Kontrapropaganda
Kontrapropaganda adalah upaya sistematis untuk melawan atau membantah suatu propaganda yang disebarkan pihak tertentu untuk membentuk opini publik atau mempengaruhi pandangan masyarakat.[1] Kontrapropaganda dapat dilakukan melalui berbagai saluran komunikasi, seperti media massa, media sosial, atau kampanye yang menyasar masyarakat tertentu.[2] Upaya yang digunakan bisa berupa pembongkaran fakta-fakta yang salah, memberikan perspektif yang lebih berimbang, atau mengedukasi masyarakat tentang tujuan dan metode yang digunakan oleh pihak yang menyebarkan propaganda.
Di Indonesia, istilah kontrapropaganda sering dikaitkan dengan upaya melawan paham radikal terorisme. Berdasarkan beberapa sumber, termasuk peraturan dan dokumen terkait, kontrapropaganda didefinisikan sebagai kegiatan melawan pengaruh paham radikal terorisme dalam berbagai bentuk, baik lisan, tulisan, maupun melalui media literasi lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.[3]
Tujuan
suntingTujuan utama kontrapropaganda adalah untuk melawan dampak negatif dari propaganda dengan melawan, menyanggah, atau menggantinya dengan informasi atau narasi yang lebih akurat dan konstruktif.[4][5] Kontrapropaganda juga bertujuan menangkal misinformasi dan disinformasi dengan mengungkapkan fakta, sehingga masyarakat dapat membuat keputusan berdasarkan informasi yang tepat.[6] Selain itu, metode ini bertujuan mengurangi pengaruh propaganda yang berpotensi dapat memecah belah atau memicu konflik di antara masyarakat. Kontrapropaganda juga dapat melindungi stabilitas sosial dan politik dengan mencegah polarisasi dan menjaga keharmonisan masyarakat.
Selain itu, kontrapropaganda bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melalui edukasi literasi media, sehingga masyarakat dapat lebih kritis menanggapi informasi yang mereka terima. Narasi alternatif yang positif dan inklusif dalam kontrapropaganda dapat menggantikan propaganda yang umumnya bersifat negatif dan destruktif.[4] Kontrapropaganda juga turut berupaya melemahkan kredibilitas penyebar propaganda dengan mengungkap kebohongan atau motif tersembunyi mereka. Lebih jauh, metode ini memperkuat kohesi sosial, meningkatkan solidaritas masyarakat, dan mencegah eskalasi konflik atau kekerasan akibat penyampaian informasi yang memecah belah. Dengan semua tujuan tersebut, kontrapropaganda berperan penting dalam membangun masyarakat yang tangguh, kritis, dan toleran terhadap tantangan informasi.[5]
Metode
suntingMetode dalam kontrapropaganda mencakup berbagai pendekatan yang bertujuan untuk melawan dampak negatif propaganda melalui penyampaian informasi yang benar, narasi netral, atau upaya melemahkan pengaruh propaganda.
Penyanggahan
suntingMetode penyanggahan (refutation) berfokus pada pembantahan langsung informasi salah atau menyesatkan dalam propaganda.[5] Metode ini melibatkan penyajian fakta dan bukti yang dapat dipertanggung jawabkan untuk membantah klaim palsu. Misalnya, jika propaganda mengklaim suatu kelompok tertentu bertanggung jawab atas tindakan teror, kontrapropaganda akan menyajikan bukti forensik, kesaksian saksi mata, atau analisis yang menunjukkan sebaliknya. Metode ini juga mencakup mengungkap kesalahan logika yang digunakan dalam propaganda, seperti generalisasi berlebihan atau serangan pribadi (ad hominem). Dengan mengekspos kesalahan ini, kontrapropaganda melemahkan kredibilitas pesan propaganda. Strategi ini sering didukung oleh penelitian tentang persuasi dan psikologi sosial yang menunjukkan pentingnya bukti dan logika dalam mengubah keyakinan.[7]
Narasi alternatif
suntingMetode memberi narasi alternatif tidak hanya membantah propaganda secara langsung, tetapi juga menyediakan informasi alternatif yang akurat dan relevan.[8] Narasi ini mencakup memberikan konteks yang mungkin dihilangkan atau diputarbalikkan oleh propaganda. Misalnya, jika propaganda membesar-besarkan dampak negatif suatu kebijakan, narasi alternatif akan menyajikan data yang lebih lengkap dan analisis yang lebih seimbang.[9] Metode ini juga berupaya membangun narasi yang lebih positif dan konstruktif, menawarkan perspektif yang berbeda, dan mengisi kekosongan informasi yang dimanfaatkan oleh propaganda.
