Berita palsu di Malaysia
Berita palsu di Malaysia dapat diperiksa dan diklarifikasi melalui layanan pengecekan fakta yang disediakan oleh Pemerintah Malaysia, yaitu Sebenarnya.my dan MyCheck Malaysia. Layanan pengecekan fakta atas berita palsu di Malaysia merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Komunikasi dan Multimedia Malaysia dengan Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia dan inisiatif dari Kantor Berita Nasional Malaysia. Perdana Menteri Malaysia dan setiap Menteri di Malaysia diberi kewenangan sebagai juru bicara Pemerintah Malaysia dalam mengklarifikasi isu-isu berita palsu yang spesifik sesuai bidangnya masing-masing dan menyampaikan hasil klarifikasi melalui media arus utama dan saluran media sosial yang terverifikasi.
Sejak tahun 1988, instrumen hukum utama di Malaysia yang menetapkan hukum atas berita palsu ialah Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia Malaysia. Pada tahun 2018, Undang-Undang Anti-Berita Palsu disahkan dan menjadi instrumen hukum utama di Malaysia yang menetapkan hukum atas berita palsu. Namun Undang-Undang Anti-Berita Palsu dicabut statusnya sebagai undang-undang pada Desember 2019 oleh Parlemen Malaysia. Pengenalan kembali undang-undang anti-berita palsu berhasil dilakukan pada tahun 2021 dengan disahkannya Ordinansi Darurat (Kekuasaan Esensial) (No. 2) 2021 oleh Pemerintah Malaysia pada bulan Maret 2021 tanpa persetujuan dari Parlemen Malaysia.
Penegakan hukum terhadap berita palsu dapat dilaksanakan setelah suatu kementerian atau lembaga penegak hukum di Malaysia setelah menerbitkan pernyataan publik berisi penjelasan, klarifikasi dan/atau bantahan atas suatu konten berita yang salah dan menyesatkan. Kepolisian Kerajaan Malaysia dan Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia berperan sebagai penegak hukum yang bertindak berdasarkan ketentuan pelanggaran hukum setempat yang relevan.[1]
Pengecekan dan klarifikasi
suntingPemerintah Malaysia telah menyediakan layanan pengecekan fakta untuk memeriksa kebenaran suatu informasi dan mencegah penyebaran berita palsu yaitu melalui Sebenarnya.my dan MyCheck Malaysia.[2] Sebenarnya.my merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Komunikasi dan Multimedia Malaysia dengan Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia. Peluncuran perdana untuk Sebenarnya.my dilakukan pada tahun 2017.[3] Sedangkan MyCheck Malaysia merupakan situs web pengecekan fakta secara independen yang dibuat pada bulan Maret 2020.[2]
Sebenarnya.my, disediakan bagi penggunanya untuk memeriksa konten yang tidak diverifikasi yang mereka terima dan untuk menyalurkan atau berbagi berita yang tidak diverifikasi ke portal web. Verifikasi keakuratan berita dilakukan pada portal web terhadap lembaga yang sesuai dengan yurisdiksi atas masalah tertentu untuk mengecek suatu berita palsu atau misinformasi. Pengecekan fakta di MyCheck Malaysia berdasarkan inisiatif dari Kantor Berita Nasional Malaysia (Bernama). Bernama melakukan pembuatan berita faktual yang andal sesuai dengan pedoman standar Jaringan Pengecekan Fakta Internasional.[2]
Perdana Menteri Malaysia dan setiap Menteri di Malaysia diberi kewenangan sebagai juru bicara Pemerintah Malaysia dalam membahas isu-isu berita palsu yang spesifik sesuai bidang pemerintahannya masing-masing. Juru bicara melalui konferensi pers atau pernyataan publik mengadakan pengakuan, klarifikasi dan sanggahan atas suatu berita palsu. Penyampaian dilakukan oleh juru bicara melalui media arus utama dan saluran media sosial yang terverifikasi.[2]
Penetapan undang-undang
