Bawang Merah Bawang Putih

halaman disambiguasi Wikimedia

Bawang Merah Bawang Putih adalah dongeng populer di Indonesia yang berasal dari Riau.[1] Kisah ini bercerita mengenai dua orang gadis cantik kakak beradik yang memiliki sifat dan perangai sangat berbeda lagi bertolak belakang, serta mengenai seorang ibu tiri yang tidak adil dan pilih kasih. Dongeng ini memiliki tema dan pesan moral yang hampir sama dengan dongeng Burung Gereja Berlidah Pendek dari Jepang, serta Cinderella dari Eropa.

Ilustrasi Bawang Merah Bawang Putih
Bawang putih dan bawang merah

Jalan cerita

Terdapat banyak versi tentang kisah Bawang Merah dan Bawang Putih ini. Berikut tiga di antaranya :

Versi pertama

Alkisah di sebuah kampung, hiduplah seorang janda yang memiliki dua orang anak gadis yang cantik, Bawang Merah dan Bawang Putih. Ayah kandung Bawang Putih telah lama meninggal dunia. Bawang Merah dan Bawang Putih memiliki sifat dan perangai yang sangat berbeda dan bertolak belakang. Bawang Putih adalah gadis sederhana yang rendah hati, tekun, rajin, jujur dan baik hati. Sementara Bawang Merah adalah seorang gadis yang malas, sombong, suka bermewah-mewah, tamak dan pendengki. Sifat buruk Bawang Merah kian menjadi-jadi akibat ibunya selalu memanjakannya. Sang janda selalu memenuhi semua permintaan dan tuntutan Bawang Merah. Selain itu semua pekerjaan di rumah selalu dilimpahkan kepada Bawang Putih. Mulai dari mencuci pakaian, memasak, membersihkan rumah, hampir semua pekerjaan rumah selalu dikerjakan oleh Bawang Putih seorang diri, sementara Bawang Merah dan Ibu Tiri selalu berdandan dan bermalas-malasan. Jika mereka memerlukan sesuatu, tinggal menyuruh-nyuruh Bawang Putih.

Bawang Putih tak pernah sekalipun mengeluhkan nasib buruknya. Ia selalu siap sedia melayani sang Ibu Tiri dan Saudari Tirinya dengan senang hati. Pada suatu hari Bawang Putih tengah mengerjakan pekerjaan rumah mencuci pakaian milik Ibu Tiri dan Saudari Tirinya. Akan tetapi Bawang Putih tak menyadari bahwa sehelai kain milik Ibu Tirinya telah hanyut terbawa arus sungai. Ketika Bawang Putih menyadarinya, ia sangat sedih dan takut bila diketahui hilangnya kain itu, maka ia akan dimarahi dan disalahkan oleh Ibu Tirinya. Bukan mustahil bahwa Bawang Putih akan dihukum bahkan diusir dari rumahnya.

Khawatir kehilangan kain tersebut, Bawang Putih dengan gigih dan tekun tetap mencarinya sambil berjalan menyusuri sepanjang sungai yang berarus deras itu. Tiap kali bertemu seseorang di sungai ia selalu menanyakan apakah mereka melihat kain tersebut. Sayang sekali tak seorangpun yang melihat di mana kain hanyut itu berada. Hingga pada akhirnya Bawang Putih tiba di bagian sungai yang mengalir ke dalam gua. Ia sangat terkejut ketika mengetahui ada seorang nenek tua yang tinggal di dalam gua tersebut. Bawang Putih menanyai nenek tua itu mengenai keberadaan kain Ibu Tirinya. Nenek tua itu mengetahui di mana kain itu berada, akan tetapi ia mengajukan syarat bahwa Bawang Putih harus membantu pekerjaan sang nenek tua. Karena telah terbiasa bekerja keras, dengan senang hati Bawang Putih menyanggupi untuk membantu sang nenek merapikan dan membersihkan gua tersebut. Nenek tua itu sangat puas dengan hasil pekerjaan Bawang Putih. Pada sore harinya Bawang Putih berpamitan kepada sang nenek. Sang nenek itu kemudian mengembalikan kain milik Ibu Tiri Bawang Putih yang hanyut di sungai, seraya menawarkan kepada Bawang Putih dua buah labu sebagai hadiah atas pekerjaannya. Dua buah labu itu berbeda ukuran, satu besar dan yang lainnya kecil. Karena Bawang Putih tidak serakah dan tamak, ia memilih labu yang lebih kecil.