Edukasi dan literasi
suntingMetode edukasi dan literasi berfokus pada pemberdayaan individu untuk berpikir kritis dan menganalisis informasi secara mandiri.[10][11] Metode ini mencakup peningkatan literasi media, dengan mengedukasi masyarakat mengenai cara kerja media, teknik propaganda, dan bagaimana membedakan informasi yang dapat dipercaya dari informasi yang salah atau menyesatkan. Pendidikan yang kritis juga memainkan peran penting, mendorong masyarakat untuk mempertanyakan informasi yang mereka terima dan mencari sumber yang kredibel. Kampanye kesadaran publik dapat digunakan untuk menyebarkan informasi tentang taktik propaganda umum dan pentingnya melakukan verifikasi fakta.[10]
Contoh upaya
suntingKontrapropaganda untuk melawan radikalisme
suntingPemerintah Indonesia telah menanggapi secara serius permasalahan kelompok radikal yang menyebarkan propaganda terorisme melalui media sosial dengan menerbitkan UU Nomor 5 Tahun 2018 dan Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Kontra Radikalisasi dalam Pencegahan Terorisme. Sebagai bentuk kontrapropaganda, pemerintah melalui instansi terkait berusaha menyanggah klaim-klaim kelompok radikal dengan fakta dan data yang valid, mempromosikan pesan-pesan perdamaian dan toleransi melalui media sosial, serta mengadakan program pendidikan tentang bahaya radikalisme dan terorisme.[2]
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ "counter-propaganda". Cambridge Dictionary. Diakses tanggal 2024-12-15.
- ^ a b Jingga, Rangga (2017-03-21). "Kontra propaganda media sosial perlu dilakukan". Antara News. Diakses tanggal 2024-12-15.
- ^ "Pengertian Kontra Propaganda menurut Undang-Undang - Paralegal.id". paralegal.id. 2023-04-06. Diakses tanggal 2024-12-14.
- ^ a b Madsen, Svend Aage (2007-09). "Men's special needs and attitudes as patients". The Journal of Men's Health & Gender. 4 (3): 361–362. doi:10.1016/j.jmhg.2007.07.011. ISSN 1571-8913.
- ^ a b c Wasburn, Philo C.; Jowett, G. S.; O'Donnell, V. (1988-04). "Propaganda and Persuasion". Teaching Sociology. 16 (2): 223. doi:10.2307/1317437. ISSN 0092-055X.
- ^ Hartig, Falk (2019-09-23). "Rethinking China's global 'propaganda' blitz". Global Media and Communication. 16 (1): 3–18. doi:10.1177/1742766519871694. ISSN 1742-7665.
- ^ Lewandowsky, Stephan; Ecker, Ullrich K. H.; Cook, John (2017-12). "Beyond misinformation: Understanding and coping with the "post-truth" era". Journal of Applied Research in Memory and Cognition. 6 (4): 353–369. doi:10.1016/j.jarmac.2017.07.008. ISSN 2211-369X.
- ^ Wardle, C.; Derakhshan, H. "Information disorder: Toward an interdisciplinary framework for research and policy making". Council of Europe Publishing (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-15.
- ^ Vosoughi, Soroush; Roy, Deb; Aral, Sinan (2018-03-09). "The spread of true and false news online". Science. 359 (6380): 1146–1151. doi:10.1126/science.aap9559. ISSN 0036-8075.
- ^ a b Alton, Grizzle (2013). "Media and information literacy: policy and strategy guidelines". UNESCO.
- ^ Sari, B. D. A. C. (2017). "Media Literasi dalam Kontra Propaganda Radikalisme dan Terorisme Melalui Media Internet". Peperangan Asimetris (PA). 3 (1).