suntingInstrumen hukum utama di Malaysia yang membahas mengenai hukuman bagi pembuatan berita palsu ialah Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia Malaysia yang disahkan pada tahun 1988.[4] Status Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia Malaysia sebagai instrumen hukum utama kemudian tergantikan oleh Undang-Undang Anti-Berita Palsu 2018 yang disahkan oleh Pemerintah Malaysia pada bulan April 2018.[4][5] Pemberlakuan Undang Anti-Berita Palsu 2018 sejak tanggal 11 April 2018.[6] Salah seorang menteri dalam Sekretariat Perdana Menteri Malaysia ketika itu yakni Azalina Othman Said, menyatakan bahwa pengesahan Undang-Undang Anti-Berita Palsu 2018 bertujuan menghentikan penyebaran berita palsu yang dianggap sebagai ancaman bagi keamanan nasional dan ketertiban umum di Malaysia.[7]
Pada bulan Desember 2019, Parlemen Malaysia melakukan pencabutan status undang-undang terhadap Undang-Undang Anti-Berita Palsu 2018.[8][9] Namun pada bulan Maret 2020, Koalisi Perikatan Nasional melakukan pengenalan kembali terhadap Undang-Undang Anti-Berita Palsu. Tujuannya untuk menangani berita palsu yang menyebar selama Pandemi COVID-19 di Malaysia.[10] Namun penerapan kembali atas Undang-Undang Anti-Berita Palsu 2018 mengalami penundaan setelah terjadi penangguhan fungsi Parlemen Malaysia sejak bulan Januari 2021 akibat penetapan keadaan darurat di Malaysia terhadap Pandemi COVID-19.[11][9] Namun Koalisi Perikatan Nasional selaku perwakilan Pemerintah Malaysia akhirnya mengesahkan sebuah ordinansi darurat bernama Ordinansi Darurat (Kekuasaan Esensial) (No. 2) 2021 pada bulan Maret 2021 tanpa persetujuan dari Parlemen Malaysia.[9] Ordinansi Darurat (Kekuasaan Esensial) (No. 2) 2021 disebut juga sebagai Ordinansi Berita Palsu.[12]
Penegakan hukum
suntingPenegakan hukum terhadap berita palsu dapat dilaksanakan setelah suatu kementerian atau lembaga penegak hukum di Malaysia menerbitkan pernyataan publik yang memberi penjelasan, klarifikasi dan/atau bantahan atas suatu konten berita yang salah dan menyesatkan. Proses penetapan suatu konten berita sebagai berita palsu atau disinformasi berdasarkan kepada hasil pemantauan dari satuan koordinasi yang ditugaskan pada masing-masing kementerian atau lembaga penegak hukum di Malaysia. Pelaksanaan penegakan hukum atas berita palsu di Malaysia dilakukan oleh Kepolisian Kerajaan Malaysia dan Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia. Penegakan hukum dipertimbangkan berdasarkan ketentuan pelanggaran hukum setempat yang relevan.[1]
Referensi
suntingCatatan kaki
sunting- ^ a b Irwansyah 2024, hlm. 60.
- ^ a b c d Irwansyah 2024, hlm. 61.
- ^ Leong 2021, hlm. 10.
- ^ a b Asia Centre 2022, hlm. 13.
- ^ Ambardi, K., dkk. (ed.). Jurnalisme, “Berita Palsu’’, & Disinformasi: Buku Pegangan untuk Pendidikan dan Pelatihan Jurnalisme [Journalism, ‘Fake News’ & Disinformation]. Diterjemahkan oleh Wendratama, Engelbertus. Paris: Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa. hlm. 22. ISBN 978-92-3-000076-9.
- ^ Chen, dkk. 2023, hlm. 1279.
- ^ Leong 2021, hlm. 11.
- ^ Chen, dkk. 2023, hlm. 1280.
- ^ a b c ARTICLE 19 2021, hlm. 3.
- ^ Leong 2021, hlm. 12.
- ^ Leong 2021, hlm. 12-13.
- ^ Asia Centre 2022, hlm. 1.
Daftar pustaka
sunting- ARTICLE 19 (Juni 2021). Malaysia: Emergency (Essential Powers) (No. 2) Ordinance 2021 (Fake News Ordinance) (PDF) (dalam bahasa Inggris). ARTICLE 19.
- Asia Centre (2022). Youth and Disinformation in Malaysia: Strengthening Electoral Integrity (PDF) (dalam bahasa Inggris). Bangkok: Asia Centre.
- Chen, W., dkk. (Maret 2023). "The Framing of Anti-Fake News Law in Malaysian Newspapers" (PDF). International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences (dalam bahasa Inggris). 13 (3): 1278–1295. doi:10.6007/IJARBSS/v13-i3/16557.
- Irwansyah (Maret 2024). Wulandari, D., dkk., ed. ASEAN Guideline on Management of Government Information in Combating Fake News and Disinformation in the Media (PDF) (dalam bahasa Inggris). Jakarta Pusat: Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. ISBN 978-602-17232-6-5.
- Leong, Pauline Pooi Yin (Juni 2021). Digital Mediatization and the Sharpening of Malaysian Political Contests (PDF) (dalam bahasa Inggris). ISEAS Publishing. ISBN 978-981-495-187-6.