asteraceae
 
Lupinus pilosus
 
Kuncup dari sebuah bunga merah muda

Jenis tumbuhan berbunga diperkirakan berkisar antara 250.000 hingga 400.000 yang dapat dikelompokkan hingga paling sedikit 402 suku (berdasarkan taksiran dalam Sistem APG II). Sistem APG 1998 menyatakan terdapat 462 suku. Monokotil mencakup sekitar 23% dari keseluruhan spesies dan "dikotil sejati" (Eudikotil) mencakup 75% dari keseluruhan spesies.

Sepuluh besar suku tumbuhan menurut banyaknya jenis adalah sebagai berikut:

  1. Asteraceae atau Compositae (suku kenikir-kenikiran): 23.600 jenis
  2. Orchidaceae (suku anggrek-anggrekan): 21.950
  3. Fabaceae atau Leguminosae (suku polong-polongan): 19.400
  4. Rubiaceae (suku kopi-kopian): 13.183
  5. Poaceae, Glumiflorae, atau Gramineae (suku rumput-rumputan): 10.035
  6. Lamiaceae atau Labiatae (suku nilam-nilaman): 7.173
  7. Euphorbiaceae (suku kastuba-kastubaan): 5.735
  8. Cyperaceae (suku teki-tekian): 4.350
  9. Malvaceae (suku kapas-kapasan): 4.225
  10. Araceae (suku talas-talasan): 4.025

Orchidaceae, Poaceae, Cyperaceae dan Araceae adalah monokotil.

Kesepuluh suku di atas mencakup beragam jenis tumbuhan penting dalam kehidupan manusia, baik dalam bidang pertanian, kehutanan maupun industri. Suku rumput-rumputan jelas merupakan suku terpenting karena menghasilkan berbagai sumber energi pangan bagi manusia dan ternak dari padi, gandum, jagung, jelai, haver, jewawut, tebu, serta sorgum. Suku polong-polongan menempati tempat terpenting kedua, sebagai sumber protein nabati dan sayuran utama dan berbagai peran budaya lain (kayu, pewarna, dan racun). Suku nilam-nilaman beranggotakan banyak tumbuhan penghasil minyak atsiri dan bahan obat-obatan.

Beberapa suku penting lainnya dalam kehidupan manusia adalah

Tumbuhan berbunga juga menjadi pemasok sumberdaya alam dalam bentuk kayu, kertas, serat (misalnya kapas, kapuk, henep, sisal, serat manila), obat-obatan (digitalis, kamfer), tumbuhan hias (ruangan maupun terbuka), dan berbagai daftar panjang kegunaan lain.

Referensi

sunting
  1. ^ Parker, Sybil, P (1984). McGraw-Hill Dictionary of biology. McGraw-Hill Company. 
  2. ^ APG 2016.
  3. ^ Petruzzello, Melissa. "Ancient Aquatic Plant Thought to Be the Earliest Angiosperm". Britannica online. Diakses tanggal 4 September 2015. 

Bacaan lanjutan

sunting
  • Cronquist, Arthur (1981). An Integrated System of Classification of Flowering Plants. New York: Columbia Univ. Press. ISBN 0-231-03880-1. 
  • Heywood, V. H., Brummitt, R. K., Culham, A. & Seberg, O. (2007). Flowering Plant Families of the World. Richmond Hill, Ontario, Canada: Firefly Books. ISBN 1-55407-206-9. 
  • Dilcher, D. (2000). "Toward a new synthesis: Major evolutionary trends in the angiosperm fossil record". Proceedings of the National Academy of Sciences. 97 (13): 7030. doi:10.1073/pnas.97.13.7030. 
  • Simpson, M.G. Plant Systematics, 2nd Edition. Elsevier/Academic Press. 2010.
  • Raven, P.H., R.F. Evert, S.E. Eichhorn. Biology of Plants, 7th Edition. W.H. Freeman. 2004.
  • Sattler, R. 1973. Organogenesis of Flowers. A Photographic Text-Atlas. University of Toronto Press.

Pranala luar

sunting