Ketika kembali ke rumah, sang Ibu Tiri dan Saudari Tirinya amat marah karena Bawang Putih terlambat pulang. Bawang Putih pun menceritakan apa yang telah terjadi. Ibu Tiri yang tetap marah karena Bawang Putih hanya membawa sebutir labu kecil, ia kemudian merebutnya dan membanting buah itu ke tanah. "Prak..." pecahlah labu itu, akan tetapi terjadi suatu keajaiban, di dalam labu itu terdapat perhiasan emas, intan, dan permata. Mereka semua terkejut dibuatnya. Akan tetapi karena Ibu Tiri dan Bawang Merah adalah orang yang tamak, mereka tetap memarahi Bawang Putih karena membawa labu yang lebih kecil. Jika saja Bawang Putih memilih buah yang lebih besar, tentu akan lebih banyak lagi emas, intan, dan permata yang mereka dapatkan.

Karena sifat serakah dan tamak, Bawang Merah berusaha mengikuti apa yang dilakukan Bawang Putih. Dengan sengaja ia menghanyutkan kain milik ibunya, kemudian berjalan mengikuti arus sungai dan menanyai orang-orang yang ia temui. Akhirnya Bawang Merah tiba di gua tempat nenek itu tinggal. Tidak seperti Bawang Putih, Bawang Merah yang malas menolak membantu nenek itu. Ia bahkan dengan sombongnya memerintahkan nenek tua itu untuk menyerahkan labu besar itu. Maka nenek tua itu pun memberikan labu besar itu kepada Bawang Merah. Dengan riang dan gembira Bawang Merah membawa pulang labu besar pemberian nenek tua itu. Telah terbayang dalam benaknya betapa banyak perhiasan, intan, dan permata yang akan ia miliki. Sang Ibu Tiri pun dengan gembira menyambut kepulangan putri kesayangannya itu. Tak sabar lagi mereka berdua memecahkan labu besar itu. Akan tetapi apakah yang terjadi? Bukannya perhiasan yang didapat, dari dalam labu itu keluar berbagai macam ular (terutama ular sendok) dan hewan berbisa. Mereka berdua lari ketakutan. Baik Ibu Tiri maupun Bawang Merah akhirnya menyadari sifat buruk dan ketamakan mereka. Mereka menyesali bahwa selama ini telah berbuat buruk kepada Bawang Putih dan memohon maaf pada Bawang Putih. Bawang Putih yang baik hati pun memaafkan mereka berdua.

Versi kedua

Kisah ini hampir sama dengan versi pertama, hanya bedanya nenek tua yang ditemui Bawang Putih adalah jelmaan dewi. Nenek tersebut kemudian mengarahkan Bawang Putih untuk menemui seorang pangeran yang ternyata menemukan kain milik Ibu Tiri tersebut. Saat mereka bertemu, Pangeran dan Bawang Putih saling jatuh cinta, hingga akhirnya menikah.

Versi ketiga

Bawang Putih yang selalu menderita akibat tekanan dari Ibu Tiri dan Bawang Merah, bertemu dengan seekor ikan mas ajaib saat sedang mencuci di sungai. Kemudian Bawang Putih bersahabat dengan Ikan Mas tersebut. Dengan kesaktiannya, Ikan Mas sering membuat Bawang Putih berhasil dalam pekerjaannya. Lambat laun, Bawang Merah pun curiga dengan perubahan dalam diri Bawang Putih. Suatu hari diam-diam Bawang Merah mengikuti Bawang Putih dan mengetahui semuanya. Dengan segera, Bawang Merah menangkap Ikan Mas lalu memotong-motongnya. Bawang Putih bersedih karena kematian sahabatnya. Ia mengubur bangkai Ikan Mas di halaman rumahnya. Setelah beberapa hari, dari kuburan tersebut muncul pohon berdaun emas. Hal itu menarik perhatian seorang pangeran, yang kebetulan sedang mencari daun emas untuk obat. Sebelumnya, Pangeran telah bernazar jika ada orang yang memberikan daun emas padanya, ia akan memberikan hadiah besar, dan jika yang bersangkutan adalah seorang gadis maka akan dipinang sebagai istrinya. Maka, Pangeran datang menemui Ibu Tiri. Mengetahui maksud kedatangan Pangeran, Ibu Tiri segera memanggil dan memperkenalkan Bawang Merah, agar Bawang Merah dapat diperistri oleh Pangeran. Di kebun, Bawang Merah berusaha mencabut pohon berdaun emas tersebut, namun ia gagal. Saat itulah Bawang Putih datang mengantarkan minuman untuk Pangeran. Ketika Pangeran melihat Bawang Putih, dimintanya Bawang Putih untuk mencabut pohon itu dan dapat dilakukannya dengan mudah. Akhirnya Pangeran memutuskan bahwa gadis yang mampu mencabut pohon emas tersebut yang akan menjadi istrinya. Maka Bawang Putih dibawa ke istana dan menikah dengan Pangeran.

Kebudayaan populer

Tema kisah ini menjadi inspirasi bagi sinetron populer Indonesia bertajuk Bawang Merah Bawang Putih (drama televisi), kisah sinetron televisi ini juga digemari di Malaysia.[butuh rujukan]

Lihat pula

Referensi

Daftar pustaka

  1. ^ Rujukan kosong (bantuan)