Malaka (pohon)

Spesies tanaman berbunga dari keluarga Phyllanthus
Revisi sejak 17 November 2024 21.26 oleh Zuleka Adi Putra (bicara | kontrib) (Kegunaan)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Malaka, kemlaka atau melaka (Phyllanthus emblica) adalah nama sejenis pohon yang buahnya sering diolah menjadi manisan dari genus Phyllanthus. Dalam bahasa Jawa disebut mlåkå atau kemlåkå. Kemungkinan nama ini berasal dari bahasa Sanskerta amalaka, yang kemudian diadopsi oleh berbagai bahasa lain, proto-bahasa bahasa Melayu yang kemudiaan bahasa Malaysia dan bahasa Indonesia.[1]

Malaka
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Eudikotil
Klad: Rosid
Ordo: Malpighiales
Famili: Phyllanthaceae
Genus: Phyllanthus
Spesies:
P. emblica
Nama binomial
Phyllanthus emblica
Sinonim

Cicca emblica Kurz
Emblica officinalis Gaertn.
Mirobalanus embilica Burm.
Phyllanthus mairei Lév.

Di daerah lain, ia juga disebut; rheum (Ach.), balaka, balangka (Mng.), melaka, malaka (Mly.,Mal.), kemlåkå, mlåkå (Jw.), kemlaké, melaké (Btw.), mlakah (Mdr.), amla (Bl.), dan karsinta (Flores). Nama lainnya juga di antaranya mamla, amlaki, ammalaki, amala, nillika, nellikya, nellikai, dan aneka lainnya di pelbagai bahasa di seputar anak benua India. Dalam bahasa Inggris disebut sebagai Indian gooseberry.

Para pakar di Malaysia menduga bahwa nama pohon inilah yang menjadi asal usul nama Kota Melaka, yang belakangan lalu diambil menjadi nama selat, Selat Malaka.

Pemerian

sunting
 
Buah malaka

Pohon malaka mirip dengan pohon cerme, hanya saja lebih besar dan dapat mencapai 18 m tingginya. Berbatang bengkang-bengkok, dengan tajuk terbuka.

Daun tunggal, kecil-kecil memanjang, terletak berseling pada ranting yang kecil ramping; secara keseluruhan mirip susunan daun majemuk menyirip. Sepasang daun penumpu yang kecil, meruncing, cokelat kemerahan, mengapit tangkai daun yang pendek. Pada waktu-waktu tertentu pohon malaka menggugurkan daunnya.

Bunga-bunga jantan dan betina berwarna kuning kehijauan, tersusun dalam kelompok kecil yang tumbuh di ketiak daun. Buah malaka pun mirip buah cerme, namun lebih bulat dan kurang berusuk. Kuning, kuning kehijauan, atau kecokelatan, dengan 6 buah rusuk membelimbing. Rasanya masam agak getir (pengar, agak pahit). Di tengahnya terdapat sebutir inti yang keras, yang terbagi atas tiga ruang masing-masing berisi 1–2 biji.

Kegunaan

sunting

Aneka bagian tumbuhan, termasuk pepagan, akar, daun, bunga, buah, dan biji digunakan dalam pengobatan tradisional. Terutama di India, buah malaka merupakan salah satu unsur penting dalam pengobatan Ayurveda.[2]

Biasanya buah dari pohon ini di Nusantara dimasak dengan air gula untuk dibuat manisan buah. Rasanya tidak jauh dengan saudaranya, buah cermai.

Buah ini mengandung banyak vitamin C,[3] dan tanin. Ekstrak buah malaka digunakan sebagai bahan pewarna tradisional.

Pohon malaka termasuk salah satu pohon yang disucikan menurut agama Hindu. Berasal dari India dan Nepal, pada masa lalu pohon malaka banyak ditanam di Jawa, dan kini sebagian meliar di hutan-hutan dataran rendah yang kering. Pohon ini tahan terhadap kebakaran.

 
Buah di pohonnya.

Buah malaka kaya akan kandungan vitamin C yang berperan aktif sebagai antioksidan, pektin, dan juga asam amino yang mampu mencegah serta menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan sekaligus meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL), juga bermanfaat untuk kesehatan kulit. Selain itu, kandungan tersebut juga dapat mencegah sumbatan dan tumpukan lemak pada pembuluh darah dan arteri yang dapat memicu tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan bahkan stroke.

Referensi

sunting
  1. ^ Bellwood, Peter,Fox, James& Tryon, Darrell (1995). The Austronesians: Historical and comparative perspectives . Department of Anthropology, Australian National University
  2. ^ http://www.boloji.com/ayurveda/av016.htm[pranala nonaktif permanen]
  3. ^ http://www.planetherbs.com/articles/Triphala.htm Diarsipkan 2007-09-27 di Wayback Machine. Triphala by Alan Tillotson, Karta Purkh Singh Khalsa and Todd Caldecott.
  • A Field Guide to Forest Trees of Northern Thailand, by Simon Gardner, P. Sidisunthorn and V. Anusarnsunthorn. Kobfai Publishing Project, Bangkok, 2000. (p. 318)
  • RASAYANA: Ayurvedic Herbs for Longevity and Rejuvenation, by Dr H. S. Puri, published by Taylor & Francis, London in 2003, Amla pages 22–42.

Pranala luar

sunting