Sindrom pascapensiun
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Sindrom pascapensiun adalah gejala atau tanda-tanda yang memperlihatkan kondisi seseorang mengalami ketidaksiapan mental dalam menghadapi kenyataan yang tengah dan bakal ia hadapi. Pada umunya, situasi dan kondisi tersebut terjadi menimpa orang-orang yang sebelumnya aktif dalam satu institusi sipil maupun militer dengan segala bentuk fasilitas dan kemampanannya. Kemudian, secara tiba-tiba saja dan seolah-olah "dipaksakan", ia harus "rela" melepaskan kemapanan yang selama ini senantias melekat dan menjadi kebanggaan pada dirinya.
Sindrom ini tidak hanya berlaku pada mereka yang berpangkat tinggi saja, terhadap orang-orang yang berpangkat, atau golongan, atau jabatan yang paling rendahpun sekalipun dapat terjadi hal demikian, terlebih lagi mengingat pada jabatan dan posisinya yang disandang sebelumnya. Hal ini, menurut Hery Santoso, -seorang penulis, peneliti dan psikoterapis- secara empiris menyebutkan bahwa semakin tinggi dan "enak" pangkat maupun jabatan yang di sandangnya akan memberikan kontribusi besar dalam menjadikan orang tersebut terjebak dalam sindrom ini.
Mereka yang tidak siap pada kondisi ini akan mengalami tanda-tanda emosional, yang bilamana tidak dapat terkendalikan bisa menggiringnya ke arah fobia --> depresi --> stress --> manusia gagal.
Langkah Strategis
Beberapa langkah yang disarankan dan dapat ditempuh dalam menyiasati sindrom ini, adalah sebagai berikut:1)
- Pembekalan diri secara fisik, mental dan spiritual, serta yakinkan dalam diri sendiri, bahwa kelak bilamana masa pensiun itu tiba "saya telah siap dan harus siap".
- Persiapkan diri sejak dini, apa yang harus dan akan saya lakukan setelah memasuki masa pensiun (Plan),
- Apa yang hendak saya kerjakan sekarang sebagai bahan persiapan, melanjutkan sekolah pada jenjang yang lebih tinggi lagi, ataukah mengumpulkan modal kerja (Do), kemudian
- Lakukan inventarisasi aset, sekarang apa yang sudah saya miliki sebagai langkah awal (Check),
- Lakukan tindakan nyata sebagaimana tertuang dalam rencana dan aset yang dimiliki, lalu lakukan verifikasi dan evaluasi ulang (Action).
Lihat pula
Referensi
1) Manajemen Stres: "101 Jurus Jitu Menyiasati Stres pada 2010 hingga 2012; HS Harding; Deka, Bandung, 2009.