Lippo Karawaci

perusahaan asal Indonesia
Revisi sejak 18 Desember 2024 17.18 oleh Alex Neman (bicara | kontrib) (Pusat Perbelanjaan (Lippo Malls))
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

PT Lippo Karawaci Tbk (pertama kali didirikan sebagai PT Tunggal Reksakencana) didirikan pada tanggal 24 Oktober 1990 sebagai anak perusahaan Lippo Group. Pada tanggal 5 Januari 1993, Lippo Karawaci meresmikan pembangunan kota mandiri pertamanya Lippo Village, tepatnya di Kelurahan Binong, Curug dan Kecamatan Kelapa Dua, Tangerang, Banten yang terletak 30 km sebelah barat dari Jakarta. Pada tahun yang sama, Perseroan mulai mengembangkan Lippo Cikarang, sebuah kota mandiri dengan kawasan industri ringan yang terletak 40 km sebelah timur dari Jakarta yang terletak di Kecamatan Cikarang Selatan dan Pusat, Bekasi, Jawa Barat. Selanjutnya Lippo Karawaci mengembangkan kota mandiri Tanjung Bunga di Makassar, Sulawesi Selatan pada tahun 1997 yang menjadikan proyek pertama di wilayah Indonesia Timur.

PT Lippo Karawaci Tbk
Publik
Kode emitenIDX: LPKR
IndustriProperti
Didirikan24 Oktober 1990
PendiriMochtar Riady
Kantor pusatLippo Village, Kabupaten Tangerang, Indonesia
Tokoh kunci
Ketut Budi Wijaya (co-CEO)
John Riady (co-CEO)
PendapatanKenaikan Rp 12.282 Triliun (2018)
Kenaikan Rp 847.5 Miliar (2018)
Penurunan Rp 695.1 Miliar (2018)
Total asetKenaikan Rp 49.806 triliun (2018)
Total ekuitasKenaikan Rp 25.47 triliun (2018)
PemilikPT Inti Anugerah Pratama (25,62%)
Sierra Inc. (15,88%)
PT Primantara Utama Sejahtera (10,40%)
Publik (48,10%)
Situs webLippo karawaci

Penggabungan

sunting

Pada 15 Mei 2004,[1] Lippo Karawaci mengumumkan niatnya menggabungkan 7 perusahaan sekaligus, yang bergerak di bidang hotel, rumah sakit, leisure, dan properti milik Lippo Grup lainnya untuk menciptakan perusahaan properti terpadu. Penggabungan ini telah tuntas dilakukan pada 2 Agustus 2004,[2][3][4] dengan kepemilikan mayoritas tetap dipegang pemegang saham Lippo Karawaci (48,16%), seluruh perusahaan-perusahaan itu melebur ke Lippo Karawaci, tiga perusahaan publik delisting, dan anak usaha dari perusahaan-perusahaan yang digabung menjadi milik Lippo Karawaci.[5] Dengan adanya penggabungan, Lippo Karawaci memperluas portofolio bisnisnya sebagai salah satu perusahaan properti terbesar di Indonesia.[6] Kini, Lippo Karawaci mengembangkan portofolio usahanya mencakup Urban Development, Large Scale Integrated Development, Retail Malls, Hospitals, Hotels & Leisure serta Fee-based Income. Perusahaan-perusahaan yang digabung meliputi:

  • PT Lippo Land Development Tbk

Perusahaan ini merupakan bisnis properti pertama yang dimiliki keluarga Riady. Lippo sendiri mengakuisisi perusahaan yang didirikan pada 20 Agustus 1983[5] oleh Hasjim Ning bersama tiga perusahaan Belanda, yaitu Inter Beton BV, DHV Beheer BV, dan BV Pabema, dengan proyek utamanya membangun gedung Centre Point (kini Commodity Square, diresmikan pada 1986) pada pertengahan 1980-an.[7][8] Perusahaan yang awalnya bernama PT NIDEPA tersebut kemudian berganti nama menjadi PT Lippo Land Development Tbk pada 21 Agustus 1990, dan pada 15 Juli 1991 masuk ke Bursa Efek Jakarta (BES) dan Surabaya (BES) dengan kode emiten LPLD.[5] Tidak lama kemudian, perusahaan ini juga mengembangkan bisnis-bisnis lain seperti membangun Menara Sudirman[9] dan mengembangkan Lippo Village,[10] dengan pada 1994 mencapai 14 proyek.[11]

Didirikan pada 24 Juli 1969 dengan nama PT Hotel Prapatan,[5] bisnis perusahaan ini bergerak di bidang perhotelan dengan mendirikan Hotel Ambassador pada tahun 1971, mulai beroperasi pada Juni 1974, dan berkongsi dengan Hyatt pada 1976.[12] Masuk ke BEJ pada tahun 29 Februari 1984[5] dengan kode emiten HPSB, perusahaan ini awalnya dimiliki oleh keluarga tokoh pers B.M. Diah. Di era 1990-an, PT Hotel Prapatan sempat berencana membeli gedung apartemen pada 1995 (batal pada 1996) dan memperluas jaringan hotel serta restoran miliknya untuk meluaskan bisnisnya.[13][14] Pada tahun 1990-an perusahaan ini sempat dirumorkan akan diambil alih oleh Salim Group,[15] namun kemudian baru pada 1997 keluarga Diah melepas 40% sahamnya ke Grup Lippo.[16] Lippo masuk awalnya ke perusahaan itu dengan menggandeng Sumitro Djojohadikusumo pada 1996, ketika salah satu pemiliknya Endang Utari Mokodompit harus menjual sahamnya (dan Auric Pacific) ke tangan Lippo akibat harus menyelesaikan masalah kredit macet Bank Pacific.[17][18] Bagaimanapun, isu perubahan kepemilikan ini sempat menuai beberapa kali kontroversi.[19] Pada 30 Juni 2000, nama perusahaan menjadi PT Aryaduta Hotels Tbk.

  • PT Siloam Health Care Tbk

Perusahaan ini dikenal awalnya sebagai PT Baligraha Medikatama yang didirikan oleh pemilik Bank Bali, Djaja Ramli bersama 12 dokter dengan skema patungan (50-50%) untuk para dokter tersebut dan Djaja. Didirikan pada 11 Maret 1988,[5] bisnis pertamanya (dan satu-satunya) adalah RS Graha Medika (kini Siloam Hospitals Kebon Jeruk) yang diresmikan pada 13 Agustus 1991.[20] Baligraha sendiri melepas sahamnya di BEJ pada 26 Desember 1997,[21] berkode emiten BGMT dan kemudian 28,42% sahamnya dipegang publik. Tidak lama kemudian, melalui sejumlah anak perusahaan dan skema, Grup Lippo tampil sebagai pengendali utama Baligraha.[21]

Sebenarnya, Lippo juga saat itu sudah memiliki PT Siloam Gleneagles Healthcare Tbk. Perusahaan ini adalah pengelola rumah sakit Siloam pertama di Indonesia, yang didirikan pada 1996 sebagai perusahaan rumah sakit patungan pertama antara asing dan lokal (60% Lippo dan 40% Parkway Hospitals) bernama RS Siloam Gleneagles yang berpusat di Lippo Karawaci, Tangerang. Perusahaan ini kemudian melepas sahamnya di BES pada tahun 1997,[22] sebesar 32% dari modalnya dengan harga penawaran Rp 2.950/lembar.[23] Sejak tahun 1998, Parkway melepas seluruh sahamnya dan Lippo menjadi pengendali penuh perusahaan ini.[24]

Di tanggal 28 Maret 2000, Lippo lalu menggabungkan PT Siloam Gleneagles dengan PT Baligraha, dengan Baligraha sebagai perusahaan penerima penggabungan,[5] dan eks-pemegang saham Siloam Gleneagles menjadi pengendali PT Baligraha.[21] Penggabungan yang sesungguhnya terjadi antara perusahaan induk dan anak usaha ini terjadi agar Siloam dapat mencatatkan sahamnya di BEJ (backdoor listing), setelah sebelumnya terpaksa terdaftar di BES akibat tidak memenuhi syarat,[25] dan Baligraha menjadi perusahaan yang menerima penggabungan karena keuangannya lebih baik.[21] PT Baligraha Medikatama kemudian mengganti namanya menjadi PT Siloam Health Care Tbk, dengan aset RS Siloam Gleneagles Tangerang dan RS Graha Medika. Pada 2004, tercatat perusahaan ini memiliki 4 rumah sakit.[5] Akan tetapi, dalam perkembangannya perusahaan ini cenderung selalu merugi.[21]

  • PT Sumber Waluyo

Anak usaha PT Siloam Health Care ini didirikan pada 26 September 1996, dengan usahanya adalah mengoperasikan RS Budi Mulya Surabaya (kini RS Siloam Surabaya). Nama usahanya diubah dari awalnya PT Budi Mulya Surabaya menjadi PT Sumber Waluyo pada 27 Maret 2002.[5]

  • PT Metropolitan Tatanugraha

Didirikan pada 6 Agustus 1992 sebagai usaha penanaman modal asing dengan nama PT Metropolitan Anugrah, namanya berganti menjadi PT Metropolitan Tatanugraha pada 12 November 1993. Bisnisnya adalah pengelolaan hotel Imperial Aryaduta Hotel Makassar (kini Hotel Aryaduta Makassar) sejak Juli 2003. Hotel ini sebelumnya dikelola oleh Sedona International Hotel Pte. Ltd. (Singapura) dengan nama Hotel Sedona Makassar, dari Januari 1997. Imperial Aryaduta sendiri didirikan pada 1995.[5]

  • PT Kartika Abadi Sejahtera

Didirikan pada 22 Mei 2003, perusahaan ini merupakan induk dari Gowa Makassar Tourism Development Tbk.[5]

  • PT Anggadipa Berkat Mulia

Didirikan pada 30 April 2002, Anggadipa memiliki anak usaha yang memiliki tanah di Puri Indah, Jakarta Barat.[5]

Beberapa anak perusahaan

sunting

Properti (LippoLand)

sunting

Superblok

sunting
  • Indonesia bagian barat
    • Kemang Village
    • Holland Village Jakarta
    • Orange County
    • The St. Moritz Penthouses & Residences
  • Indonesia bagian timur

Rumah Sakit

sunting

Pusat Perbelanjaan (Lippo Malls)

sunting

Restoran

sunting
  • Maxx

Taman Makam

sunting

Rujukan

sunting

Pranala luar

sunting