Kejahilan media
Kejahilan media adalah jenis peristiwa media yang dilakukan melalui pidato, aktivitas atau siaran pers yang diatur sedemikian rupa untuk menipu jurnalis agar menerbitkan artikel yang salah atau menyesatkan. Istilah ini juga dapat merujuk pada cerita palsu yang diberikan oleh jurnalis palsu serta cerita palsu yang diterbitkan karena cerita ini. Kejahilan media adalah bentuk penguncian budaya yang umumnya dilakukan sebagai seni pertunjukan atau kejahilan dengan tujuan untuk memberikan kritik humor terhadap media massa.
Peristiwa notabel
Pada Mei 1927, Jean-Paul Sartre, yang dikenal sebagai salah satu pelaku kejahilan paling ulung di École Normale Supérieure,[1] bersama rekan-rekannya Nizan, Larroutis, Baillou, dan Herland mengorganisir sebuah kejahilan media setelah keberhasilan penerbangan dari New York ke Paris oleh Charles Lindbergh. Sartre dan para rekannya menghubungi surat kabar dan memberi tahu bahwa Lindbergh akan menerima gelar kehormatan dari École. Banyak surat kabar, termasuk Le Petit Parisien mengumumkan acara tersebut pada 25 Mei yang dihadiri ribuan orang dan 500 jurnalis tanpa menyadari bahwa mereka menyaksikan aksi tipu daya dengan orang yang terlihat mirip Lindbergh. Skandal ini menyebabkan pengunduran diri direktur École, Gustave Lanson.[2]
Deep Fake dan Aksi Media yang Didukung AI
Kecerdasan buatan telah memungkinkan orang untuk melakukan pemalsuan dalam atau aksi media. Kemampuan menggunakan perangkat lunak pengenalan wajah untuk meniru identitas seseorang semakin populer. Akibatnya, Kongres Amerika Serikat dan Inggris telah berupaya menciptakan sanksi baru bagi mereka yang terlibat dalam praktik ini. Undang-Undang Keamanan Daring di Inggris tahun 2023 memperluas cakupan Undang-Undang Pelanggaran Seksual 2003 yang menjadikannya ilegal untuk membagikan gambar eksplisit seseorang tanpa persetujuan mereka. Undang-undang ini juga menjadikannya ilegal untuk mengancam akan membagikan gambar seseorang.[3]
Amerika Serikat telah mengalami berbagai kasus pemalsuian dalam. Pada tahun 2019, Mark Zuckerberg muncul dalam sebuah video yang terlihat dia seperti mengatakan cuplikan pernyatan, "Bayangkan ini sejenak: Satu orang, dengan kendali total atas data yang dicuri dari miliaran orang, semua rahasia mereka, kehidupan mereka, masa depan mereka."[4]
Kritik
Meskipun kejahilan media ini dapat berfungsi sebagai kritik yang sah terhadap pers dan karya seni dalam bentuknya, mereka sering dikritik tidak hanya karena gangguan yang ditimbulkan, tetapi juga sebagai aksi publisitas sederhana yang memanfaatkan kegagalan media massa yang seharusnya mereka lawan.[5] Joey Skaggs telah mengkritik gerakan kelimun kilas sebagai sesuatu yang sepele dan tidak memiliki elemen kontra-budaya seperti dalam seni protes yang lebih serius.[6]
Referensi
- ^ Cohen-Solal, Annie (1987). Sartre: A Life (dalam bahasa Inggris). Pantheon Books. hlm. 61–62. ISBN 978-0-394-75662-2.
- ^ Gerassi, John (1989). Jean-Paul Sartre: Hated Conscience of His Century, Volume 1: Protestant Or Protester? (dalam bahasa Inggris). University of Chicago Press. hlm. 77. ISBN 978-0-226-28797-3.
- ^ Narayanan, Manasa (2024-03-13). "The UK's Online Safety Act Is Not Enough To Address Non-consensual Deepfake Pornography | TechPolicy.Press". Tech Policy Press (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-19.
- ^ O'Sullivan, Rachel Metz,Donie (2019-06-11). "A deepfake video of Mark Zuckerberg presents a new challenge for Facebook | CNN Business". CNN (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-12-19.
- ^ "The Merry Pranksters And the Art of the Hoax (Published 1990)" (dalam bahasa Inggris). 1990-12-23. Diakses tanggal 2024-12-19.
- ^ Gamerman, Ellen (2008-09-12). "The New Pranksters". Wall Street Journal (dalam bahasa Inggris). ISSN 0099-9660. Diakses tanggal 2024-12-19.