Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Dalam Jaringan
Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Dalam Jaringan (bahasa Inggris: Protection from Online Falsehoods and Manipulation Act, disingkat POFMA) adalah sebuah undang-undang yang disahkan oleh Parlemen Singapura pada tahun 2019 untuk menghentikan penyebaran berita palsu dan disinformasi yang dilakukan dalam jaringan di Singapura. Kewenangan pembatasan komunikasi dalam jaringan melalui POFMA diberikan kepada Pemerintah Singapura dan berlaku uuntuk seluruh kementerian di Singapura.
Dalam POFMA, penyebaran pernyataan bohong dinyatakan sebagai tindakan kriminal apabila disebarkan melalui komunikasi dalam jaringan dengan tujuan untuk merugikan kepentingan umum dan pelaku mengetahui tentang kebohongan dalam pernyataan yang disebarkannya. Pelaku penyebar pernyataan bohong dapati didenda maksimal S$ 100.000 atau dipenjara maksimal 10 tahun.
Pengesahan dan pemberlakuan
Tujuan utama dari pembuatan POFMA yaitu untuk menghentikan penyebaran berita palsu di Singapura.[1] POFMA juga bertujuan menghentikan berita palsu dan disinformasi yang dapat mengurangi tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga publik dan pemilihan umum. Selain itu, POFMA bertujuan menghentikan penghasutan yang menimbulkan kekacauan publik maupun terjadinya campur tangan dalam kebijakan nasional Singapura.[2]
Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Dalam Jaringan (POFMA) diloloskan sebagai undang-undang oleh Parlemen Singapura pada tanggal 8 Mei 2019.[3] Sebelum diloloskan sebagai undang-undang, POFMA berstatus sebagai rancangan undang-undang nomor 10 tahun 2019 di Singapura.[2] Pada tanggal 3 Juni 2019, Parlemen Singapura telah mengesahkan POFMA. Namun pemberlakuan POFMA baru dimulai pada tanggal 2 Oktober 2019.[4]
Kewenangan pembatasan komunikasi dalam jaringan
POFMA memberikan kewenangan yang bersifat terarah kepada Pemerintah Singapura dalam mengadakan penghentian penyebaran berita palsu yang merugikan kepentingan umum di Singapura. Beberapa jenis kepentingan umum di Singapura yang wewenang POFMA dapat diberlakukan jika mengalami kerugian, antara lain dalam hal keamanan, perdamaian, kesehatan, keselamatan dan perdamaian publik serta hubungan luar negeri dan keuangan negara.[1]
Pada Bagian 3 dalam POFMA ditetapkan bahwa kewenangan pembatasan komunikasi dalam jaringan diberikan kepada seluruh kementerian di Singapura. Selain itu, pada Bagian 4 dalam POFMA ditetapkan bahwa setiap kementerian di Singapura diberi wewenang untuk memaksa penyelenggara jasa internet dan penyedia layanan media massa dalam hal mengeluarkan pembatasan komunikasi. Kewenangan mengadakan pemaksaan pembatasan komunikasi hanya berlaku bagi kementerian di Singapura jika pernyataan fakta yang salah telah atau sedang dikomunikasikan di Singapura. Kondisi lain yang membolehkan pemaksaan pembatasan komunikasi yaitu jika menteri yang berwenang berpendapat bahwa pembatasan komunikasi dilakukan untuk kepentingan umum.[5]
Pelanggaran dan hukuman
Dalam POFMA, penyebaran pernyataan bohong akan dinyatakan sebagai tindakan kriminal apabila disebarkan dengan maksud jahat pada komunikasi dalam jaringan, media sosial maupun melalui perpesanan pribadi.[6] Hukuman pidana hanya diberlakukan kepada pelaku penyebar kebohongan dalam jaringan yang memenuhi dua kondisi. Pertama, penyebar kebohongan dengan sengaja menyebarkan kebohongan dalam jaringan untuk merugikan kepentingan umum. Kedua, pelaku penyebar kebohongan memiliki pengetahuan bahwa pernyataan yang disebarkan olehnya di dalam jaringan merupakan suatu kebohongan.[7]
Pada POFMA, hukuman yang dapat diberlakukan oleh pihak berwenang terhadap pelaku penyebar kebohongan dalam jaringan dibedakan menjadi pembayaran denda atau pemenjaraan.[8] Pelaku individu yang menyampaikan pernyataan fakta palsu dapat diberi hukuman denda maksimal S$ 100.000 atau hukuman penjara maksimal 10 tahun. selain itu, pelaku individu juga dapat menerima denda dan hukuman penjara sekaligus.[9]
Referensi
Catatan kaki
- ^ a b Andy, Tan Xin Wei (2020). Lee, Gregory, ed. Religious Harmony in Singapore: Spaces, Practices and Communities (PDF) (dalam bahasa Inggris). Singapura: CLC Publications. hlm. 107. ISBN 978-981-14-6919-0.
- ^ a b Wong 2023, hlm. 16.
- ^ Tan 2020, hlm. 53.
- ^ ICJ 2021, hlm. 1.
- ^ ICJ 2021, hlm. 2.
- ^ Wong 2023, hlm. 16-17.
- ^ Tan 2020, hlm. 54.
- ^ George, Cherian (2020). "21. The Dogma Behind POFMA: The new online falsehoods law hints at what we can expect from 4G". Air-Conditioned Nation Revisited: Essays on Singapore Politics (PDF) (dalam bahasa Inggris). Singapura: Ethos Books. hlm. 177.
- ^ Quek, L. F., dkk. (19 Juni 2019). "Protection from Online Falsehoods and Manipulation Act – An Overview" (PDF). CNP Update (dalam bahasa Inggris). CNP Law. hlm. 1–2.
Daftar pustaka
- International Commission of Jurists (ICJ) (4 Oktober 2021). Dictating the Internet: A Human Rights Assessment of the Implementation of Singapore’s Protection from Online Falsehoods and Manipulation Act 2019: A Briefing Paper October 2021 (PDF) (dalam bahasa Inggris). Jenewa: International Commission of Jurists.
- Tan Zhi Han (2020). "Protection from Online Falsehoods and Manipulation Act (POFMA): Regulating Fake News to Maintain Public Trust in Singapore". Dalam Echle, C., dan Waha, L. T. Panorama Special Issue: Trust in Politics (dalam bahasa Inggris). Singapura: Konrad-Adenauer-Stiftung. ISSN 0119-5204.
- Wong Mingjie (Agustus 2023). Peningkatan Kemampuan Informasi Guna Mencegah Disinformasi dalam Rangka Memperkuat Ketahanan Nasional Singapura (PDF). Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia.